Opini

Opini: Gizi dari Samudra Biru

Selain hasil sumber daya laut ,bioteknologi laut saat ini sudah sangat berkembang terutama dalam menghasilkan produk laut. 

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI LUKAS PARDOSI
Lukas Pardosi 

Bioteknologi sebagai Kunci Mengoptimalkan Protein Laut Berkelanjutan 

Oleh: Lukas Pardosi, S.Pd., M.Si 
Mahasiswa Program Studi Doktor Biologi Universitas Gadjah Mada dan Dosen Program Studi Biologi Universitas Timor

POS-KUPANG.COM - Krisis pangan global telah menjadi ancaman nyata yang saat ini dialami banyak negara dengan padat penduduk.

Faktor ini dipicu oleh laju pertumbuhan yang tinggi, perubahan iklim yang ekstrem, dan keterbatasan lahan pertanian darat yang bayak beralih menjadi pemukiman dan perkembunan sawit.

Indonesia, dengan 70 persen wilayahnya didominasi lautan, sesungguhnya memiliki solusi alami dan masif yang yang dapat di ekspolor untuk mengatasi permasalahan tersebut. 

Baca juga: Opini: Potensi Emas Biru dari Simbion Laut Oenggae Rote Ndao

Di sinilah konsep Pangan Biru (Blue Food) hadir sebagai paradigma fundamental dalam mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Laut Dapur Protein Masa Depan

Selama ini, pemanfaatan laut sering kali terbatas pada hasil tangkapan perikanan tradisional. Padahal, ekosistem biru adalah lumbung nutrisi yang menyimpan potensi jauh lebih besar sebagai sumber pangan masa depan. 

Jika dipergunakan dengan baik dan dijaga dengan benar pangan biru memberikan lebih banyak manfaat  dari sekadar ikan, sumber daya laut lainnya juga tidak kalah kaya nutrisi mencakup seperti rumput laut, mikroalga, moluska, krustasea,spons, hingga mikroorganisme laut yang kaya akan protein, lemak esensial, vitamin, dan senyawa bioaktif bernilai tinggi. 

Data Kementerian dan Kelautan Negara Repuplik Indonesia (KKP) Tahun 2024 januari-oktober total hasil laut indonesia meliputi 18,26 juta ton, meliputi 8,02 juta ton rumput laut dan sisnya 10,24 juta ton meliputi ikan, udang, kepiting, dan lainnya. 

Hasil ini menunjukkan betapa vitalnya peran samudra (laut) bagi ketahanan pangan  nasional. Angka ini merefleksikan kapasitas laut Indonesia sebagai penopang pangan utama.

Potensi ini semakin diperkuat oleh keberadaan wilayah-wilayah yang secara geografis sangat ideal sebagai lumbung pangan biru, meliputi:

• Sulawesi: Terutama Sulawesi Selatan dan Tenggara, yang dikenal sebagai pusat produksi rumput laut nasional. 

Perairan di sini dangkal, terlindungi, dan cocok untuk budidaya dengan skala masif dan berkelanjutan. Hasil tangkap ikan dan rumput laut tahun 2024 sebesar 6087,31 ribu ton.

• Maluku dan Maluku Utara: Wilayah ini memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi, menjadikannya ideal untuk pengembangan budidaya mutiara, teripang, dan komoditas bernilai tinggi lainnya yang berpotensi sebagai lumbung protein esensial. Hasil tangkap ikan dan rumput laut tahun 2024 sebesar 1116,46 ribu ton

• Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB): Kawasan ini memiliki potensi besar untuk budidaya kerapu dan lobster yang berbasis ekspor, serta pengembangan garam industri dan pangan. Hasil rumput laut tahun 2024 sebesar 2159,23 ribu ton.

• Papua: Dengan perairan yang masih pristine (alami) dan luas, Papua menawarkan peluang besar untuk pengembangan budidaya perikanan berkelanjutan, termasuk budidaya udang dan ikan hias laut. Hasil tangkap ikan dan rumput laut tahun 2024 sebesar 17,05 ribu ton.

Saat ini pengembangan sektor laut sangat berkembang pesat dimana produksi perikanan budidaya meningkat sekitar 13,6 persen dan rumput laut naik sekitar 10,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya (KKP, 2024). 

Selain hasil sumber daya laut ,bioteknologi laut saat ini sudah sangat berkembang terutama dalam menghasilkan produk-produk laut. 

Data ini menegaskan bahwa laut bukan lagi sekadar sumber daya alam, melainkan mesin ketahan pangan dan penggerak ekonomi pangan yang menjamin keberlanjutan.

Keunggulan Ekologis dan Ekonomi

Konsep pangan biru menempatkan sumber daya laut sebagai alternatif yang menjanjikan secara ekologis dibandingkan sumber pangan konvensional di darat. 

Sebagai contoh, budidaya rumput laut tidak membutuhkan lahan subur, kondisi cuaca yang menentu , bahkan tidak bergantung pada musim. 

Selain itu rumput laut bahkan berperan aktif dalam mengatasi krisis iklim karena mampu menyerap karbon dioksida (C02) dalam jumlah besar. 

Sementara itu, mikroalga menawarkan potensi luar biasa sebagai sumber protein tinggi dan minyak nabati alternatif yang efisien. 

Bahkan menjadi salah satu alternatif energi terbarukan untuk masa depan bumi yang lebih ramah lingkungan. 

Transformasi pangan berbasis laut ini tidak hanya krusial bagi ketahanan pangan, tetapi juga memiliki nilai ekonomi yang strategis. 

Sektor perikanan dan akuakultur dunia terus tumbuh dan telah menyediakan mata pencaharian bagi ratusan juta orang. 

Namun, potensi ini juga akan menimbulkan kerugian yang sangat besar jika tidak sesuai regulasi dan pengolahan yang benar. 

Laporan terbaru Blue Food Assessment memperingatkan ekpoloitasi produksi pangan laut global secara besar besaran rentan terhadap perubahan iklim, polusi, dan degradasi keanekaragaman hayati. 

Oleh karena itu, pembangunan sektor pangan biru harus diiringi dengan pendekatan keberlanjutan yang terpadu regulasi yang baik dan mariculture yang berkelanjutan. 

Bioteknologi Laut: Sains, Teknologi, dan Kebijakan Menjadi Tantangan Selanjutnya.

Inovasi sains dan teknologi kelautan adalah kunci untuk mendiversifikasi dan mengoptimalkan pangan biru. 

Perkembangan bioteknologi kelautan memungkinkan eksplorasi mikroalga dan bakteri laut sebagai sumber bahan tambahan pangan, antioksidan alami, bahkan sebagai pengganti protein hewani. 

Negara-negara maju telah mengarahkan inovasi berbasis laut untuk mengembangkan produk pangan fungsional yang mendukung kesehatan sekaligus ramah lingkungan. 

Indonesia wajib memperkuat riset dan inovasi bioteknologi laut. Kolaborasi sinergis antara lembaga penelitian, universitas, dan sektor industri menjadi prasyarat untuk mengoptimalkan potensi hayati laut. 

Lebih dari itu, edukasi dan literasi publik tentang pentingnya pangan biru perlu digencarkan untuk mendorong perubahan pola konsumsi masyarakat menuju sumber daya laut yang berkelanjutan. 

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), telah mengambil langkah maju dengan menyusun Peta Jalan Neraca Sumber Daya Laut untuk Ketahanan Pangan Biru dan Ekonomi Laut Berkelanjutan. 

Kebijakan ini adalah langkah strategis untuk memperkuat tata kelola berbasis data, mendukung inovasi pangan laut, dan mengamankan ketahanan pangan nasional. 

Pangan biru bukan sekadar konsep ekonomi; ia adalah strategi keberlanjutan nasional. 

Dengan mengelola lautan secara bijak dan inovatif, Indonesia dapat mentransformasi dirinya menjadi negara maritim yang tidak hanya kaya sumber daya, tetapi juga berdaulat dalam pangan. Laut bukan lagi sekadar batas geografis. 

Ia adalah dapur masa depan yang menyimpan harapan bagi ketahanan pangan, tidak hanya bagi bangsa, tetapi juga bagi dunia. (*)

Simak terus artikel POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved