Opini

Opini: Merdeka Belajar di Tengah Cengkeraman Algoritma

Kita tidak lagi hanya menghadapi tantangan klasik seperti ketimpangan akses pendidikan, kurikulum yang usang, atau kualitas guru. 

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRIBADI PETRUS REDY P JAYA
Petrus Redy Partus Jaya 

Jika kita sungguh ingin merdeka dalam pendidikan, maka kita harus mulai dengan menyadari bahwa tidak semua yang tampak sebagai kebebasan adalah kebebasan sejati. 

Pendidikan perlu kembali ke tujuan hakikinya: membentuk manusia merdeka, berpikir kritis, dan sadar akan konteks sosial-budayanya.

Sekolah perlu menjadi ruang yang mengajarkan literasi digital bukan sekadar cara menggunakan aplikasi, melainkan cara membaca kekuasaan di balik aplikasi. 

Kurikulum harus memberi tempat bagi refleksi bukan hanya hafalan. Guru tidak boleh dibiarkan menjadi korban dari tuntutan viralitas, tetapi perlu diposisikan sebagai fasilitator kesadaran.

Untuk itu, negara perlu hadir secara aktif. Pemerintah tidak cukup hanya menyediakan akses internet dan perangkat. 

Lebih dari itu, perlu kebijakan yang melindungi peserta didik dari manipulasi data dan dominasi platform global. 

Kita memerlukan kebijakan pendidikan digital yang berpihak pada manusia, bukan hanya pada efisiensi atau engagement rate. Kita pun sebagai orang tua, pendidik, dan warga negara harus lebih kritis. 

Jangan biarkan anak-anak kita dibesarkan oleh algoritma. Jangan biarkan nilai-nilai luhur pendidikan kita dikaburkan oleh logika komersial. 

Dan jangan biarkan gagasan “merdeka belajar” justru menjadi jalan masuk bagi penjajahan bentuk baru. 

Sebagaimana kata Harari, manusia akan kehilangan kendali jika tidak paham bagaimana teknologi bekerja dalam menentukan keputusan-keputusan penting dalam hidup mereka. 

Maka, tantangan kita hari ini bukan sekadar mengajar membaca dan menulis, tetapi juga membangun kesadaran tentang siapa yang sebenarnya sedang membentuk cara berpikir kita. 

Itulah tugas pendidikan hari ini: bukan hanya mengajarkan untuk tahu, tetapi untuk sadar. 

Agar merdeka belajar tidak menjadi slogan hampa, tetapi benar-benar membawa kita pada kemerdekaan berpikir, bertindak, dan bermartabat dalam dunia yang dikendalikan mesin tak kasat mata. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved