Opini

Opini: Konflik Israel-Palestina dan Dekontruksi Hati Nurani

Konflik keduanya sudah berlangsung lama, kurang lebih sudah seabad lamanya sejak setahun sebelum Israel mendeklarasikan kemerdekaannya. 

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Gebrile Mikael Mareska Udu. 

Tak dapat dimungkiri konflik Israel-Palestina yang telah menyengsarakan banyak masyarakat sipil mengindikasikan krisisnya “kemanusiaan” di antara kedua belah pihak. 

Hal tersebut bukan karena ulah rakyat kecil melainkan rendahnya komunikasi para pemimpin kedua pihak. 

Di sana tampaknya kemanusiaan menjadi urusan kedua setelah kepentingan politik. 

Tak pelak jalan keluarnya ialah kematian dan kesengsaraan. Lantas konflik Israel-Palestina menyiratkan betapa sejarah peradaban kita telah dirampok oleh kedurhakaan segelintir orang (baca: pemimpin). 

Peradaban kemanusiaan kita terpaku dalam kerangkeng ketamakan. Memang, kita tidak ada secara fisik menyaksikan ancaman kemanusiaan di balik konflik Israel-Palestina tetapi awan duka yang tersiar melalui pemberitaan media baik nasional maupun internasional telah menyentuh hati nurani kita. 

Meskipun kita juga tidak berada di dalam ruang pertemuan para pemimpin kedua pihak ketika merancang operasi maut membombardir beberapa titik di wilayah masing-masing pihak, namun tentunya kita bertanya dimanakah hati nurani mereka akan sesama manusia. 

Mengapa Tuhan begitu tega melahirkan orang-orang semacam ini? Mengapa Tuhan tidak mencabut nyawa mereka saja dibandingkan ribuan orang yang tak bersalah? Betapa manusia bangga bisa “mengkloning” sesamanya.

Patut diakui bahwa dunia dewasa ini telah menjadi “rahim” bagi kematian yang terjadi di sepanjang waktu. 

Tatkala pola kekuasaan, politik, pemerintahan, kebudayaan, dengan seenaknya menjungkalkan nurani, ia serentak kehilangan kesempatan yang paling mulia untuk mendedikasikan diri pada kemanusiaan— selain kepada kepongahan dan kerakusan yang berujung kematian. 

Betapa jelas semua ini telah mewarnai kehidupan umat manusia di seluruh dunia. 

Ketika politik dijalankan tanpa nurani, niscaya rakyat kecil yang dijadikan korban.

Konflik antara Israel dan Palestina sejatinya mengandung pesan kemanusiaan yang harus dimaknai oleh siapa pun. 

Pertama-tama, sebagai sesama ciptaan, penting untuk turut merasakan apa yang dirasakan oleh sesama dalam situasi apapun. 

Di sini hati nurani menjadi sarana penyeimbang rasa kemanusiaan di antara sesama manusia. 

Penderitaan yang dialami oleh masyarakat Israel-Palestina harus menjadi pengalaman menyakitkan bagi kita. 

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved