Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Albert Aquinaldo
POS-KUPANG.COM, ENDE – Rencana Pemerintah Kabupaten Ende untuk membongkar bangunan dan lapak di sepanjang garis sempadan pantai dari Pantai Kota Raja hingga Pantai Ndao, Kecamatan Ende Utara, terus menuai penolakan dari warga dan pedagang kaki lima.
Mereka mengaku keberatan jika harus direlokasi dari kawasan yang telah menjadi sumber utama penghidupan mereka selama bertahun-tahun.
Abdul (47), salah satu pemilik kios sembako di pesisir Pantai Ndao, menyampaikan kekecewaannya terhadap rencana relokasi yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat kecil.
“Kalau digusur kami mau ke mana? Kami belum mau direlokasi, karena di sini tempat kami mencari makan,” ujarnya, Selasa (5/8/2025).
Baca juga: Hiparkus Hepi Siap Sukseskan Ende Terang
Ayah delapan anak ini mengungkapkan, dua anaknya saat ini tengah menempuh pendidikan di perguruan tinggi, sementara yang lainnya masih duduk di bangku SD dan SMP.
Ia mengandalkan hasil usahanya di lokasi tersebut untuk membiayai pendidikan anak-anak serta melunasi cicilan bank.
“Saya ini anak delapan orang, dua kuliah, yang lain masih sekolah. Saya juga masih ada cicilan di Bank BRI Potulando. Kalau direlokasi, bagaimana saya mau bayar itu semua?” keluh Abdul.
Ia bahkan mengaku mengalami stres berat setelah menerima surat pemberitahuan pembongkaran pada Jumat, 1 Agustus 2025 lalu.
“Saya terima surat itu, dua malam tidak bisa tidur. Saya terus berpikir, anak-anak ini bagaimana sekolah dan kuliahnya,” kata Abdul lirih.
Meski begitu, Abdul bersedia direlokasi sementara apabila memang pembongkaran dilakukan untuk penataan ulang, namun ia meminta agar nantinya tetap bisa kembali berdagang di kawasan sekitar Pantai Ndao.
Baca juga: Jelang Final Piala Bupati Ende, Banner Kembalikan ETMC ke Ende Hiasi Stadion Marilonga
“Bapak Bupati, kami ini rakyat susah. Kalau mau dibongkar untuk penataan tidak apa-apa. Tapi kalau dipindahkan selamanya, kami tidak bisa,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Leni Aryani, pemilik warung makan dan kios yang sudah berjualan di sekitaran Pantai Ndao sejak tahun 2018.
Leni mengaku enggan meninggalkan lokasi yang telah menjadi tumpuan hidup keluarganya.
“Kalau datang gusur, kami tidak akan tinggal diam. Ini lapangan pekerjaan kami. Kami tidak mau keluar dari sini,” ujar Leni tegas.
Menurut Leni, sebaiknya pemerintah melakukan penataan agar kawasan tersebut terlihat lebih rapi, bukan langsung menggusur dan memindahkan para pedagang.
“Kalau dipindahkan, kami tidak mampu bayar tagihan bank. Pendapatan di tempat baru belum tentu seperti di sini,” tambahnya.
Leni juga mempertanyakan kebijakan yang dinilainya tidak adil karena hanya menyasar lapak pedagang, sementara pemukiman warga di dekat SMA Ndao dan wilayah lain seperti Mbomba, Berai, hingga Nangapanda tidak tersentuh tindakan serupa.
“Kalau ini memang sempadan pantai, kenapa cuma kami pedagang yang digusur? Yang tinggal di depan SMA Ndao dan tempat lain dibiarkan saja?” tanyanya.
Ia menegaskan sebelum melakukan pembongkaran, pemerintah seharusnya berdialog dengan masyarakat terdampak.
“Kami minta Pak Bupati duduk bicara dulu dengan kami. Jangan langsung ambil tindakan,” harap Leni.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Ende, Mustaqim Mberu, menyatakan pembongkaran bangunan dan lapak di sempadan pantai telah direncanakan sejak Senin, 4 Agustus 2025.
Namun pelaksanaan ditunda karena warga meminta bertemu langsung dengan Bupati untuk menyampaikan aspirasi.
“Rencana pembongkaran sudah dijadwalkan kemarin. Tapi warga masih keberatan dan ingin bertemu Pak Bupati,” ujar Mustaqim, Selasa (5/8/2025).
Ia menegaskan keberadaan bangunan dan lapak tersebut melanggar aturan karena berdiri di atas garis sempadan pantai yang seharusnya bebas dari pembangunan.
Pemerintah, kata Mustaqim, telah memberikan teguran, peringatan, dan bahkan tawaran relokasi ke terminal Ndao serta pasar tradisional di Kota Ende. Namun semua upaya tersebut ditolak warga.
“Kita sudah berikan opsi pemindahan, tapi tetap ditolak. Sampai saat ini warga masih belum bersedia,” jelasnya.
Mustaqim menjelaskan langkah pembongkaran ini bukan sekadar penertiban, melainkan bagian dari upaya penyelamatan masyarakat dari bahaya abrasi.
“Air laut sudah berada persis di belakang bangunan warga. Itu sangat berisiko. Kita ingin menyelamatkan mereka sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” jelasnya.
Pemerintah Kabupaten Ende juga telah mengajukan proposal pembangunan turap penahan abrasi ke pemerintah pusat. Namun, pembangunan baru bisa dilakukan jika lokasi telah dibersihkan dari bangunan warga dan pedagang.
“Kami sudah ajukan ke pusat, tapi syarat utama untuk pembangunan turap adalah area harus bersih. Kalau tidak, pembangunan tidak bisa dilakukan,” tegas Mustaqim.
Ia menambahkan penataan kawasan pesisir ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk melindungi masyarakat dari dampak perubahan iklim serta kerusakan lingkungan di kawasan pesisir selatan Kabupaten Ende. (bet)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS