Opini
Opini: Demokrasi dalam Kebijakan Tong Sampah
Pajak dinaikkan di sisi lain memberatkan rakyat, sementara ruang fiskal lain justru dihamburkan untuk fasilitas pejabat.
Di titik ini, saya teringat dengan Clifford Geertz dalam karyanya Theatre State, bahwa negara adalah panggung, di mana naskah sering kali tidak ditulis oleh rakyat, tetapi oleh segelintir aktor yang ingin terus berdiri di bawah cahaya lampu.
Kebijakan hadir bukan sebagai jawaban, melainkan sebagai pertunjukan.
Fenomena ini tidak hanya sekedar kegagalan institusional tetapi lebih dari itu, ini adalah krisis etika dalam pembuatan kebijakan publik.
Cara berpikir tong sampah yang menjelma sehari-hari dalam ruang birokrasi.
Seruan #ResetIndonesia adalah pucak kejenuhan akan kebijakan publik dengan logika Garbage Can.
Kesadaran akan logika tong sampah justru penting sebagai alarm, membuat kita sadar kebijakan sering kali tidak lahir dari rasionalitas murni, melainkan dari kontestasi kepentingan, ketersediaan solusi siap pakai, dan momentum politik.
Mencari Jalan Keluar
Dalam tong sampah berbagai benda bercampur tanpa keteraturan, tetapi dalam bernegara kita tidak bisa membiarkan kebijakan bercampur tanpa arah.
Negara bukan wadah kebetulan, melainkan ruang yang harus diisi dengan rasionalitas, keadilan, dan keberpihakan pada rakyat.
Lantas, adakah jalan keluar dari kebijakan tong sampah ini? Tentu saja ada.
Pertama, rekonstruksi mekanisme partisipasi publik menjadi hal mendesak.
Kebijakan publik harus dikomunikasikan secara transparan, dengan ruang deliberasi yang memberi suara pada kelompok rentan.
Tanpa partisipasi publik yang bermakna, masalah rakyat akan terus kalah oleh solusi yang elitis.
Kedua, perlu penguatan akuntabilitas politik.
Para aktor tidak bisa semena-mena mengeluarkan kebijakan publik tanpa mekanisme kontrol yang kuat dari masyarakat sipil, media, maupun lembaga pengawas anggaran. Pengawasan yang lemah adalah pupuk subur bagi kebijakan absurd.
Marini Sari Dewi Seger
Universitas Nusa Cendana
Demokrasi
POS-KUPANG.COM
Kebijakan Publik
akuntabilitas politik
Opini Pos Kupang
etika politik
Opini - Sopi, Moke dan Angin Politik: Mabuk dalam Tiga Lapisan Refleksi Amsal 31:1–9 untuk NTT |
![]() |
---|
Opini: Signifikansi Perbaikan Tingkat Keterwakilan Anggota Legislatif Kita |
![]() |
---|
Opini: Janji Manis Sang Pengemis Kekuasaan |
![]() |
---|
Opini: Frustrasi Melahirkan Anarki, Benarkah Demokrasi Kita Telah Gagal? |
![]() |
---|
Opini: Maulid Nabi dan Tantangan Pendidikan Karakter di Indonesia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.