Opini
Opini: Menata Ulang Pandangan tentang Makanan Ultra-Proses
Informasi yang utuh membantu konsumen membuat pilihan dengan kepala dingin, bukan dengan rasa takut.
Oleh: Paulus Risan Funan Lalong
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
POS-KUPANG.COM - Perdebatan tentang makanan ultra-proses kerap terbelah, sementara penerapan klasifikasi NOVA menimbulkan kebingungan, sehingga masyarakat butuh klasifikasi yang objektif dan jelas.
Selama ini perdebatan tentang makanan ultra-proses sering terjebak pada dua kutub: ada yang ingin melarang semua produk olahan dan ada yang menganggap kekhawatiran itu suatu yang berlebihan.
Di tengah tarik-menarik itu, suatu sistem pengklasifikasian bernama NOVA banyak dipakai untuk mengelompokkan makanan berdasarkan tingkat prosesnya.
Baca juga: Opini: Budaya Bisik-bisik di Lingkaran Kekuasaan
Namun praktik di lapangan menunjukkan masih ada “kebingungan”. Beberapa produk yang sebenarnya bergizi tetap dicap buruk, sementara yang jelas berisiko bisa luput.
Kita butuh cara menilai yang lebih adil, jelas, dan berguna bagi masyarakat.
Pertama, cara menilai sebaiknya tidak berhenti pada “seberapa jauh makanan diproses”. Yang lebih penting adalah dampaknya terhadap gizi dan kesehatan.
Proses tertentu memang bisa menurunkan kualitas zat gizi, tetapi ada juga yang justru meningkatkan keamanan atau menambah manfaat, misalnya melalui fortifikasi, fermentasi, atau penambahan serat larut.
Karena itu, data komposisi dan daftar bahan yang transparan perlu menjadi dasar penilaian, agar label tidak sekadar menjadi stempel yang menakutkan.
Kedua, pendekatan hibrida lebih masuk akal. Dimensi “tingkat proses” dari NOVA sebaiknya dipadukan dengan penilaian mutu gizi seperti kandungan gula, garam, lemak jenuh, serat, dan protein.
Kombinasi keduanya memberi gambaran lebih lengkap: ada produk yang diproses berat tetapi tetap bernilai gizi baik, ada yang prosesnya sederhana tetapi miskin gizi, dan ada yang jelas perlu dibatasi.
Informasi yang utuh membantu konsumen membuat pilihan dengan kepala dingin, bukan dengan rasa takut.
Ketiga, tidak semua makanan ultra-proses punya risiko yang sama. Bukti riset menempatkan minuman bergula dan daging olahan pada kelompok risiko tinggi.
Di sisi lain, yoghurt rendah gula atau sereal gandum utuh yang difortifikasi bisa netral atau bermanfaat bila dikonsumsi wajar.
Dengan membedakan tingkat risiko, kebijakan pemerintah bisa lebih tepat sasaran: mengendalikan yang berisiko tinggi, sambil memberi koridor jelas untuk produk yang masih berguna.
Keempat, konteks budaya tidak boleh diabaikan. Di Indonesia, pangan tradisional seperti tempe dan tahu adalah hasil pengolahan, tetapi telah lama berperan penting bagi gizi keluarga.
Industrialisasi yang menjaga mutu dan keamanan seharusnya tidak otomatis disamakan dengan formulasi modern yang hanya mengejar rasa lewat banyak aditif.
Menilai dengan adil berarti menghormati ilmu dan kearifan lokal sekaligus.
Terakhir, teknologi dapat memperjelas arah. Kecerdasan buatan bisa membantu membaca data label dan komposisi secara konsisten, sementara penelitian biomarker dan mikrobiota usus menghubungkan apa yang terjadi di pabrik dengan apa yang terjadi di tubuh.
Pada akhirnya, kolaborasi peneliti, tenaga kesehatan, pemerintah, dan pelaku industri diperlukan agar klasifikasi tidak lagi membingungkan, melainkan menjadi panduan nyata untuk belanja yang lebih bijak dan hidup yang lebih sehat. (*)

Sumber: theunbiasedscipod (Klasifikasi Sistem NOVA)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Paulus Risan Funan Lalong
makanan ultra-proses
makanan dan minuman
Institut Pertanian Bogor
Opini Pos Kupang
Unika Widya Mandira Kupang
POS-KUPANG.COM
Opini: Budaya Bisik-bisik di Lingkaran Kekuasaan |
![]() |
---|
Opini: Menjaga Hak Kolektif Melalui Regulasi Musik Malam |
![]() |
---|
Opini: Sakti Pancasila Teguh Iman, GMIT Menapaki Tugas Besar di Tanah Timor |
![]() |
---|
Opini: Pancasila Abadi dalam Spirit Flobamora |
![]() |
---|
Opini: Efektivitas Pemanfaatan PAD NTT, Saatnya Mengembalikan Anggaran ke Rakyat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.