Perbatasan Negara

Hamidin BNPP RI: Persaudaraan Lintas Batas Indonesia-Timor Leste, Satu Rumpun Dua Negara

Demikian Hamidin, anggota Kelompok Ahli BNPP RI menyebut kondisi di perbatasan Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste.

Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM/HO-BNPP
Kelompok Ahli (Pokli) Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Hamidin 

Dari Dapur hingga Pergaulan

Kedekatan budaya juga terasa di meja makan. Hidangan jagung bose hingga jagung yang dimasak dengan kacang merah dan santan, itu juga menjadi makanan pokok sekaligus jamuan adat. Ada pula batar daan, campuran jagung muda, sayuran, dan kacang merah.

Sementara itu, se’i daging sapi atau babi yang diasap dengan kayu kosambi, menjadi lauk khas yang kini populer hingga ke Kupang dan Dili. 

Minuman sopi atau tuak hasil fermentasi nira lontar dan aren juga hadir bukan sekadar sebagai minuman, melainkan simbol persaudaraan. Ia diminum bersama sebagai tanda persahabatan yang erat.

Bahasa: Jembatan Persaudaraan

Bahasa menjadi media pemersatu yang kuat. Bahasa Tetun dipakai luas di kedua negara, dan di pasar Atambua masyarakat dengan mudah beralih dari Tetun ke Bunak atau Kemak. 

Fenomena ini menunjukkan bahwa meski ada dua negara, kehidupan budaya tetap berdetak sebagai satu komunitas yang utuh.

Identitas Perbatasan: Satu Rumpun, Dua Bendera

Di kawasan perbatasan, identitas nasional memang berbeda, namun identitas kultural tetap sama. Banyak keluarga yang anggotanya terpisah secara kewarganegaraan, sebagian warga Indonesia, sebagian lagi Timor Leste. Meski begitu, mereka tetap saling mengunjungi, menikah, hingga menggelar upacara adat bersama.

Bagi masyarakat perbatasan, istilah saudara lintas batas bukan jargon, melainkan realitas kehidupan sehari-hari. Inilah yang membuat perbatasan Indonesia–Timor Leste istimewa: garis hukum boleh memisahkan, tetapi budaya selalu menyatukan.

Mewarisi Persaudaraan Lintas Generasi

Garis batas negara memang lahir dari sejarah politik modern, tetapi budaya dan adat jauh lebih tua daripada itu. 

Suku-suku di Timor telah hidup berdampingan ratusan tahun sebelum ada Indonesia maupun Timor Leste. Kesamaan bahasa, adat, makanan, hingga tenun adalah bukti nyata bahwa mereka satu rumpun.

Hari ini, di tengah dinamika politik, warisan persaudaraan itu terus hidup. Masyarakat di Atambua dan Bobonaro masih bertemu dalam pesta adat; kain tenun dan tais masih menjadi simbol kebanggaan; jagung bose masih disantap bersama. 

Semua itu mengingatkan kita bahwa perbatasan bukan sekadar garis pemisah, melainkan rumah bersama. Sebuah rumah besar yang kita sebut: budaya Timor. (*)

 

 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved