Ada dua kemungkinan, ada akusisi yang dapat dilakukan oleh kepemilikan lokal yang tidak terjangkau oleh regulasi. Karena masyarakat lokal merasa memiliki daripada Negara.
Jadi, kaum elit atau yang berkuasa bisa melakukan jangkauan pada level bawah. Karena negara tidak dapat menjangkau pada level tersebut.
Apabila kasus ini terbukti benar, maka hampir sama dengan kasus di Manggarai Barat. Artinya kasus di Mabar, Pemkab tidak punya kuasa, karena itu bukan otoritas mereka atau mengkalim lahan itu, karena itu otiritasnya dari pusat. Sementara komunitas lokal (tuan tanah) yang sudah lama menempati pulau tersebut dan mengelolanya, dapat mengklaim bahwa itu milik mereka.
Selain itu, bagian pemerintahan di pertanahan tidak dapat melakukan verifikasi, karena persoalan penamaan belum ada. Maka semuanya harus berawal dari sumber penamaan.
"Satu-satunya cara agar pulau-pulau ini dapat dipertahankan dan diakui, maka harus dinamai," tegasnya
Hal penting yang perlu diantisipasi bersama adalah komitmen Negara bersama warganya untuk tetap menjadikan segala sesuatu di batas teritori Indonesia adalah milik Indonesia, soal penguasaan dan pengelolaan oleh siapa dan bagaimana itu kita akan diskusikan soal distribusi fungsi yang lebih bermanfaat dan bertanggung jawab.
Pemerintah Daerah juga tidak boleh lepas tangan, meskipun itu diluar kuasa penuhnya tapi karena merupakan bagian dari Negara maka harus serius berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk menyegerakan dilaksanakan proses Pembakuan Nama Rupabumi dan dilanjutkan dengan penertiban kebijakan keagrariaan.
Sementara masyarakat lokal juga harus diadvokasi untuk menjaga kepemilikikan asset bangsa ini menjadi asset bersama, bahwa penguasaan dan pengelolaannya dapat dilakukan oleh komunitas adat namun harus disamakan persepsinya bahwa kita berada dalam teritorial NKRI sehingga ini menjadi hak kepemilikan Negara yang dititipkan kepada warganya.
Memang kasusistik yang terjadi selama ini adalah; masyarakat lokal dengan berbagai kepentingan dan iming-iming materi dan kekuasaan akhirnya harus berkuasa atas diri dan komunitasnya sebagai penguasa di pulau dimaksud lalu melakukan transaksi diluar batas kuasanya.
• Curhat Agnez Mo Sempat Gagal Go International, Difitnah hingga Merasa Sendiri, Ada Apa?
• Ketua DPRD dan Bupati Terpilih Ngada Hadiri Ritual Adat Ghoro Wae Nau Reza
• Pemprov NTT Kembali Refocusing Anggaran Penanganan Covid-19 NTT, Ini Kata Anggota DPRD NTT
• JADI Saksi Kunci Hubungan Terlarang, KEMATIAN Misterius Biarawati ini Terungkap Setelah 29 Tahun ?
"Kita masih bisa berharap banyak dari TNI/Polri, khususnya TNI yang bertugas menjaga batas dan kepemilikan asset vital Negara. Kita mendorong lebih cepat Pemerintah Provinsi, Pem Kab/Kota untuk melakukan tugas-tugasnya, mengkoordinasikan dan mengusulkan proses pembakuan nama rupabumi dengan kegiatan inventarisasi, pendataan, pengukuran dan selanjutnya kepada Pemerintah Pusat untuk disegerakan proses lanjutan," pungkasnya.(Lapora Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon)