Berita NTT

Kawal PPDB, Badan Musyawarah Perguruan Swasta NTT Temui Ombudsman RI Perwakilan NTT

Penulis: Oby Lewanmeru
Editor: Oby Lewanmeru
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DI OMBUDSMAN - Pengurus Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) NTT dan beberapa pimpinan SMA/SMK Swasta pose bersama Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton usai melakukan pertemuan, Rabu 31 Mei 2023.

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Dalam rangka mengawal pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB), Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) menemui Ombudsman RI Perwakilan NTT. 

Pertemuan BMPS NTT dan Ombusdman RI Perwakilan NTT berlangsung di Aula Kantor Ombusdman RI Perwakilan NTT,  Rabu 31 Mei 2023.

Hadir dalam pertemuan ini, Ketua Umum BMPS NTT, Winston Neil Rondo, S.Pt, Sekretaris Umum, Bonefasius Kia, S.Pd dan beberapa pengurus. Hadir langsung Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Darius Beda Daton, S.H serta beberapa pimpinan sekolah swasta antara lain Max A Mauk, S.Pd, M.M,  dari SMA Plus Masa Depan Mandiri dan Dra. B.A.S. Rattoecoreh dari SMK Wira Karya Kupang.

Pertemuan berlangsung kurang lebih 1 jam yang diawali dengan penyampaian kondisi dan persoalan sekolah swasta  ketika PPDB.

Ketua Umum BMPS NTT, Winston Neil Rondo, S.Pt saat itu mengatakan, jumlah sekolah swasta jenjang SMA/SMK khususnya di Kota Kupang berjumlah 43 sekolah. Terdapat  23 sekolah atau 53,49 persen sekolah dengan jumlah siswa dibawah 100 orang.

Baca juga: BMPS NTT Prihatin Dengar Jeritan Nasib Sekolah Swasta, Pemerintah Dinilai Langgar Juknis PPDB

"Terdapat 20 sekolah atau 46,51 persen sekolah dengan jumlah siswa diatas 101 orang peserta didik," kata Winston.

Mantan Ketua Komisi V DPRD NTT ini menjelaskan, apabila dicermati lebih rinci,maka terdapat 14 sekolah atau (32,56 perse) dengan total jumlah peserta didiknya kurang dari 50 orang dari 43 sekolah swasta keseluruhan di Kota Kupang. Bila dikurangi dengan peserta didik yang ditamatkan tahun pelajaran 2022/2023 ini maka jumlah peserta didik akan semakin berkurang. 

"Sekolah negeri hanya berjumlah  21 sekolah namun harus menampung jumlah peserta didik sebanyak  21.493 orang atau sebesar 79,13 persen, dibandingkan sekolah swasta yang berjumlah 43 sekolah namun hanya menampung 5.669 peserta didik atau 20,87 persen," kata Winston.

Kondisi  ini, lanjutnya menggambarkan kepincangan serius penyebaran peserta didik pada sekolah negeri dan sekolah swasta di Kota Kupang. Ini bukan soal ketidakmampuan sekolah swasta untuk menampung dan membina peserta didik kita tetapi ini terkait dengan ketidak adilan dalam proses penerimaan peserta didik baru yang mengutamakan sekolah negeri dan sungguh-sungguh meminggirkan sekolah swasta.

Baca juga: PPDB Online Diharapkan Bisa Beri Keadilan bagi Semua Sekolah

Sedangkan beberapa permasalahan yang selalu dihadapi sekolah swasta, yakni catatan BMPS pada pelaksanaan PPDB tahun 2018-2019 yang diselenggarakan secara online oleh sekolah negeri sebelum pandemi Covid 19, menunjukkan mutu atau kualitas yang sangat baik karena,  sekolah konsisten mengikuti  zonasi yang ditetapkan untuk  sekolah negeri : SD, SMP dan SMA serta konsisten pada kuota dan rombongan belajar sesuai yang tersedia  di sekolah.  

Namun menurut Winston, ketika memasuki tahun ajaran 2020/2021 (mulai meredanya pandemi covid 19) sekolah negeri mengabaikan juknis yang ada dan tidak dikawal dengan baik sehingga terjadi pelanggaran zonasi serta kuota siswa yang melampaui ketersediaan rombongan belajar di sekolah yang mendorong sekolah harus nambah ruang kelas baru.  

Persoalan berikut, yakni. pada tahun 2022 Dinas Pendidikan Provinsi NTT melaksanakan PPDB Online dengan system Zonasi namun setelah itu dilaksanakan lagi PPDB offline untuk sekolah negeri. Bahkan, pada saat memasuki kegiatan Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) bagi calon siswa baru pada sekolah negeri maupun swasta, PPDB offline di sekolah negeri masih terbuka lebar yang menyebabkan siswa yang sudah terdaftar di sekolah swasta  berpindah ke sekolah negeri. 

Baca juga: Diskusi Masalah Pendidikan, BMPS NTT Hadirkan Pimpinan Komisi V DPRD NTT 

"Sebagian besar Sekolah : SMA/SMK negeri utama di Kota Kupang diketahui membuka kelas belajar Siang/sore untuk menampung siswa baru yang sangat membludak karena tidak cukupnya fasilitas rombongan belajar di sekolah itu untuk  mendukung pembelajaran pada pagi hari," ujarnya.

Dia mencontohkan, di SMA Sint Carolus Penfui Kota Kupang, sudah menerima pendaftaran 110 siswa baru tetapi ketika sekolah negeri membuka pendaftaran susulan secara offlline maka ada sekitar 40 siswanya pindah diam-diam ke sekolah-sekolah  negeri. 

Sementara pada  Tahun ajaran 2021/2022 calon siswa baru dijaring masuk sekolah negeri melalui sistem penerimaan online dan ofline dan menyisahkan pilu bagi sekolah swasta. SMAK Ki Hajar Dewantara hanya memiliki 7 orang siswa baru pada tahun ajaran 2021/2022, belum terhitung sekolah swasta yang lain. Banyak sekolah swasta nyaris tutup.

 
Dampak Bagi Sekolah Swasta:

Winston juga mengemukakan soal dampak bagi sekolah-sekolah swasta, yaitu  jangka pendek, sekolah swasta mengalami kekurangan siswa, dan dalam jangka panjang bila hal ini terus berjalan maka sekolah swasta  akan berakhir sejarah emasnya di NTT alias tutup buku dan tutup sekolah. 

"Membludaknya peserta didik di sekolah negeri akan dipertanyakan efektivitas pembinaan, pendampingan dan pengembangan karakter bagi peserta didik sebagai generasi penerus calon pemimpin bangsa pada masanya,"  jelas Winston.

Dikatakan, mebludaknya peserta didik yang diterima di sekolah negeri, dapat memberi pesan bahwa disana ada cara yang tidak elegan untuk mendapatkan dana BOS yang  lebih besar.  

" Yayasan penyelenggara sekolah swasta yang bergumul membangun sekolah swasta sebagai sarana berkontribusi untuk turut membangun sumber daya manusia dipandang seolah  bukan mitra yang sudah turut berkontribusi dalam pembangunan sumber daya manusia," katanya. 

Baca juga: Pengurus BMPS NTT Bersepakat Memperjuangkan Nasib Sekolah Swasta di NTT

Saat itu BMPS NTT menyampaikan sejumlah rekomendasi, yakni mendesak Komisi V DPRD NTT dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan  Provinsi NTT  untuk melakukan evaluasi serius pelaksanaan PPDB tahun 2022/2023 dan dampaknya terhadap sekolah swasta.

"Kami mendesak agar JUKNIS PPDB tahun 2023/2024 dikawal betul agar dilaksanakan secara konsisten oleh sekolah negeri dengan mematuhi ketentuan Permendikbud RI Nomor 1 tahun 2021 yang menjadi landasan juknis, dalam hal , tidak boleh menambah rombongan belajar  dan tidak boleh menambah ruang kelas baru.," tegasnya. 

BMPS NTT  menurut Winston mendesak DPRD NTT Komisi V untuk melakukan pemantauan proses PPDB di sekolah-sekolah dengan menggandeng unsur independen seperti media massa, Ombudsman, dan BMPS sehingga proses PPDB dapat berjalan secara jujur dan adil.  

Baca juga: BMPS Hybrid Festival Sekolah Swasta Momentum Kebangkitan Sekolah Swasta 

"Jadi  kami juga mendesak DPRD NTT Komisi V  DPRD NTT tidak memberikan rekomendasi bagi masyarakat/orang tua calon peserta didik baru  yang meminta untuk masuk ke sekolah negeri tertentu yang sudah dinyatakan TUTUP karena telah terpenuhi kuota baik calon peserta didik baru maupun rombongan belajarnya," ujarnya. 

Dia mengatakan, BMPS meminta dukungan dari Komisi Ombudsman RI Perwakilan NTT,  organisasi wartawan dan Organiasi masyarakat sipil untuk secara bersama-sama mengawal proses PPDB tahun 2023 agar berlangsung sesuai Juknis  dan sesuai jumlah Rombel yang ditetapkan dan memberi keadilan bagi sekolah swasta di NTT untuk tumbuh dan Bersama-sama membangun SDM anak NKRI di NTT.

Sementara itu Ombudsman RI Perwakilan NTT meminta Pemerintah untuk melindungi sekolah swasta yang ada di NTT, khususnya yang ada di Kota Kupang.  

"Pemerintah harus melindungi sekolah swasta dengan cara, juknis yang dibuat harus ditaati dan tidak boleh dilanggar. Kita berharap sekolah negeri patuh dengan juknis yang ada," ujar Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton, S.H.

Menurut Darius, persoalan klasik setiap tahun yang dihadapi ketika pelaksanaan PPDB, yakni adanya pelanggaran juknis, terutama dengan menambah jumlah rombel.  

 

"Jumlah rombel ditambah, tanpa mempertimbangkan sarana prasana sehingga daya tampung sekolah tidak sebanding dengan jumlah peserta didik. Kondisi ini tentu menyebabkan sekolah melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara shift," katanya.

Terkait PPDB yang akan berlangsung dalam beberapa waktu mendatanag, Darius mengatakan, Ombudsman siap memantau proses PPDB,

" Kita pantau langsung proses pendaftaran di sejumlah sekolah dengan menggunakan instrumen pengawasan PPDB 2023. Tentu  ini menjadi konsen di lapangan," ujarnya.

Dia mengatakan, selain Ombudsman, BMPS, masyarakat' dan DPRD bisa mengawasi PPDB karena itu dijamin dalam UU. (*)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS 

 

 

Berita Terkini