Opini

Opini: Transformasi Pendidikan yang Membumi 

Persoalannya, bagaimana menjadikan Muspas menghasilkan pemikiran membumi dan penerapan yang berdampak? 

Editor: Dion DB Putra
DOK POS-KUPANG.COM
Robert Bala 

Penegasan ini tidak sekadar angan. Di masa lalu, peran gereja dalam pendidikan menjadi sangat penting dan telah diakui jejak historis dengan pengaruh yang besar hingga kini.  

Inilah reputasi panjang dalamnya terdapat tradisi akademik, jaringan alumni, dan reputasi yang kuat yang membuatnya kian kokoh saat ini. 

Kesaksian sejarah juga memberikan pengakuan, dalam proses pendidikan sekolah, gereja (masa lalu) sangat mengedepankan pendidikan karakter, kedisiplinan, etika, dan kepemimpinan. 

Pola ini menyebabkan para lulusan tidak saja terkenal oleh kadar intelektualitasnya tetapi juga memiliki kepribadian yang matang. Inilah yang disebut kurikulum holistik. 

Tidak hanya itu. Terobosan misi di masa lalu mengiirmkan siswa-siswi terbaik mengenyam pendidikan baik dalam maupun luar negeri tidak bisa dianggap sebagai hal kecil. 

Benih-benih itu kemudian lahir dan bertumbuh dari berbagai daerah sebagai sebuah kekuatan dengan daya pengaruh yang sangat besar terasa. 

Bila dikaji dalam perspektif ini maka persis hal ini menjadi sebuah celah yang cukup besar saat ini. 

Sangat terasa bahwa komitmen mendapatkan guru dan tenaga pendidikan berkualitas merupakah celah yang dengan mudah dideteksi. 

Selain itu, tenaga profesional kerap tidak bisa dijaga dan dirawat karena setelah ikatan dinas (kalau disekolahkan gereja), kemudian mereka segera melangkah menjadi ASN. 

Sebuah aksi ‘lompat pagar’ yang patut disesali tetapi kata Marian Wright Edelman, pendidikan ada untuk meningkatkan kehidupan (improving the lives) dan tidak sekadar memberikan janji nirwana. 

Berjalan Bersama 

Untaian keprihatinan akan sekolah katolik mendorong beberapa pemikiran berikut. Hanya dengan demikian Muspas bisa lebih membumi oleh beberapa alternatif solusi. 

Pertama, pendidikan perlu mengambil peran seperti garam (dan terang dunia). Peranan garam dalam membuat rasa pada makanan tidak mesti hadir secara kasat mata tetapi menyelinap dan memengaruhi dunia dari dalam. 

Komitmen tiap paroki menyekolahkan siswa terbaik menjadi guru dan komitmen menyokong dengan kehidupan yang pantas akan menjadi bak garam yang membuat dinamika kehidupan menjadi berbeda. 

Guru-guru profesional seperti ini tidak saja diharapkan bekerja di sekolah formal tetapi melalui kekuatan digital yang dikuasai dapat menginspirasi lebih banyak orang. 

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved