Setelah dilakukan pengaturan zonasi pengelolaan, akan dilakukan alokasi kawasan untuk kepentingan perlindungan sistem penyangga kehidupan serta pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya pada zona inti dan zona rimba.
Sisi lain aktifitas masyarakat selama ini akan diakomodasi dan dimungkinkan secara legal melalui alokasi zona tradisional, zona religi dan zona pemanfaatan.
"Tidak semua bagian kawasan akan dijadikan sebagai zona pemanfaatan untuk kepentingan wisata. Dalam proses pengaturan zonasi akan dilakukan upaya konsultatif dengan semua unsur masyarakat termasuk masyarakat adat dan pemerintah melalui konsultasi publik," ujarnya.
Menurut Arief, upaya konsultasi telah dilakukan saat dilakukan kegiatan evaluasi kesesuaian fungsi Cagar Alam maupun secara terbatas pada saat penelitian oleh tim Terpadu.
"Namun tentu tidak dapat menafikan sebagian masyarakat yang masih belum menerima inisiatif perubahan fungsi. Pemerintah menghormati pendapat setiap warga masyarakat," kata dia.
Dia menjelaskan, perubahan fungsi hutan lindung Mutis Timau dan Cagar Alam Mutis Timau dilakukan dengan menempuh prosedur sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, serta Penggunaan Kawasan Hutan khususnya pasal 327 sampai dengan pasal 341.
Pada aturan itu, proses perubahan fungsi kawasan hutan berdasarkan usulan perubahan fungsi lawasan jutan secara parsial untuk kawasan hutan lindung dan kawasan jutan produksi diajukan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan oleh Gubernur, sedangkan perubahan fungsi Kawasan Hutan Konservasi diajukan oleh pengelola dalam hal ini Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.
Dalam hal ini usulan perubahan fungsi masing-masing kawasan hutan tersebut telah diajukan oleh pihak yang berwenang yaitu Surat Plt. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor S.1189/KSDAE/PKK/KSA.1/10/2022 tanggal 1 Oktober 2022 diusulkan Perubahan Fungsi Cagar Alam Mutis Timau Provinsi Nusa Tenggara Timur;
Kemudian Surat Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor BU.660/04/DLHK/I/2023 tanggal 13 Januari 2023 Perihal Usulan Perubahan Fungi Kawasan Hutan Lindung Mutis Timau Menjadi Taman Nasional. Khusus untuk usulan perubahan fungsi Cagar Alam menjadi Taman Nasional disyaratkan untuk dilengkapi dengan dokumen laporan evaluasi kesesuaian fungsi dari pengelola Kawasan Hutan Konservasi.
Evaluasi kesesuaian fungsi Cagar Alam Mutis Timau telah dilakukan pada tahun 2018 dengan rekomendasi diusulkan perubahan fungsinya menjadi Taman Nasional. Dalam proses Evaluasi Kesesuaian Fungsi, telah dilakukan pula tahapan konsultasi publik di Kabupaten Timor Tengah Utara dan Timor Tengah Selatan.
Permohonan tersebut selanjutnya ditelaah oleh Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) sesuai arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Menurut Arief, Taman Nasional Mutis Timau merupakan gabungan dari kawasan hutan yang sebelumnya merupakan kawasan lindung Mutis Timau terletak di Kabupaten Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara seluas 66.473,83 hektar.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024, Hutan Konservasi meliputi Kawasan Suaka Alam (Cagar Alam dan Suaka Margasatwa) serta Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Hutan Raya).
"Jadi Taman Nasional dengan pola pengelolaannya yang menerapkan sistem zonasi juga tetap merupakan Hutan Konservasi," katanya.
Pada saat penataan zonasi secara partisiptif nanti, kata dia, kawasan yang sebelumnya merupakan Cagar Alam ini dapat menjadi zona inti Taman Nasional.