Perbatasan Negara
Hamidin BNPP RI: Persaudaraan Lintas Batas Indonesia-Timor Leste, Satu Rumpun Dua Negara
Demikian Hamidin, anggota Kelompok Ahli BNPP RI menyebut kondisi di perbatasan Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Garis batas negara sering tampak tegas di peta, menjadi penanda resmi yang memisahkan satu bangsa dengan bangsa lain. Namun, ketika kita menapaki kawasan perbatasan Indonesia dan Timor Leste, terutama di kampung-kampung seperti Motaain, Lamaknen, atau Malibaka, batas itu terasa jauh lebih cair.
Demikian Hamidin, anggota Kelompok Ahli BNPP RI menyebut kondisi di perbatasan Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste.
Hamidin menyebut kehidupan masyarakat berjalan normal, tanpa tembok yang benar-benar memisahkan. Karena itu mereka saling menyapa dengan bahasa yang sama, menggelar ritual adat bersama, hingga menikmati jagung bose dan se’i yang menjadi dua hidangan khas kebanggaan di kedua negara.
"Inilah wajah lain dari perbatasan, bukan hanya tentang geopolitik, tetapi juga persaudaraan dan pertalian darah yang melintasi garis batas," ungkap Hamidin dilansir dari laman resmi BNPP RI, Sabtu (4/9/2025).
Baca juga: Timor Leste Menanti 14 Tahun di Pintu ASEAN
Satu Suku, Dua Negara
Sejarah mencatat, Pulau Timor dihuni oleh beragam suku dan klan, namun sejatinya mereka adalah satu rumpun. Suku Tetun misalnya, tersebar luas di Kabupaten Belu dan Malaka, Nusa Tenggara Timur, sekaligus menjadi kelompok mayoritas di Timor Leste. Bahasa Tetun bahkan digunakan sebagai bahasa resmi di Dili, sekaligus menjadi bahasa sehari-hari di Atambua.
Selain itu, ada pula suku Bunak yang mendiami wilayah Lamaknen (Indonesia) hingga Distrik Bobonaro (Timor Leste). Meski secara politik terpisah, ikatan darah, perkawinan lintas batas, dan ritual adat tetap menjaga mereka sebagai satu keluarga besar.
Adat dan Filosofi yang Menyatukan
Tradisi adat di perbatasan masih begitu kuat. Perkawinan adat misalnya, tak lepas dari prosesi belis, yakni pemberian mahar berupa kerbau, kuda, atau kain tenun. Nilainya bukan hanya soal materi, tetapi juga simbol kehormatan dan ikatan sosial antar-marga.
Rumah adat atau uma lulik juga menjadi simbol persatuan budaya. Filosofi yang melekat pada rumah adat ini sama, baik di Belu maupun Distrik Ainaro.
Bahkan upacara adat seperti panen atau perayaan perdamaian sering digelar lintas negara. Bagi mereka, batas negara hanyalah formalitas, sementara adat dan leluhur jauh lebih tua serta lebih kuat mengikat.
Tenun Ikat: Warisan yang Tak Pernah Pudar
Tenun ikat di Belu dan Malaka, serta tais di Timor Leste, adalah simbol warisan budaya yang menyatukan. Motifnya sarat makna kosmologi, merepresentasikan hubungan manusia dengan alam dan leluhur.
Dalam pertemuan adat lintas batas, kain tenun dan tais sering hadir berdampingan, seakan menegaskan bahwa keduanya adalah dua wajah dari satu warisan budaya yang sama.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.