Di NTT Keterbukaan Informasi Publik Parah, ICW Gandeng LBH APIK NTT

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MEDIA BRIEFING -- LBH APIK NTT, ICW dan jurnalis dalam Media Brifieng terkait penelitian pelksanaan UU PerKI dan SLIP, Jumat (15/12) di Kupang.

Germanus mengaku, apa yang dilakukan KI NTT belum maksimal sebab banyak kendala yang dihadapi. Kendala eksternal yakni terkait peraturan itu sendiri, pelemahan secara Sistemik KI oleh UU KIP, khususnya Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 29 ayat (4) tentang Kesekretariatan dan ayat (6) tentang Anggaran. Belum ada perda di kabupaten/kota, hingga lemahnya political will. "Tidak ada sinkronisasi daftar IP dan Daftar IP yang dikecualikan oleh yang dikeluarkan oleh Keputusan Gubernur Nomor 20/2021. Bahkan kebanyakan PPID di OPD lingkup Pemprov belum berfungsi sesuai amanat UU KIP," jelas Germanus.

Baca juga: Pemkab Sabu Raijua Gelar Bimtek PPID, Tingkatkan Pelayanan Informasi Publik

Selain itu, kendala internal yakni KI NTT masih minimnya sarana dan prasarana kantor. "Kami masih menggunakan pinjam pakai tiga ruangan Kantor Kominfo NTT," katanya. Belum lagi minimnya tenaga kesekretariatan sehingga staf mesti berperan ganda. "Tenaga sekretariatan kurang, kami berperan ganda, antar surat. Komisoner tidak hanya bekerja di belakang meja tapi juga kerja di jalan-jalan," ungkapnya.

Bahkan majelis komisioner dan mediator juga belum memiliki kapastitas yang maksimal. "Kami butuh penguatan kapasitas untuk Majelis Komisioner dan Mediator dan Penyusunan Putusan Sidang. Selama ini dalam menyelesaikan sengketa KI, kami belajar sendiri, autodidak atau learning by doing and doing by learning dalam rangka penguatan kapasitas kami," katanya.

Termasuk kendala klasik yakni minimnya anggaran. "Solusinya, kami melakukan pendekatan politis kepada Ketua dan Komisi I DPRD serta kepada Ketua TAPD, Sekretaris Daerah," kata Germanus.

Germanus berharap, ada rekomendasi yang bisa mendukung peningkatan implementasi UU KIP dan PerKI SLIP. Sekaligus bisa meningkatkan kapasitas SDM KI NTT. Germanus juga berharap kedepannya, ICW dan LBH APIK NTT bisa mendukung upaya terbaik untuk mengimplementasikan UU KIP dan PerKI SLIP di NTT, hingga peningkatan SDM KI NTT.

MEDIA BRIEFING -- LBH APIK NTT, ICW dan jurnalis dalam Media Brifieng terkait penelitian pelksanaan UU PerKI dan SLIP, Jumat (15/12) di Kupang. (POS KUPANG/NOVEMY LEO)

Sejumlah wartawan mengungkapkan, selama ini mereka kesulitan ketika ingin mengakses informasi publik terkait data-data dari sejumlah instansi pemerintah dan swasta. Jangankan untuk mendapatkan data dokumentasi atau data terkait anggaran proyek, untuk mewawancarai sejumlah kepada dinas, isntansi pemeirntah saja, tidak sedikit wartawan yang ditolak dengan berbagai alasan. "Jangankan minta data dokumen, untuk mewawancarai narasumber pejabat saja seringkali kami sulit diterima," kata Glori, wartawan dari salah satu media online di Kupang.

Terhadap keluhan warawan tersebut, Germanus mengatakan, kedepan masyarakat dan pers diharapkan terus gencar mengawasi pembangunan daerah dan ikut mengawasi kinerja lembaga publik yang menangani proyek-proyek fisik. Sebab masyarakat punya hak untuk mendapatkan informasi publik terkait data dokumen, proyek dan anggaran dari lembaga publik pemerintah dan swasta di NTT.

Bahkan tanpa diminta, demikian Germanus, sesuai UU KIP dan PerKI SLIP, lembaga publik dimaksud harus memberikan mengumumkan data itu secara berkala minimal 6 bulan sekali. Karena itu, jika ada lembaga publik yang menolak memberikan informasi publik kepada masyarakat atau pers, maka hal itu bsa disengketakan dan diadukan pada KI NTT.

"Jika Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan dan menerbitkan informasi publik secara berkala dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain akan dikenakan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 5 juta," kata Germanus. (vel)

 

LBH APIK Teliti 3 OPD

Direktris LBH APIK NTT, Ansi Rihi Dara mengatakan, penelitian yang dilakuan LBH APIK terhadap 3 OPD ini merupakan bagian dari kerjasama LBH APIK dengan ICW untuk melihat sejauhmana implementasi UU KIP dan PerKI SLIP di NTT. Dua peneliti LBH APIK yakni Dany Manu dan Adelaide Ratu Kore melakukan penelitian selama hampir 6 bulan pada 3 OPD melalui pejabat pengelola infomasi dokumentasi (PPID) Utama yaitu PPID Provinsi NTT dan Kota Kupang.

Yakni Dinas PUPR Provinsi NTT khususnya, peningkatan Jalan Bokong - Lelogama (Segmen 4) TA 2019. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTT, khususnya belanja ternak/ bibit ternak yakni benih ikan atau sarpras budidaya fin fish. Serta Dinas Kesehatan Kota Kupang yakni pengadaan bahan PMT pemulihan bagi balita gizi buruk.

Direktris LBH APIK NTT, Ansi Rihi Dara, SH (dok ana djukana)

Saat penelitian, Peneliti meminta dokumen yang meliput kontrak/ perjanjian kerja sama, kerangka acuan kerja, berita acara pemeriksaan hasil pekerjaan. "Keempat dokumen yang diminta ini merupakan dokumen yang sebenarnya wajib diberikan kepada publik, didasarkan UU KIP dan SLIP," katanya.

Hasilnya, jelas Ansi, DKP NTT memberikan dokumen publik yang diminta sesuai dengan durasi waktu yaitu 10 hari Kerja. "Sementara Dinkes Kota juga memberikan dokumen secara lengkap namun dengan proses yang lumayan lama dikarenakan adanya ketakutan penyalahan gunaan dokumen serta dibutuhkan beberapa klarifikasi terlebih dahulu. Sedangkan Dinas PUPR NTT memberikan dokumen secara lengkap setelah adanya mediasi sengketa informasi publik di KIP," ungkap Ansi.

Halaman
1234

Berita Terkini