Di NTT Keterbukaan Informasi Publik Parah, ICW Gandeng LBH APIK NTT

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MEDIA BRIEFING -- LBH APIK NTT, ICW dan jurnalis dalam Media Brifieng terkait penelitian pelksanaan UU PerKI dan SLIP, Jumat (15/12) di Kupang.

Hasil penelitian tersebut, diberikan rekomendasi demi meningkatkan implementasi KIP. Pertama, rekomendasi berupa optimalisasi portal informasi publik yang aksesibel, yakni menyempurnakan dan memastikan portal IP yang lebih responsif dan aksesibel bagi semua, termasuk penyandang disabilitas. "Hal ini termasuk perubahan format dokumen agar sesuai dengan standar aksesibilitas difabel," katanya.

Kedua, pembuatan SOP mekanisme layanan informasi, perlu adanya standar operasional prosedur (SOP) yang jelas terkait mekanisme layanan IP. SOP ini akan membantu memastikan bahwa setiap tahap proses layanan informasi berjalan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

Baca juga: 96 Badan Publik Terima Penghargaan Keterbukaan Informasi Publik

Ketiga, revisi kebijakan yang selaras dengan standar layanan dengan cara melakukan revisi kebijakan, terutama mengganti Pergub 20/2021 dengan KepGub yang lebih selaras dengan PerKI 1/2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik. Revisi ini penting untuk memastikan bahwa regulasi yang ada sejalan dengan standar pelayanan informasi publik yang diberlakukan.

Keempat, penguatan kapasitas bagi SDM seperti melakukan penguatan kapasitas bagi semua pihak terkait, termasuk PPID Utama, PPID pelaksana, tim Pertimbangan, dan atau petugas pelayanan informasi publik. Pelatihan dan pendampingan perlu diberikan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan terkait layanan informasi publik.

"Dengan peningkatan keterbukaan informasi publik bagi semua lapisan masyarakat maka akan membawa dampak positif dalam mendukung partisipasi masyarakat serta memperkuat prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah," katanya.

Peneliti Dany menambahkan, tantangan yang dihadapi mereka seperti portal pengajuan permohonan tersedia, namun belum mendukung pengajuan keberatan. Juga, ketidaksesuaian perhitungan durasi permohonan informasi public sebagaimana yang diamanatkan oleh UU KIP. "Lambatnya respon dan koordinasi antara PPID dan dinas terkait dikarenakan beberapa PPID yang baru terbentuk sehingga masih dalam masa penyempurnaan, dokumen PBJ di PerKI tidak selaras dengan praktik lapangan dikarenakan banyak dokumen contohnya berita acara pemeriksaan hasil pekerjaan yang digabung dengan laporan penyelesaian pekerjaan," kata Dany.

Ada juga pejabat, OPD yang enggan memberikan dokumen dan belum menerapkan UU KIP. Format hardcopy dan tidak ramah difabel dikarenakan file yang diterima oleh badan publik pun berupa hard copy saja. "Koordinasi tidak efektif dan keengganan memberikan dokumen. Serta produk kebijakan yang bertentangan dengan semangat KIP yakni SK Gubernur No.37/HK/2020 yang mengklasifikasikan jenis dokumen BPJ dikecualikan," jelas Dany. (vel)

 

30 Kasus Korupsi di NTT

DEVISI Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW, Almas Sjafrina menjelaskan perjuangan dan peran ICW dalam memastikan implementasi UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan Peraturan Komisi Informasi (PerKI) No 1 tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP), di seluruh Indonesia termasuk di NTT.

"Ini advokasi panjang ICW dari tahun 2011. Sebab, kami cermati ada banyak sekali kasus korupsi di Indonesia berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa (BJ). Dan sebanyak 48 persen kasus koruspsi yang ditangani aparat penegak hukum berkaitan dengan BJ," jelas Almas.

Kajian tahun 2020 tentang trend penindakan kasus korupsi, demikian Almas, NTT masuk tiga besar sebagai daerah provinsi yang penindakan jumlah kasus korupsinya banyak. "Tapi dengan data ini tidak bisa serta merta menyimpulkan bahwa NTT adalah daerah paling korup. Karena bisa jadi urutan NTT ke 3 itu terjadi karena masyarakat atau tokoh publik telah aktif melaporkan kasus korupsi atau karena adanya komitmen APH dalam pemberantasan korupsi," katanya.

Almas Sjafrina (PK/HO)

Dirincikan Almas, dari 30 kasus korupsi dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 22,79 miliar itu, sebanyak 17 kasus itu lebih dari 60 persen terkait pengadaan BJ. Kasus dimaksud yakni jaringan irigasi di TTU, Alkes di RSU TTU, Pembangunan gedung Dinas Dukcapil, Kapal Penisi lembara dan BJ sekot pendidikan. "Melihat data ini, kita sangat miris. Anggaran pemerintah cukup pesar untuk pelayanan publik, pendidikan, kesehatan tapi di dalamnya terjadi korupsi," katanya.

Lebh lanjut lmas merincikan, dari 34 provinsi di Indonesia, ada 579 kasus korupsi yang ditangani aparat penegah hukum. Total Kerugian negaranya sebesar Rp 42.747.547.825.049, Suap dan Pungli Rp 705.282.920.034 dan Pencucian Uang Rp 955.980.000.000.

Untuk mencegah korupsi, menurut Almas, tidak cukup hanya dengan melakukan penindakan. Tapi mesti juga dilakukan pengawasan publik terkait pengawalan pengadaan BJ. Dan syarat utama agar publik bisa mengawasi pengadaan BJ yakni badan publik mesti transparan dalam memberikan informasi publik dan infromasi publik itu harus mudah diakses oleh publik termasuk pers.

Halaman
1234

Berita Terkini