Berita NTT

Ternak Babi di NTT yang Terjangkit Virus ASF Bukan Berasal dari Denpasar

Editor: Eflin Rote
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Manggarai Barat, Abidin mengatakan hingga saat ini belum ditemukan penyakit virus African Swine Fever ( virus ASF ) atau demam babi afrika. Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat juga memperketat pengawasan pada pintu-pintu masuk daerah itu guna mencegah masuknya ternak babi yang terpapar virus ASF.

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Awal terjadinya kasus demam babi Afrika atau African Swine Fever ( virus ASF ) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bermula dari ternak bantuan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. 

Bantuan ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 

Namun begitu babi yang terjangkit virus ASF ini dipasok dari dalam wilayah NTT sendiri di bawah kewenangan Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak ( BPTU HPT ) Denpasar.

Baca juga: Cegah Virus ASF, Kelompok Ternak Tunas Muda Kaniti Terapkan Biosecurity

Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT Yohanna Lisapaly melalui Kepala Bidang Kesehatan Hewan Melky Angsar menyampaikan ini di kantornya, Selasa 24 Januari 2023. 

Ternak babi yang dipilih BPTU HPT Denpasar adalah yang berasal dari dalam NTT, tegasnya, kemudian didistribusikan ke Kota Kupang, Belu, Flores Timur, Ende dan Sikka.

Hal ini sesuai dengan instruksi dari Gubernur NTT sejak beberapa bulan lalu untuk menutup pintu masuk pengiriman hewan dari daerah luar NTT karena adanya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).  

PMK sendiri adalah penyakit yang menyerang hewan berkuku belah termasuk babi. Untuk menjaga NTT sebagai zona hijau PMK maka instruksi itu dikeluarkan.

Maka demikian pengadaan bantuan bersumber dari APBN yang dilakukan BPTU HPT Denpasar ini dilakukan dengan menjaring ternak babi dari dalam NTT sendiri.

Baca juga: DPRD Minta Pemerintah Segera Antisipasi Penyakit ASF di NTT

"Tidak ada babi yang didistribusikan dari Bali karena ada instruksi dari Gubernur NTT Nomor 03 tahun 2023 yang melarang pemasukan ternak dari luar. Sejak Mei 2022 juga tidak ada babi dari luar NTT yang boleh masuk karena antisipasi penyakit PMK," jelasnya.

Virus ASF sendiri memang belum hilang dari NTT dan diperkirakan berkembang kali ini karena kebutuhan atau permintaan akan babi maupun produk turunannya yang meningkat.

Mobilitas distribusi produk atau pergerakan babi yang tinggi di cuaca yang buruk serta menjamurnya penjualan di luar rumah potong hewan atau RPH membuat virus ini tumbuh lagi. 

"Terutama saat Natal dan tahun baru kemarin itu," tambahnya.

Penyebaran virus ASF ini juga dapat terjadi melalui udara, kotorannya, maupun bagian-bagian tubuh babi yang dijual. Maka dari itu ia menyarankan masyarakat membeli atau menjual daging babi yang telah melalui RPH. 

Pada saat adanya virus ini, tambah dia, pola penjualan yang murah mulai marak terjadi terutama saat babi menunjukkan gejala atau sakit. Hal ini juga perlu dihindari masyarakat.

Memang babi yang terkena virus ini tidak berbahaya bagi manusia bila dikonsumsi namun menjadi tidak etis bila dijual atau diberikan ke orang lain. Selain itu, karena daging yang terkontaminasi ASF bisa menyebarkan virus ini lagi.

Baca juga: Cegah ASF, Peternak di Kabupaten Kupang Minta Pemerintah Upayakan Vaksin

"Jadi memang penyakit ini bertambah banyak pada bulan Januari," tambahnya.

Pihaknya juga mencatat adanya 239 kasus kematian ternak babi di beberapa kabupaten di Provinsi NTT. Kasus tertinggi adalah di Kabupaten Kupang dengan 75 kasus.

Kepala Balai Karantina Pertanian Kupang Yulius Umbu Hunggar juga membenarkan bantuan ternak babi ini diambil dari dalam NTT sendiri.

"Total pengadaan dari APBN ini 300 ekor babi dan bukan dari Bali," sebutnya dalam keterangan yang diterima, Senin (23/1/2023). 

Ia memaparkan adanya 50 ekor babi yang dikirimkan ke Flores Timur berasal dari Kabupaten Kupang yang salah satunya dari UPTD Peternakan Tarus.

Baca juga: Dinas Peternakan NTT Catat 256 Ekor Babi Terkena ASF

"Begitu juga untuk Sikka dan kabupaten lainnya," tambah dia.

Pengiriman ini juga telah melalui uji medis di Laboratorium Kesehatan Hewan Oesapa, kata dia, yang hasilnya sebelum itu negatif.

"Juga telah melalui masa karantina 14 hari," sambung Yulius.

Menurutnya wabah ini muncul kembali karena wilayah tersebut pernah terjadi wabah ASF di tahun 2020 yang sempat mereda di tahun 2021 dan 2022.

"Hingga saat ini belum bebas tapi statusnya endemik dan bila ada kasus saat ini sifatnya sporadis di kabupaten tertentu, kecamatan tertentu dan desa tertentu dan kandang tertentu," tukasnya.

Namun, bila intensitas lalu lintas ternak babi dan produknya tidak dijaga maka kematian atau tingkat paparannya pun bisa bertambah kemudian. (Fan)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkini