Ketiganya bersama sekitar 10 kader Partai Golkar menggelar konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta pada 12 Juli 2023. Lawrence mengatakan, diadakannya pernyataan sikap ini karena tidak jelasnya arah Golkar menjelang Pemilu 2024.
Dia menilai, hanya Partai Amanat Nasional (PAN) yang berpeluang berkoalisi dengan Golkar. Bersama PAN, Golkar dinilai pasti akan kalah dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Lawrence pun menilai, Airlangga yang dipilih sebagai bakal calon presiden Golkar untuk Pemilu 2024, tak kunjung bergerak.
Oleh karena itu, eksponen pendiri Partai Golkar mendorong agar segera dilakukan rapat pimpinan nasional (rapimnas), lalu Munaslub.
“Menggantikan Pak Airlangga dari ketua umum Partai Golkar untuk kebesaran dan kemajuan Partai Golkar,” ujar Lawrence.
Dalam konferensi pers itu, Lawrence secara simbolis juga menyerahkan surat terbuka eksponen pendiri Golkar kepada Ridwan Hisjam untuk diteruskan ke DPP Golkar.
Namun, wacana munaslub tersebut juga berhasil diredam oleh Airlangga didukung oleh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar se-Indonesia.
Sejumlah politikus senior Golkar juga dipanggil Dewan Etik termasuk Ridwan Hisjam.
Hanya saja, wacana munaslub belum berhenti dan masih bergulir hingga tahun 2024. Sehari sebelum menandatangani surat pengunduran diri, Airlangga diketahui menggelar rapat bersama Dewan Pakar.
Airlangga lantas membantah isu tentang akan digelarnya Munaslub Partai Golkar.
Menurut dia, Partai Golkar akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) sesuai jadwal pada Desember 2024.
"Tidak ada, tidak ada (Munaslub). Munas bulan Desember," ujar Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada 9 Agustus 2024.
Namun, pada 11 Agustus 2024, Airlangga mengumumkan pengunduran diri sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar melalui keterangan video.
Dalam pengumumannya tersebut, Airlangga menyampaikan bahwa surat pengunduran dirinya sudah diajukan secara resmi sejak Sabtu, 10 Agustus 2024 malam.
“Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim serta atas petunjuk Yang Maha Besar, maka dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai ketua Umum DPP Partai Golkar," ujar Airlangga dalam video yang diterima Kompas.com, Minggu.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu mengaku mundur demi menjaga keutuhan Partai Golkar dan menjamin stabilitas transisi pemerintahan yang akan segera berlangsung.
“Setelah mempertimbangkan dan untuk menjaga keutuhan Partai Golkar dalam rangka memastikan stabilitas transisi pemerintahan yang akan datang terjadi dalam waktu dekat,” katanya.
Isu Airlangga Dipanggil Kejagung
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengaku belum mendapatkan informasi soal pemanggilan eks Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Airlangga Hartarto terkait korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.
Selepas Airlangga mundur dari Ketum Partai Golkar, santer isu yang menyebut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu dipanggil Kejagung untuk diperiksa terkait kasus korupsi tersebut.
"Nah terkait pertanyaan apakah akan dilakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan, saya tegaskan bahwa kami sampai saat ini belum mendapatkan info soal itu. Kami baru mendapatkan info dari teman-teman media," kata Harli di Kejagung, Jakarta, Senin 12 Agustus 2024.
Namun, Harli memastikan akan memberikan informasi jika ada perkembangan terkait pemanggilan Airlangga.
"Kami berjanji bahwa, kalau memang ada perkembangan, kami akan segera melakukan update, clear ya," ujar dia.
Dalam kesempatan itu, ia memastikan setiap penanganan kasus di Kejagung tidak didasarkan pada politisasi hukum tetapi berdasarkan fakta dan bukti.
Selain itu, Kajegung tidak bekerja berdasarkan tekanan atau pengaruh politik tertentu.
"Tidak didasarkan pada tekanan atau pengaruh politik, tetapi murni dilakukan sebagai penegakan hukum," ucap dia.
Terkait isu yang beredar, Partai Golkar membantah Airlangga mundur akibat terjerat kasus korupsi ekspor CPO dan produk turunannya.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menegaskan, Airlangga memutuskan mundur karena masalah pribadi.
"Enggak lah (mundur karena terjerat kasus korupsi)," ujar Doli di kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Minggu 11 Agustus 2024 malam.
Dalam kasus korupsi izin ekspor CPO, Airlangga memang pernah diperiksa oleh Kejagung sebagai saksi pada 2023 lalu.
Kejagung menduga terdapat kebijakan yang ditengarai merugikan keuangan negara terkait fasilitas ekspor CPO dan krisis minyak goreng pada 2022 lalu.
Di perkara ini, sejumlah terdakwa telah mendapatkan vonis. Kejagung juga menetapkan tiga tersangka dari unsur perusahaan.
Ketiganya adalah Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Adapun kerugian negara akibat kasus izin ekspor CPO berdasarkan keputusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah Rp 6,47 triliun.
Kebutuhan Penyidikan
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap bahwa kewenangan memanggil Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai saksi tergantung kebutuhan penyidikan.
"Terhadap siapa saja dalam penanganan perkara akan dilakukan karena itu adalah kebutuhan penyidikan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar di kantornya, Jakarta, Senin 12 Agustus 2024.
Dia mengatakan penyidik yang mengetahui urgensi pemeriksaan saksi dalam suatu perkara.
Lebih lanjut, Harli enggan berasumsi soal peluang Airlangga kembali dipanggil dalam perkara korupsi tersebut.
Baca juga: Ikrar Nusantara Tuding Presiden Jokowi Tak Tahu Berterima Kasih ke Airlangga
Baca juga: Ini Jawaban Tegas Presiden Jokowi Pasca Airlangga Mundur dari Jabatannya
"Ya nanti kita lihat, seperti yang saya sampaikan tadi itu kebutuhan penyidik, jadi penyidik lebih memahami apa yang jadi kebutuhannya hingga menjadi satu peristiwa atau suatu perkara itu menjadi lebih terang," ungkap Harli.
Diketahui dalam kasus korupsi izin ekspor CPO, Airlangga memang pernah diperiksa oleh Kejagung sebagai saksi pada tahun lalu. Kejagung menduga terdapat kebijakan yang ditengarai merugikan keuangan negara terkait fasilitas ekspor CPO dan krisis minyak goreng pada 2022 lalu.
Kerugian negara akibat kasus izin ekspor CPO berdasarkan keputusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah Rp 6,47 triliun.
Adapun sejumlah terdakwa telah mendapatkan vonis dalam perkara ini. Kejagung juga menetapkan tiga tersangka dari unsur perusahaan yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. (*)
Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS