Opini
Opini: Bambu Ngada Itu Akar untuk Jaga Bumi, Budaya dan Masa Depan
Filosofi rumpun bambu yang komunal terwujud dalam berbagai potret kebudayan kebiasaan masyarakat Ngada.
Anyaman bambu yang menjadi dinding rumah adat bukan sekadar pelindung dari angin, tetapi juga kanvas yang bercerita tentang nilai-nilai kehidupan.
Ketika generasi muda belajar menganyam, yang mereka rajut bukan hanya pola, tetapi juga jati diri dan ketahanan budaya mereka.
Di sini, bambu menjadi jembatan yang menghubungkan generasi, memastikan bahwa "akar" itu tak pernah terputus sampai kapanpun.
Pada denyut nadi ekonomi kreatif, Si Bambu menjadi pilar yang menjanjikan.
Sifatnya yang berkelanjutan dan tumbuh cepat menjadikannya primadona ekonomi sirkular.
Pada bagian batangnya yang kuat lahir furniture modern dan kerajinan bernilai tinggi; dari rebungnya, kuliner lokal yang menyehatkan.
Potensi ini bukan lagi sekadar impian. Desa Wisata Wogo di Ngada telah membuktikannya, dimana ekowisata berbasis bambu dan budaya menarik minat wisatawan. (Pos Kupang, 10 Agustus 2025).
Inilah ekonomi yang tidak mengekstrak, tetapi justru memulihkan. Bambu menawarkan jalan keluar dari dikotomi klasik: memajukan ekonomi tanpa harus merusak lingkungan.
Pada akhirnya, di tengah gempuran pembangunan yang kerap mengorbankan kelestarian, bisa jadi masyarakat Ngada sedang menyampaikan sebuah kebijaksanaan yang kelihatan kusam tetapi justru masih relevan hingga detik ini.
Saat dunia berlomba-lomba menciptakan teknologi rumit untuk menanggulangi krisis iklim, masyarakat Ngada telah memiliki "arsitektur ekologis" yang teruji di zaman ini, melalui Si bambu.
Ia bukan sekadar tanaman, melainkan sebuah sistem kehidupan yang utuh atau bisa disebut teknologi penyerap karbon paling efisien, mesin pencipta lapangan kerja yang berkeadilan, dan perpustakaan hidup yang menyimpan kode-kode kebudayaan.
Bambu harus dilompati dari statusnya sebagai "tanaman liar" menjadi aset peradaban hijau Nusa Tenggara Timur, seperti dibudidayakan di beberapa daerah yang berstatus lahan kering.
Pemerintah dan masyarakat NTT pada umunnya untuk tidak sekadar membuat program, tetapi merancang ekosistem pembangunan berbasis bambu.
Potret industrialisasi kreatif yang memuliakan kearifan lokal, riset berbasis masyarakat untuk produk bernilai tambah tinggi, hingga gerakan nasional rehabilitasi lahan dengan bambu sebagai tulang punggungnya.
Pembangunan yang berpijak pada identitas, berkelanjutan secara ekologis, dan berkeadilan secara sosial adalah jawaban yang telah diajarkan oleh sang guru sejati, “Si bambu”.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Bambu-Ngada.jpg)