Sumbangan Peter L Berger dalam Pembangunan
Tulisan ini tak dapat mengangkat seluruh pemikiran Peter L Berger yang sekian luas dan dalam. Penulis hanya menyorot beberapa poin penting dalam krtik ideologi pembangunan.
Bertolak dari kenyataan di atas maka, sumbangan yang diberikan oleh Berger untuk pembangunan ialah, Pertama, “perhitungan penderitaan” (calculus of pains).
Perhitungan penderitaan yang dimaksudkan oleh Peter L Berger merujuk pada berbagai penderitaan fisik yang kerap muncul akibat pembangunan seperti: kemiskinan, ketidakadilan, ketidakmerataan pendapatan, penindasan akibat pembangunan.
Pembangunan memang selalu mengakibatkan korban dan penderitaan fisik bagi manusia. Inilah kenyataan paradoksal sebuah sukses yang sulit dielakkan bila hendak meraih sukses.
Menurut Berger korban manusia dalam pembangunan itu hanya bisa dielakkan bila setiap kebijaksanaan politik pembangunan senantisa memperhitungkan penderitaan manusia. Maka, dalam konteks itulah Berger mengajukan pengandaian-pengandaian nilai dalam pembangunan.
Diandaikan bahwa kebijaksanaan politik seharusnya menjauhi tindakan-tindakan yang menimbulkan penderitaan.
Selanjutnya, diandaikan bahwa dalam kasus-kasus di mana kebijaksanaan politik melibatkan penderitaan, baik yang ditimbulkan secara aktif maupun diterima secara pasif, maka kenyataan ini membutuhkan suatu pembenaran dan suatu keharusan yang lebih bersifat moral dari pada teknis (Peter L. Berger, 2005: 160)
Baca juga: Opini Frans X Skera: Dari Finlandia dengan Kejujuran
Kedua, “Perhitungan makna atau perhitungan biaya-biaya manusia”. Biaya-biaya manusiawi itu tampak dalam penderitaan fisik, seperti kelaparan, penindasan dan kekerasan.
Penerapan kapitalisme dan sosialisme sebagai panduan pembangunan harus dibayar mahal dengan bencana kelaparan dan teror politik.
Dalam bukunya Pyramids of Sacrifice Berger mengungkapkan bahwa manusia berhak hidup di dalam sebuah dunia yang mengandung makna. Menghormati hal ini merupakan suatu keharusan moral bagi kebijaksaan politik (Ibid., 192).
Manusia memang selalu membutuhkan makna dalam hidupnya. Ia terus menerus berjuang sepanjang hayat dikandung badan agar hidupnya berarti. Ia senantiasa memberikan makna kepada kehidupannya.
Dalam hidupnya, manusia bukan hanya bersandar pada barang-barang material saja. Seperti perkataan Yesus yang tragis: “Manusia tidak hidup hanya dari roti saja, tapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah” (Mat 4:4).
Hal ini seperti pendekatan pambangunan tidak semata-mata hanya untuk mendapatkan barang material, tapi pembangunan harus selalu memperhitungkan makna hidup manusia itu sendiri. Kebijaksanaan pembangunan harus dapat menghargai nilai-nilai masyarakat setempat.
Setiap kebijaksanaan politik yang akan diturunkan mesti sanggup mendefenisikan situasi riil kehidupan masyarakat, sehingga dengan itu tidak tejadi “perlawanan terhadap pembangunan” (Ibid.)
Baca juga: Opini Hengky Marloanto: Pengaturan Tata Niaga Telur Ayam Ras dan Upaya Peningkatan Gizi Masyarakat