Opini
Opini: Hamba yang Mulia Berikan Aku Sedekah Keadilan
Hari ini rakyat turun ke jalan menyampaikan berita duka cita bahwa sila kelima telah meninggal dunia.
Di negeri kita setiap pejabat menggunkana mobil senilai senilai 1 miliar. Tunjangan a sampai z hingga sempoyongan menabrak tumpukan tunjangan yang begitu banyak.
Sementara negara mengalami tekor dan tunggakan utang yang dibayar dari generasi ke generasi.
Syarat ketiga, belajarlah menerima penderitaan sebagai takdir dan bersabarlah hingga rasa kesabaran itu memangsai Anda sendiri. Sebab, bila Anda berteriak sekadar menagih sedekah keadilan, maka akan ditimpuk oleh negara melalui pentungan polisi.
Padahal, baju, tameng, dan pentungan yang digunakan untuk memukulmu adalah uang darimu juga. Alangkah lucu negeri yang ngeri ini.
Tak kalah keren. Mereka selalu beralibi dua rangkap.
Di permukaan begitu santun dengan istilah efisiensi, tetapi pada lapisan paling dalam mengandung motif memeras rakyat untuk menaikkan gaji mereka.
Efisiensi hanya berlaku bagi rakyat yang sudah mulai melarat ini, ekonomi sekarat.
Anda boleh bayangkan, sebagian besar pejabat dan anggota dewan memiliki pesawat jet pribadi, kapal pesiar, rumah di mana-mana atau di mana-mana ada rumah. Tetapi, itu seolah milik mereka yang datang dari langit lain.
Efisiensi tanpa diimbangi transprasi, maka hanya menghasilkan ironi. Kabinet makin jumbo dan kolega politik yang beranak pinak dalam tim sukses mengelilingi tungku kekuasaan.
Ada wakil menteri, ada utusan khusus, ada staf khusus, ada urusan khusus, dan ada yang khusus urus usus yang tidak sedikit menghabiskan uang negara.
Masih saja bertingkah aneh. Rakyat sering tersedak oleh pernyataan mereka yang menyakitkan.
Dalam sebuah acara Metro Televisi, Deddy Sitorus menolak untuk disamakan dengan masyarakat berpenghasilan rendah seperti tukang becak atau buruh, yang ia sebut sebagai "rakyat jelata".
Ia menilai perbandingan antara gaji DPR dengan UMR sebagai hal yang tidak setara, bahkan menyebutnya “sesat logika”.
Ia malah meminta agar gaji mereka setara dengan direksi BUMN, bukan dengan pekerja berupah UMR.
Sahroni menyebut Anda sebagai orang tolol sedunia. Izinkan saya bertanya kepada hamba yang mulia, siapa sih Anda ini?
Bukankah Anda hanya wakil rakyat? Sedangkan majikanmu adalah rakyat. Siapakah yang mengantar ente ke kursi DPR? Bukankah buruh bangunan, petani, nelayan, tukang becak yang kau ejek itulah yang mengantarmu ke sana?
| Opini: Neka Hemong Kuni agu Kalo- Salinan Kerinduan dalam Mimbar Filosofis |
|
|---|
| Opini: Dari Cogito Ergo Sum ke Aku Klik Maka Aku Ada |
|
|---|
| Opini: Satu Data untuk Kemajuan Nusa Tenggara Timur |
|
|---|
| Opini: Pergeseran Makna Manusia sebagai Makhluk Politik, Dari Polis ke Platform |
|
|---|
| Opini: Manusia, Makhluk yang Tak Pernah Selesai Berbahasa |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.