Jeritan Sekolah Swasta
BMPS NTT Prihatin Dengar Jeritan Nasib Sekolah Swasta, Pemerintah Dinilai Langgar Juknis PPDB
BPMS NTT ( Badan Musyawarah Perguruan Swasta ) NTT periode 2022- 2027 menggelar rapat pengurus untuk membahas nasib sekolah-sekolah swasta di NTT.
Penulis: Frans Krowin | Editor: Frans Krowin
POS KUPANG.COM - BPMS NTT ( Badan Musyawarah Perguruan Swasta ) NTT ( Nusa Tenggara Timur ) periode 2022- 2027 menggelar rapat pengurus untuk membahas nasib sekolah swasta yang tersebar di 22 kabupaten/kota se-NTT.
Dalam pertemuan terungkap fakta, BMPS NTT prihatin mendengar jeritan sekolah swasta yang mengaku kekurangan siswa baru, terutama pasca pandemi Covid-19. Pasalnya, pemerintah melanggar juknis penerimaan peserta didik baru ( PPDB ), terutama soal zonasi.
Pertemuan perdana yang berlangsung di Aula Komodo, Gedung DPD RI ini dipimpin oleh Sekretaris Umum, Bonifasius Kia dan Ketua Umum BMPS NTT, Winston Rondo Jumat 30 September 2022.
Rapat dimaksud berlangsung dalam dua pola, yakni tatap muka dan zoom meeting. Rapat ini merupakan penjabaran dari kepercayaan yang telah diberikan kepada BMPS untuk mengurusi pergumulan sekolah swasta.
Baca juga: BMPS NTT Prihatin Dengar Jeritan Nasib Sekolah Swasta, Pemerintah Dinilai Langgar Juknis PPDB
BMPS NTT yang telah mendapat kepercayaan dan mandat dari BMPS nasional pun melakukan konsolidasi awal untuk membahas sejumlah permasalahn berkaitan dengan sekolah-sekolah swasta.
Salah satu Ketua BMPS NTT, Romo Kornelis Usboko menyampaikan, jumlah pengurus BMPS NTT periode 2022- 2027 sebayak 46 orang.

Dalam pertemuan perdana ini, sudah dibahas beberapa persoalan yang dialami sekolah-sekolah swasta, antara lain terkait penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Untuk hal ini, pemerintah diharapkan taat dan menjalankan petunjuk teknis (juknis) terkait PPDB sehingga tidak merugikan sekolah swasta.
Sikap tegas pemerintah sangat diharapkan agar pemerintah dinilai memiliki hati untuk melihat sekolah swasta. Persoalan lainnya adalah penempatan guru hasil seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K).
"Kebijakan soal guru P3K ini sangat merugikan sekolah swasta karena sebelumnya mereka mengabdi di sekolah swasta tapi setelah diangkat mereka ditempatkan di sekolah negeri," kata Romo Kornelis.
Pada kesempatan itu ia juga menyebut soal ada alokasi dana insentif untuk guru swasta tapi tak pernah direalisasikan. Akibatnya para guru hanya mengandalkan gaji dari yayasan yang tidak mencapai upah minimum provinsi (UMP).
Karena pendapatan yang sangat kecil, sebagian guru terpaksa mencari tambahan penghasilan dengan bekerja di sektor lain.
Konsekuensinya, mereka tidak maksimal dalam menjalankan tugas mencerdaskan para peserta didik. Semestinya, dana insentif yang telah dianggarkan itu, rutin diberikan kepada para guru di sekolah swasta.
"Kita desak pemerintah untuk memberi perhatian yang maksimal terhadap sekolah swasta karena mereka juga menjalankan tugas yang sama yakni mencerdaskan anak- anak bangsa," tandas Romo Kornelis.
Baca juga: Winston Neil Rondo Kembali Pimpin BMPS NTT
Menyikapi sejumlah persoalan yang ada, BMPS akan melakukan road show dan bertemu dengan sejumlah pihak terkait, seperti gubernur, Wali Kota Kupang, para bupati, DPRD, dan Dinas Pendidikan untuk menyampaikan persoalan yang selama ini dihadapi sekolah swasta di NTT.