Opini

Opini: Membuka Ruang Sosial yang Setara Bagi Perempuan Dalam Adat Manggarai

Adat Manggarai di Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah warisan budaya yang kaya dengan nilai kebersamaan, musyawarah, dan ikatan kekeluargaan. 

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI ANATOLIA R HAJUM
Anatolia Rosita Hajum 

Sesungguhnya, adat Manggarai memiliki nilai dasar yang dapat dipakai untuk mendorong keterlibatan perempuan. 

Dalam lonto leok, semua orang duduk melingkar tanpa kursi khusus, melambangkan kesetaraan. 

Pepatah adat mengatakan: “Teing hang, teing woja, teing curup, teing cama” yang berarti “semua sama, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah.”  

Jika nilai ini dihidupi secara konsisten, maka perempuan juga seharusnya punya hak bicara. 

Selain itu, banyak cerita rakyat Manggarai menggambarkan perempuan sebagai sosok bijak, bahkan penentu keputusan keluarga. 

Misalnya, dalam beberapa legenda lokal, ibu dianggap sebagai penjaga kehidupan sekaligus penasihat keluarga. 

Sudah saatnya adat Manggarai ditafsirkan ulang agar sejalan dengan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan. 

Membuka ruang setara bagi perempuan bukan berarti melawan adat, tetapi justru menghidupi roh sejati adat Manggarai: kebersamaan, musyawarah, dan keadilan. 

Perempuan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan adat. Jika perempuan diberi ruang bicara, adat Manggarai tidak akan kehilangan jati dirinya. 

Sebaliknya, ia akan semakin hidup, relevan, dan kuat sebagai warisan yang dibanggakan oleh generasi mendatang. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved