Opini
Opini: Istana Merdeka Tabola Bale
Sebuah lagu yang memadukan musik Timur dan Minang. Silet Open Up dan Diva Aurel menggetarkan Istana Merdeka.
Oleh: Iron Sebho
Tinggal di Seminari KPA St. Paulus Mataloko, Kabupaten Ngada - Flores, Nusa Tenggara Timur
POS-KUPANG.COM - Kemeriahan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka Jakarta menghadirkan berbagai pertunjukan.
TNI-Polri mempersembahkan demonstrasi udara, aksi aerobatik jet tempur, aksi penerjun payung, sebagai simbol kekuatan pertahanan bangsa.
Tak hanya itu, pertunjukan seni dalam balutan Bhinneka Tunggal Ika menghadirkan gerak silat dan tarian, sebagai manifestasi dari seniman lintas generasi.
Dalam pertunjukan Bhinneka Tunggal Ika, hadir pula Silet Open Up yang mempersembahkan karya monumentalnya melalui lagu “ Tabola Bale”.
Baca juga: Viral NTT, Lagu Tabola Bale Silet Sukses Bikin Istana Negara Bergoyang
Lagu ini merupakan karya Silet Open Up feat Jacson Zeran, Juan Reza, dan Diva Aurel.
Sebuah lagu yang memadukan musik Timur dan Minang. Silet Open Up dan Diva Aurel menggetarkan Istana Merdeka.
Bahkan mengundang Presiden Prabowo turut bergoyang dalam dendang kemerdekaan. Lagu Tabola Bale merupakan pertunjukan eksotik karya anak Timur.
Dalam beberapa bulan terakhir lagu Tabola Bale memang merajai tangga lagu, dan menempati posisi pertama di Top 50 Spotify.
Lagu ini mendadak viral lantaran dipakai sebagai backsound di Tiktok, reels, maupun story Instagram.
Dalam syair yang amat sederhana, lagu Tabola Bale memiliki beat yang memikat rasa pecinta musik tanah air.
Timur Mengguncang Istana
Hadirnya lagu Tabola Bale dalam pustaka musik tanah air mengisyaratkan tentang karya anak Timur yang tidak sekadar populer, tetapi dapat mengguncang kursi kehormatan.
Tatkala teriakan ketidakadilan mati ditangan elit politik dan wakil rakyat, kini suara dari Timur menggema melalui lagu.
Lagu Tabola Bale memang memuat romantisme seseorang yang sedang jatuh hati. Tidak ada unsur kritik sosial, politik, maupun ekonomi.
Ia hanyalah sebuah karya yang melambangkan identitas ketimuran melalui musik dan dialek.
Pada HUT ke-80 RI, lagu Tabola Bale masuk ke dalam Istana Merdeka Jakarta sebagai persembahan Bhineka Tunggal Ika. Tidak lebih dari itu. Rasanya terlalu naif jika menafsirkannya terlalu jauh.
Tetapi kehadiran karya dari Timur memuat pesan yang cukup kuat. Tabola Bale bukan hanya lagu, tetapi juga pembuktian karya dari Timur yang dapat mengguncang Istana Merdeka.
Tabola Bale bukanlah tunggangan politik gemoy, pencitraan, atau politik identitas.
Ia hadir dalam bentuk karya musik anak Timur yang dinomorduakan dalam sentralisasi pembangunan. Silet Open Up dan Diva Aurel mewakili suara minor yang tak dapat menembus Istana.
Dalam lagu Tabola Bale, mereka tidak meminta kursi jabatan, atau pencitraan demi proyek strategis nasional.
Mereka berdua hadir untuk membuktikan, bahwa Istana Merdeka adalah rumah bersama anak bangsa. Oleh karena itu, Istana Merdeka dapat diguncang, bahkan melalui lagu sekalipun.
Istana Merdeka bukanlah milik tunggal seorang pribadi. Anak tangganya dapat ditapaki oleh siapapun, entah yang bersepatu, maupun mereka yang jalan dengan kaki telanjang.
Istana Merdeka tidak hanya tempat gaun-gaun mewah dipamerkan, tetapi juga baju robek dari seorang pengemis dibentangkan.
Istana Merdeka tidak hanya tempat dasi-dasi hitam mengkilat memancarkan cahayanya, tetapi juga tali-tali penarik gerobak hadir menghiasinya kemegahannya.
Jika Istana Merdeka dipagari dengan baja kritik, atau peredam suara ketidakadilan, maka satu suara yang tak dianggap dapat mengubah kursi jabatan menjadi petaka.
Tabola Bale: Identitas dan Harapan
Tempora mutantur et nos mutamur in illis. Waktu berubah dan kita juga diubah di dalamnya.
Segala sesuatu berubah, seiring berlalunya waktu. Lagu Tabola Bale mungkin akan hilang seiring berjalannya waktu.
Industri musik tanah air mungkin akan menghadirkan lagu-lagu baru yang sesuai dengan masa dan cita rasa pendengar. Tetapi lagu Tabola Bale memberi harapan bagi generasi Timur untuk terus berkarya.
Bahwa keterbatasan tidak pernah membatalkan seseorang untuk terus bermimpi.
Soekarno pernah mengajak generasi muda untuk terus bermimpi setinggi langit, dan tidak takut untuk jatuh. Sebab, jika jatuh pasti di antara bintang-bintang.
Mimpi anak Timur untuk tampil di Istana Merdeka adalah sebuah harapan. Melalui lagu Tabola Bale, Silet Open Up dan Diva Aurel tidak hanya menyampaikan jeritan hati seorang yang mabuk asmara, tetapi sebuah panggilan bagi generasi Timur untuk tidak takut berkarya.
Dalam karya, anak Timur dipanggil kepada hidup yang bermakna. Suara-suara kritis tidak hanya bergema di mimbar-mimbar pidato, menggelegar di podium orasi, atau menusuk tajam dalam sidang paripurna.
Suara kritis dapat disalurkan melalui lagu dengan beragam irama dan syair.
Musik Timur tidak hanya mewakili kesenangan masyarakat Timur yang suka pesta, tetapi sebagai sebuah panggilan kepada hidup yang bermakna, yaitu hidup dengan identitas yang otentik.
Asalkan lagu-lagu Timur dinyanyikan dengan satu motivasi yang jujur. Lagu tidak hanya dinyanyikan untuk sebuah kesenangan, tetapi sebagai sebuah panggilan kepada hidup yang bermakna.
Sebab, logoterapis asal Austria, Viktor Frankl mengingatkan manusia bahwa motivasi utama manusia adalah pangggilan kepada hidup yang bermakna.
Modernitas menawarkan ambivalensi dan ambiquitas yang menyebabkan manusia mengalami keterpecahan identitas, sehingga sulit menemukan makna hidup.
Sosiolog Zygmunt Baumann mengatakan bahwa kita sedang hidup di dalam ‘masyarakat yang cair’ (liquid modernity).
Modernitas membatasi manusia ke dalam kotak-kotak ekonomi, politik, sosial, maupun budaya.
Hemat saya, lagu menjadi jembatan yang menghubungkan semua orang ke dalam satu jaring peradaban untuk menemukan identitasnya.
Lagu bukan sekadar alat dalam jaring media sosial yang didesain secara ekonomi, tetapi juga sebagai aktualisasi diri komunal kepada cinta yang hakiki. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Opini: Antara Konservasi dan Komersialisasi |
![]() |
---|
Opini: Di Balik Slogan Rakyat Sejahtera, Realitas Pahit Tenaga Kesehatan Indonesia |
![]() |
---|
Opini: Byung-Chul Han, Hiperaktivitas Mendaruratkan Kemanusiaan |
![]() |
---|
Opini: 80 Tahun Indonesia Merdeka dan Tantangan Kesenjangan Akses Pendidikan di NTT |
![]() |
---|
Opini: Merdeka Belajar di Tengah Cengkeraman Algoritma |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.