Opini

Opini Henry Bouk: Memaknai Ruang-Waktu 05.00 Per Argumentum Ad Baculum

Editor: Alfons Nedabang
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Siswa SMKN 4 Kupang pada hari pertama menerapkan sekolah masuk jam 5.30 pagi, Senin 6 Maret 2023. Henry Bouk menulis opini: Memaknai Ruang-waktu 05.00 Per Argumentum Ad Baculum.

Para perencananya menyukai tugas yang terorganisasikan dalam target-target terprogram, terukur dan terstruktur menuju masa depan, dan jadwal itu ditulis dalam buku harian: a, b, c,..; 1,2,3, artinya orang bekerja berdasarkan waktu yang sudah disusun teratur.

Baca juga: Opini Ovan Baylon: Hacker dan Kolonialisasi Digital

Bangsa-bangsa yang menganut budaya waktu linear-aktif misalnya Swedia, Swiss, Amerika, Inggris, Belanda dan Jerman. Mereka mengerjakan sesuatu pada saat tertentu, berkonsentrasi penuh pada hal yang dikerjakan dan melakukannya dalam suatu skala waktu yang telah terjadwalkan hingga mencapai kesuksesan.

Prinsipnya pekerjaan hari ini harus selesai hari ini dengan kualitas terbaik sebab esok ada kerja baru lagi. Cara ini membantu mereka melakukan lebih banyak pekerjaan. Kerja identik dengan keberhasilan artinya semakin kerja dengan skala terukur, akan semakin banyak hasil yang diperoleh.

Prinsipnya, yang menghargai waktu, itulahyang menuai hasil melimpah. Masyarakat dari budaya seperti ini menerapkan metode berbasis database dalam berkomunikasi dan berinteraksi.

Mereka bekerja, melakukan penelitian, mengumpulkan informasi, beragumrntasi dan melakukan tindakan, bergerak maju dari database yang didukung kemajuan teknologi komunikasi dan informasi.

Budaya Waktu Multi-Aktif. Masyarakanya mengkonsepsi waktu sebagai sesuatu yang dapat dikelolah dan dimanfaatkan sesuai kebutuhan manusia.

Waktu Multi-linear adalah waktu yang berorientasi pada manusia. Manusia lebih penting dari jadwal. Orang-orang ini tidak menyukai waktu terjadwal, teratur dan tersusun rapih. Mereka lebih kompromistis, fleksibel dan luwes dalam mengatur waktu demi memenuhi kepuasan pribadi.

Waktu disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi manusia. Waktu bisa saja terjadwal tetapi dalam pelaksanaannya boleh bergeser. Orang-orang yang menganut waktu multi-aktif ini berasal dari bangsa-bangsa seperti Spanyol, Italia, orang-orang Eropa Selatan dan Amerika Latin.

Masyarakat dari budaya ini menggunakan metode dialog dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain lewat tatap muka maupun jaringan untuk mengumpulkan informasi terkait keluarga, sekolah, politik ekonomi bisnis dan orgnisasi tertentu.

Baca juga: Opini Prof Feliks Tans: Surat Terbuka Kepada Gubernur NTT, Menciptakan Sekolah Unggul

Mereka kurang menyukai data, fakta dan akurasi angka yang penting bisa didialogkan dengan baik di antara orang-orang yang berkepentingan.

Waktu Siklik. Kata siclus (Latin) artinya berulang, berputar kembali ke awal. Masyarakat dari budaya waktu siklik atau siklis mengkonsepsi waktu sebagai sesuatu yang selalu berputar, yang melingkar, yang selalu terulang kembali, bahkan kehidupan itu sendiri berputar dalam lingkaran.

Masyarakat dari budaya waktu siklik mendasarkan konsep mereka pada alam semesta (kosmologi waktu) tentang matahari yang terbit lalu terbenam dan akan terbit lagi.

Umumnya bangsa-bangsa Asia, termasuk Indonesia dan masyarakat NTT menganut budaya waktu siklis. Masyarakat dari budaya waktu siklik cenderung terlambat melakukan kegiatan harian walaupun sudah terjadwal, ada jam tangan, jam dinging, weker, handphone, komputer dan kalender kerja.

Hal ini sebabkan karena masyarakat dipengaruhi konsep budaya waktu siklik yang sudah berakar, dihidupi dan dijadikan praktik dalam kegiatan sehari-hari semenjak dari leluhur.

Proses Meruang dan Proses Mewaktu

Halaman
1234

Berita Terkini