Opini

Opini: Sinergi Tri Pusat Pendidikan untuk Sekolah Aman

Data yang dihimpun oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan tren kekerasan yang makin mengkhawatirkan.

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI ALBERTUS MUDA
Albertus Muda 

Seorang guru mata pelajaran komputer tidak didengarkan siswanya bahkan ditendang (kupang.tribunnews.com, 22/9/2025). 

Peristiwa ini menegaskan bahwa sekolah telah menjadi ruang yang rawan bagi siapa pun, baik pendidik maupun peserta didik.

Membangun Ekosistem Aman

Dalam menghadapi situasi ini, kolaborasi tiga pilar utama pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat menjadi sangat penting. 

Konsep Tri Pusat Pendidikan yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara dan ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menegaskan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama.

Pertama, keluarga merupakan pendidik pertama dan utama. Di rumah, anak belajar nilai dasar seperti kasih, disiplin, empati, dan tanggung jawab. 

Orang tua perlu memberi teladan dan komunikasi yang terbuka agar anak merasa aman berbicara tentang masalah yang mereka alami di sekolah.

Kedua, sekolah berperan menciptakan lingkungan belajar yang ramah, aman, dan bebas kekerasan. 

Guru bukan hanya pengajar, tetapi juga pelindung dan pembimbing karakter. 

Program seperti Sekolah Ramah Anak dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dapat dijadikan model penerapan budaya positif dan pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah.

Ketiga, masyarakat berperan sebagai pendukung ekosistem pendidikan. Tokoh agama, pemuda, dan lembaga sosial bisa berkolaborasi dengan sekolah untuk menanamkan nilai moral, sosial, dan budaya lokal yang menghargai perbedaan serta menolak kekerasan.

Sekolah yang Memerdekakan

Kolaborasi yang sinergis antara keluarga, sekolah, dan masyarakat akan membentuk sistem komunikasi yang kuat dan saling menguatkan. 

Ketika semua pihak merasa memiliki tanggung jawab yang sama, maka budaya saling menghormati akan tumbuh, dan kekerasan tidak lagi dianggap sebagai hal biasa dalam dunia pendidikan.

Sekolah seharusnya menjadi ruang yang memerdekakan, tempat anak tumbuh dengan bahagia, berpikir kritis, dan berani menghargai perbedaan. 

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved