Opini

Opini: Saat Komunikasi Publik Menjadi Kunci Layanan Kesehatan Daerah

Ketika rumah sakit tidak memiliki kanal komunikasi yang aktif dan transparan, warga kehilangan akses terhadap penjelasan yang sahih. 

|
Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI RINI KARTINI
Rini Kartini 
Ringkasan Berita:
  • Di RSUD dr. T.C. Hillers Maumere banyak terdengar narasi tentang sulitnya menghadirkan dokter spesialis.
  • Ketika rumah sakit tak memiliki kanal komunikasi yang aktif dan transparan, warga kehilangan akses terhadap penjelasan yang sahih.
  • Akibatnya, ruang digital diambil alih oleh spekulasi dan opini yang terbentuk dari pengalaman personal bukan data.

 

Oleh: Rini Kartini
Dosen Media & Komunikasi Universitas Nusa Nipa Maumere, Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. T.C. Hillers Maumere (Sikka, NTT), banyak terdengar narasi tentang sulitnya menghadirkan dokter spesialis, pelayanan yang belum optimal, dan masyarakat yang merasa tidak mendapatkan layanan kesehatan yang layak. 

Situasi ini diperburuk oleh dinamika di ruang digital, mulai dari media sosial hingga grup WhatsApp, yang menjadi tempat pelampiasan frustrasi publik. 

Komentar bernada sindiran, tuduhan, hingga ajakan emosional muncul silih berganti, menggambarkan bahwa kepercayaan publik terhadap institusi layanan kesehatan telah terkikis.

Namun jika ditelusuri lebih dalam, banyak dari komentar tersebut sebenarnya berangkat dari keprihatinan sosial-ekonomi masyarakat. 

Baca juga: Direktur RSUD TC Hillers Maumere Klaim Tak Mudah Mendapatkan Dokter

Warga mempertanyakan rendahnya insentif dokter, minimnya fasilitas, serta lambannya pelayanan karena mereka merasakan langsung dampaknya: akses kesehatan yang terbatas dan ketidakpastian saat sakit. 

Dalam konteks ini, bullying di ruang digital terhadap dokter atau manajemen rumah sakit tidak sepenuhnya lahir dari kebencian personal, melainkan dari ekspresi frustrasi kolektif terhadap sistem layanan dasar yang dirasa gagal menjawab kebutuhan mereka.

Fenomena ini dapat dibaca melalui lensa ketimpangan komunikasi (communication inequity), sebuah kondisi ketika informasi yang seharusnya mengalir dua arah antara lembaga publik dan masyarakat terhambat atau timpang. 

Ketika rumah sakit tidak memiliki kanal komunikasi yang aktif dan transparan, warga kehilangan akses terhadap penjelasan yang sahih. 

Akibatnya, ruang digital diambil alih oleh spekulasi dan opini yang terbentuk dari pengalaman personal, bukan data. 

Ketimpangan inilah yang sering kali memicu misinformasi, memperlebar jarak antara lembaga dan masyarakat, serta mengubah kritik yang semestinya membangun menjadi serangan yang melukai.

Masalah yang terjadi di Kabupaten Sikka bukan semata soal kekurangan dokter saja. 

Data nasional memperlihatkan bahwa Indonesia masih kekurangan spesialis secara signifikan. 

Rasio dokter di tahun 2024 masih 0,47 per 1000 penduduk. Jumlah ini masih jauh di bawah rata-rata dunia yang mencapai 1,76 per 1000 penduduk. 

Selain itu masih ada sekitar 34 persen rumah sakit umum daerah yang belum memiliki dokter spesialis (Kompas, 24 April 2024). 

Hal ini diperparah dengan sebaran jumlah dokter yang masih sangat timpang. Untuk daerah luar Jawa khususnya, distribusi jauh lebih timpang. 

Namun, selain persoalan kuantitas dan distribusi, ada aspek komunikasi publik yang sering luput: bagaimana lembaga kesehatan dan pemerintah menjelaskan kondisi, bagaimana masyarakat memahami realitasnya, dan bagaimana ruang digital dikelola agar tidak memperuncing konflik sosial.

Ruang Digital Sebagai Arena Kekerasan Simbolik

Ketika komentar seperti:

“Penipu semua mereka”

“Tolong ganti saja direkturnya” muncul di linimasa warga Sikka, kita melihat fenomena serius. 

Kata tanpa kontak fisik yang melukai moral tenaga medis keluar dari ketikan warga net dengan liarnya. 

Inilah yang disebut oleh sosiolog Pierre Bourdieu sebagai kekerasan simbolik: dominasi yang dilakukan lewat bahasa dan simbol, sehingga pihak yang menjadi sasaran merasa tertekan bahkan terbelenggu.

Ruang digital seharusnya menjadi sarana dialog dan klarifikasi publik, namun saat lembaga kesehatan tidak aktif menjelaskan kondisi, maka ruang tersebut diisi oleh “rumor, prasangka, dan sinisme”. 

Dalam situasi seperti Sikka, tenaga medis yang sangat dibutuhkan, malah menjadi korban keraguan dan serangan verbal, bukan dukungan.

Komunikasi Publik: Titik Lemah Lembaga Kesehatan

Mengapa situasi di RSUD Hillers meruncing? Krisis di RSUD dr. T.C. Hillers tidak hanya persoalan kekurangan tenaga medis, tetapi juga lemahnya strategi komunikasi publik kesehatan. 

Dalam konteks tata kelola lembaga publik, transparansi dan komunikasi efektif merupakan fondasi utama untuk menjaga kepercayaan publik. 

Ketika informasi tidak tersampaikan dengan baik, ruang digital akan dipenuhi oleh noise berupa spekulasi, keluhan, bahkan cyberbullying terhadap tenaga kesehatan. 

Banyak penelitian dan laporan menunjukkan bahwa salah satu faktor utama menurunnya kepercayaan publik terhadap layanan kesehatan adalah kurangnya komunikasi yang terbuka dan aktif dari institusi. 

Sebuah studi berjudul “Improving the Quality of Public Services to Build Public Trust in Service Providers of the Health Sector” (2024) menegaskan bahwa kualitas layanan yang kurang baik, disertai lemahnya komunikasi dan akuntabilitas lembaga, berkontribusi langsung terhadap menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penyedia layanan kesehatan.

Agar situasi seperti di RSUD dr. T.C. Hillers tidak berulang, rumah sakit daerah perlu memperkuat komunikasi publik dan transparansi layanan. 

Pertama, penting menjelaskan peran dokter residen dan mekanisme supervisi. 

Banyak masyarakat belum memahami bahwa residen bukan “dokter setengah jadi”, melainkan tenaga medis profesional yang berada di tahap akhir pendidikan spesialis. 

Berdasarkan Permenkes No. 72 Tahun 2016, dokter residen berhak memberikan pelayanan di bawah pengawasan dokter spesialis pembimbing. 

Edukasi ini penting karena, dalam teori komunikasi risiko (Covello & Sandman, 2001), ketakutan publik sering muncul akibat minimnya informasi, bukan bahaya nyata.

Kedua, rumah sakit perlu mengaktifkan kanal komunikasi resmi dan proaktif, bukan hanya merespons saat krisis. 

Contoh praktik baik terlihat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, yang secara rutin membagikan informasi publik melalui situs resmi dan media sosialnya. 

Pendekatan ini sejalan dengan Public Health Communication Model WHO (2024) yang menekankan “strategic transparency” sebagai dasar membangun kredibilitas. 

Laporan Edelman (2024) juga menegaskan bahwa keterbukaan dan komunikasi digital aktif berkontribusi pada meningkatnya kepercayaan publik terhadap institusi kesehatan. 

Kanal resmi memungkinkan rumah sakit mengontrol narasi dan mencegah misinformasi yang sering beredar di grup WhatsApp atau media sosial.

Ketiga, penting membangun forum dialog dan literasi kesehatan digital agar krisis kepercayaan berubah menjadi kemitraan warga. 

Rumah sakit dapat menggandeng tokoh masyarakat, organisasi profesi medis (IDI), dan media lokal untuk forum rutin seperti “Kulababong Sehat Sikka”, membahas layanan, kendala, dan solusi bersama. 

Ketika warga diajak menjadi bagian dari solusi, tumbuh rasa kepemilikan dan ruang digital pun menjadi arena saling memahami, bukan saling menyerang.

Berbagai contoh global menunjukkan efektivitas komunikasi publik dalam memulihkan kepercayaan. 

  • Di Kerala, India, strategi komunikasi krisis yang transparan dan berbasis komunitas membantu meningkatkan kepercayaan publik terhadap layanan kesehatan (WHO India, 2023). 
  • Di Rwanda, jaringan community health workers (CHWs) terbukti efektif menjembatani kesenjangan antara rumah sakit dan masyarakat pedesaan (PubMed, 2023). 
  • Model semacam ini bisa diadaptasi oleh RSUD Hillers dan Pemkab Sikka untuk membangun komunikasi publik yang sistematis, empatik, dan berkelanjutan.

Etika Komunikasi Digital dan Implikasinya

Masyarakat kini memiliki kanal yang kuat: media sosial, grup WhatsApp, forum digital. 

Namun, belum semua pengguna paham bahwa ada batas antara kritik yang membangun dan serangan yang merendahkan. 

Menurut dokumen Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo) untuk tahun 2024, skor nasional berada di 43,34 dari skala maksimum 100.

Artinya, meskipun ada peningkatan, nilai tersebut masih berada dalam kategori “sedang” dan masih banyak wilayah yang tertinggal dalam literasi digital.

Menurut Undang-Undang ITE (UU No. 1 Tahun 2024) dan peraturan terkait, komentar yang menyerang kehormatan atau menyebarkan fitnah bisa diproses secara hukum. 

Ini bukan bermaksud membungkam kritik, tetapi menjaga agar kebebasan berekspresi tidak berubah menjadi pelanggaran moral dan sosial.

Dalam konteks RSUD Hillers, banyak komentar yang secara langsung menuding pihak manajemen, dokter residen, atau institusi tanpa klarifikasi ataupun ruang dialog. 

Akibatnya bukan hanya reputasi yang terganggu, tetapi layanan medis pun bisa terganggu karena semangat tenaga medis menurun atau mereka enggan bertugas.

Agenda Bersama ke Depan

Untuk memperbaiki layanan kesehatan dan komunikasi publik di Kabupaten Sikka, diperlukan sinergi antara pemerintah daerah, rumah sakit, media lokal, dan masyarakat. 

Pemerintah, melalui Dinas Kesehatan, perlu membentuk Tim Komunikasi Kesehatan Publik yang menerapkan standar Risk Communication and Community Engagement (RCCE) WHO. 

Tim ini menjembatani komunikasi antara rumah sakit, tenaga medis, dan warga, sekaligus memastikan transparansi data penting seperti jumlah dokter spesialis, residen, serta kebijakan insentif dan fasilitas yang tersedia. 

Keterlibatan tokoh adat, agama, dan masyarakat juga krusial untuk membangun kepercayaan di tingkat lokal.

Manajemen RSUD dr. T.C. Hillers dapat membentuk Desk Komunikasi Publik aktif di kanal resmi seperti situs web, media sosial, dan sesi tanya jawab langsung. 

Hal ini dilakukan untuk mengedukasi warga secara terbuka tentang peran dokter residen, tantangan tenaga medis, dan langkah perbaikan yang sedang dilakukan. 

Transparansi internal terkait insentif dan fasilitas juga penting untuk menjaga motivasi dan rasa aman dokter. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved