Wawancara Eksklusif

Wawancara Ekslusif - Picauly Sebut Ekologi Pangan Berpengaruh Pada Peningkatan Kualitas SDM NTT 

Kalau wasting tinggi badannya bagus, normal, tetap aktivitas seperti biasa tapi kurus, tidak bisa aktivitas seperti gizi normal.

Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO-RICHIE
UNDANA TALK - Guru Besar Bidang Kepakaran Ekologi Pangan dan Gizi Masyarakat FKM Undana, Prof. Intje Picauly, bersama host jurnalis Pos Kupang, Ella Uzurasi dalam Undana Talk, Rabu (27/08/2025). 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Guru Besar Bidang Kepakaran Ekologi Pangan dan Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Undana, Prof. Dr. Intje Picauly, S.Pi., M.Si. mengatakan, ekologi pangan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia Nusa Tenggara Timur di masa depan. 

Seperti apa pengaruhnya, berikut cuplikan wawancara eksklusif bersama Pos Kupang. 


Apa itu ekologi pangan? 

Kalau kita berbicara ekologi memang masyarakat awam akan pusing. Tapi kalau dari segi akademisi atau orang yang suka membaca, mereka akan bisa langsung mengarahkan pandangan dan persepsi mereka kepada apa yang dikataka dengan alam.

Baca juga: BLM FKM Undana Gelar Capacity Building dan Rapat Koordinasi untuk Perkuat Organisasi Mahasiswa

Nah untuk mempelajari tentang alam, itu yang kita kenal dengan ekologi.

Apa isinya alam, apa yang terjadi di dalam alam, semua interaksi yang terjadi di alam semesta, ada hubungan timbal balik, interaksi negatif dan positif, itu kita kenal dengan satu kata, ekologi. 

Kalau kita bilang biologi, orang bisa bertanya kapan ilmu itu didapatkan, atau kita bisa bilang kapan ilmu Kimia itu didapatkan tapi kalau ekologi tidak terdeteksi kapan terbentuk.

Tetapi kalau kita lihat dari sudut pandang keagamaan, ekologi itu sudah muncul dari saat penciptaan, dimana Tuhan menciptakan alam semesta serta isinya, di dalamnya ada manusia yang ditugaskan untuk mengatur alam itu, kemudian mulai berlangsunglah yang namanya Aristoteles mulai mempublikasikan, menegaskan bahwa sesungguhnya ekologi itu ilmu yang mempelajari tentang interaksi dan keseimbangan yang terjadi di dalam alam semesta, interaksi antara yang kita kenal dengan biotik dan abiotik. 

Kalau ekologi pangan, tentu sesuatu yang bisa kita makan tetapi masih bersifat mentah atau segar. Yang sudah disiapkan di piring, yang sudah diolah itu yang kita bilang makanan.

Nah untuk ekologi pangan berarti keseimbangan antara, contohnya sayur atau ikan di laut, atau pohon pisang misalnya, semuanya itu hidup harus butuh lingkungan. Sayur butuh media tanah, ikan butuh air, nah air, tanah, juga butuh matahari.

Itu yang kita kenal dengan abiotik sedangkan yang namanya tanaman, ikan, sayur, itu yang kita kenal dengan biotik dan semuanya itu kita makan. Itu yang kita kenal dengan ekologi pangan. 


Sejauh ini tren pemenuhan gizi di NTT seperti apa? 


Memang saat ini kita tidak bisa mengelak, data berkata bahwa masalah yang ada di NTT itu tentang masalah kecukupan gizi. Nah kalau di NTT itu kekurangan gizi lebih banyak.

Ada yang namanya underweight, ada yang namanya wasting ada yang namanya stunting. Kalau underweight itu berat badan turun, mudah sakit dengan segala macam gejalanya.

Kalau wasting tinggi badannya bagus, normal, tetap aktivitas seperti biasa tapi kurus, tidak bisa aktivitas seperti gizi normal.

Kalau stunting, pendek tapi tidak proporsional sesuai dengan umurnya. Itu bentuk daripada kekurangan asupan gizi. 

Yang terjadi adalah kekurangan asupan gizi makro yaitu protein dan energy. Tetapi kalau untuk stunting diperburuk lagi dengan kekurangan asupan gizi mineral mikro yang kita kenal dengan sebutan kalsium. Jadi protein dan zat besi itu penyokong utama.

Kalsium ini mau berperan penting itu membutuhkan kerjasama dari protein dengan zat besi dan motornya dari energy.

Nah kita masyarakat NTT punya kekurangan itu. Ada masalahnya mungkin makannya kurang, atau makannya banyak tapi asupan gizi yang sumber kalsium, protein, zat besi, itu kurang. Ada yang memang tidak dapat sama sekali karena memang tidak punya.

Terus ada juga dia makan tapi barangkali sementara sakit yang lain, misalnya sementara cacingan sehingga waktu makan dia punya tubuh tidak mendapat itu karena diambil oleh organisme lain di dalam tubuh sehingga pertumbuhannya tidak dapat seperti seharusnya. 


Bagaimana pengaruh ekologi pangan terhadap sumber daya manusia? 


Kalau kita lihat ekologi ke SDM, sepertinya kita kembali ke akar masalahnya karena manusialah yang mengatur sehingga akan terbentuk SDMnya.

Jadi kualitas SDM itu tergantung pada bagaimana hikmat kita mengelola ekologi itu. Nah di dalam ekologi itu ada ekosistem. 

Di dalam ekosistem itu ada populasi, komunitas, ada yang homogen ada yang heterogen, mereka hidup bersama.

Nah manusia itu ada di atas sebagai pengaturnya. Oleh karena itu manusialah yang bertanggungjawab terhadap ekologi pangan itu supaya bisa hidup, tercukupi konsumsi pangannya.

Jadi kalau kita bicara tentang kualitas sumber daya manusia berarti apa yang dimakan. Pangan diolah jadi makanan, makanan yang dikonsumsi itu sesuai dengan kebutuhan, kebutuhan sesuai dengan kecukupan untuk hidup sehat maka dia akan melaksanakan aktivitasnya secara baik dan akan mendapatkan produktivitas yang tinggi.

Tapi jikalau dia makannya kurang atau makannya cukup tapi tidak beragam maka dia tidak akan mendapat sesuatu yang dibutuhkan. Tubuh kita butuh lima zat gizi ditambah dengan air. Lima ini tidak memilah-milah, harus tetap ada. Adanya di dalam jenis makanan yang beragam. 

Indonesia ada yang namanya Isi Piringku. 30 persen untuk sumber karbohidrat, 30 persen untuk sayur-sayuran, 20 persen untuk lauk lauk, ada telur, ikan, daging, kemudian kacang-kacangan dan hasil olahannya, juga susu. 20 persen untuk buah. Kalau kita tidak memanfaatkan ekologi ini dengan baik maka isi piring itu akan ada yang kosong.

Berarti kualitas SDM NTT di masa depan itu ditentukan oleh keputusan-keputusan yang diambil oleh manusia NTT saat ini? 


Iya. Tidak boleh berharap pada pemerintah saja karena pemerintah juga akan terus memikirkan hal yang lain, tidak mungkin berpikir hanya kepada gizi saja.

Nanti selanjutnya akan berpindah kepada bagaimana memberdayakan supaya masyarakat bisa mandiri terhadap pangan.

Kita tidak bisa terus mengharapkan kontribusi pemerintah untuk memberikan PMT (pemberian makanan tambahan) lagi, kita sudah harus berpikir lebih jauh untuk mandiri pangan, artinya tersedia di rumah untuk dimakan sekeluarga.

Kalau kita melihat program pemerintah saat ini, Makan Bergizi Gratis, ada kaitannya juga dengan ekologi pangan? 


Sangat. Karena MBG membutuhkan stok yang besar. Oleh karena itu kita punya alam harus bisa menyediakan stok itu. Sekarang apakah sudah program pemerintah yang memetakan kebutuhan stok bahan pangan itu sendiri? Misalnya, tidak mungkin sayur kangkung terus. Ini kan mereka makan sampai hari Sabtu, jadi menu harus berubah.

Di masyarakat NTT, kita punya ketersediaan alam itulah yang menjadi preferensi kita terhadap menu. Nah kalau misalnya kita tidak pernah punya tempe, tidak punya kedelai lalu menunya kita kasih tempe bacem, bagaimana anak mau makan?

Tetapi kalau dikasih sayur rumpu rampe, mungkin mereka akan makan karena mereka kenal itu. Nah sekarang MBG ini harus diarahkan untuk menggunakan bahan pangan lokal tapi kita tidak tahu ya semoga menggunakan pangan lokal. (uzu)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS    

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved