Breaking News

Opini

Opini: Demokrasi dalam Kebijakan Tong Sampah

Pajak dinaikkan di sisi lain memberatkan rakyat, sementara ruang fiskal lain justru dihamburkan untuk fasilitas pejabat. 

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI MARINI SARI DEWI SEGER
Marini Sari Dewi Seger 

Di titik ini, saya teringat dengan Clifford Geertz dalam karyanya Theatre State, bahwa negara adalah panggung, di mana naskah sering kali tidak ditulis oleh rakyat, tetapi oleh segelintir aktor yang ingin terus berdiri di bawah cahaya lampu. 

Kebijakan hadir bukan sebagai jawaban, melainkan sebagai pertunjukan.

Fenomena ini tidak hanya sekedar kegagalan institusional tetapi lebih dari itu, ini adalah krisis etika dalam pembuatan kebijakan publik. 

Cara berpikir tong sampah yang menjelma sehari-hari dalam ruang birokrasi. 

Seruan #ResetIndonesia adalah pucak kejenuhan akan kebijakan publik dengan logika Garbage Can. 

Kesadaran akan logika tong sampah justru penting sebagai alarm, membuat kita sadar kebijakan sering kali tidak lahir dari rasionalitas murni, melainkan dari kontestasi kepentingan, ketersediaan solusi siap pakai, dan momentum politik. 

Mencari Jalan Keluar

Dalam tong sampah berbagai benda bercampur tanpa keteraturan, tetapi dalam bernegara kita tidak bisa membiarkan kebijakan bercampur tanpa arah. 

Negara bukan wadah kebetulan, melainkan ruang yang harus diisi dengan rasionalitas, keadilan, dan keberpihakan pada rakyat. 

Lantas, adakah jalan keluar dari kebijakan tong sampah ini? Tentu saja ada.

Pertama, rekonstruksi mekanisme partisipasi publik menjadi hal mendesak. 

Kebijakan publik harus dikomunikasikan secara transparan, dengan ruang deliberasi yang memberi suara pada kelompok rentan. 

Tanpa partisipasi publik yang bermakna, masalah rakyat akan terus kalah oleh solusi yang elitis. 

Kedua, perlu penguatan akuntabilitas politik

Para aktor tidak bisa semena-mena mengeluarkan kebijakan publik tanpa mekanisme kontrol yang kuat dari masyarakat sipil, media, maupun lembaga pengawas anggaran. Pengawasan yang lemah adalah pupuk subur bagi kebijakan absurd. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved