Opini

Opini: Manajemen Risiko sebagai Fondasi Kampus Berdampak di Nusa Tenggara Timur  

Tanpa manajemen risiko yang sistematis, kampus akan selalu berada dalam posisi rentan: terhadap krisis keuangan

|
Editor: Sipri Seko
DOKUMENTASI PRIBADI DEFORD N LAKAPU
Deford Nasareno Lakapu 

Potensi sumber daya manusia lokal yang kreatif dan adaptif, dukungan kebijakan pusat yang terus mengalir, serta posisi strategis NTT sebagai gerbang Indonesia Timur adalah modal besar yang tidak boleh diabaikan.

 Namun, semua potensi itu akan rapuh jika fondasi manajemen risiko diabaikan. Krisis keuangan dapat memutus keberlanjutan program, konflik internal dapat menggerus kepercayaan publik, bencana alam dapat menghentikan operasional kampus jika tidak ada strategi mitigasi yang matang.

Oleh karena itu, sudah saatnya manajemen risiko diposisikan bukan sebagai beban administratif, tetapi sebagai budaya organisasi yang hidup di setiap lini kampus NTT.

Setiap pengambilan keputusan, setiap perencanaan program, hingga setiap langkah strategis harus melewati lensa risiko: apa yang mungkin terjadi? bagaimana dampaknya? apa langkah mitigasinya?

Jika paradigma ini dapat ditanamkan sejak dini, maka visi kampus berdampak yang dicanangkan Kemdiktisaintek bukan hanya jargon, tetapi kenyataan yang dirasakan masyarakat NTT.

Perguruan tinggi bukanlah menara gading yang berdiri sendiri, tetapi simpul strategis dalam ekosistem pembangunan daerah.

Ketika manajemen risiko diterapkan secara konsisten dan adaptif, maka kampus-kampus di NTT akan lebih siap menjawab tantangan zaman, lebih tangguh menghadapi perubahan kebijakan, dan lebih relevan dalam mencetak lulusan yang tidak hanya cerdas, tetapi juga resilien menghadapi kompleksitas dunia kerja. 

Di sinilah letak pentingnya menjadikan manajemen risiko sebagai fondasi bukan pelengkap dalam membangun masa depan pendidikan tinggi di Nusa Tenggara Timur.

Akhirnya, di dunia modern saat ini risiko tidak lagi dihindari, ia harus diukur, dipetakan, dan dikelola. Transparansi adalah bentuk mitigasi paling awal. Kampus yang berani mengungkapkan rasio dosen doktor rendah, angka DO tinggi, atau ketergantungan keuangan pada satu sumber saja, justru membuka jalan bagi bantuan dan kolaborasi.

Sebaliknya, menyembunyikan risiko adalah resep kegagalan yang ditunda. Seperti pepatah Latin, Periculum in mora “bahaya ada dalam penundaan.”

Baca berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE.NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved