Opini
Opini: Sengkarut Krisis Aura Seni di Zaman Ini
Kehadiran sebuah karya seni yang diciptakan biasanya menitip pesan, makna dan penafsiran yang berbeda.
Situasi seperti ini disebutkan oleh Walter Benjamin sebagai krisis aura seni.
Krisis Aura Seni
Menurut Walter Benjamin (filsuf dan kritikus sastra asal Jerman), konsep "aura" merujuk pada kualitas unik dan otentik yang dimiliki oleh sebuah karya seni yang asli, yang tidak dapat dipindahkan atau direplikasi (Benjamin, 1969).
Aura ini berhubungan dengan keberadaan fisik dan sejarah karya seni tersebut, serta pengalaman estetis yang hanya bisa dirasakan ketika seseorang menjumpainya secara langsung.
Benjamin menekankan bahwa aura hadir karena karya seni tersebut memiliki keaslian dan kesan kehadiran yang hanya bisa dirasakan dalam konteks ruang dan waktu tertentu yang mencakup asal-usulnya.
Sebuah karya seni yang original memiliki kedalaman sejarah, yang menyumbang makna lebih kepada pemirsa yang berinteraksi dengan karya tersebut.
Namun, dalam era modern, terutama dengan berkembangnya teknologi reproduksi seperti fotografi dan film, aura ini mulai mengalami krisis.
Bagi Benjamin, reproduksi massal karya seni menyebabkan hilangnya presensi unik karya tersebut.
Sebagai contoh, sebuah lukisan yang direproduksi dalam bentuk gambar atau foto kehilangan hubungan dengan ruang dan waktu yang mengitarinya, serta kehilangan kualitas otentik yang dihadirkan oleh karya asli.
Hal ini mengubah cara manusia mengalami seni, karena kita lebih sering berinteraksi dengan reproduksi yang dapat diakses dengan mudah, bukan dengan karya seni asli yang memiliki aura tersebut (Benjamin, 1969).
Aneka Faktor Krisis
Krisis aura seni yang terjadi di zaman ini tentu tidak terlepas dari berbagai faktor kemajuan yang dialami dunia.
Panorama tentang keindahan sebuah karya seni tidak lagi dipandang sacral, melainkan suatu objek yang dijadikan sebagai komoditas. Beberapa faktor yang memengaruhinya antara lain.
Pertama, reproduksi karya seni yang semakin masif dengan kemajuan teknologi seperti fotografi, cetakan, dan digitalisasi, telah mengubah cara kita menghargai seni.
Benjamin mengkritik hal ini dengan mengemukakan bahwa reproduksi mengubah hubungan emosional dan intelektual antara pengamat dan karya seni asli.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Antonius-Guntramus-Plewang1.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.