Opini

Opini: Mengawal Generasi Muda di Tengah Gelombang Digital

Kemkomdigi juga telah mengembangkan Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN) yang diterapkan mulai Februari 2025. 

Editor: Dion DB Putra
Freepik
ILUSTRASI 

Oleh: Yosephine Murwanisiwi Riantoby
BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Siapa yang tak kenal dengan istilah internet? Mungkin masih ada segelintir orang. Namun, kita bisa sepakat bahwa internet sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat modern saat ini, khususnya di daerah perkotaan. 

Di Indonesia tercatat tingkat penetrasi internet pada tahun 2024 mencapai angka 79,50 persen yang menunjukkan bahwa dari total populasi penduduk di Indonesia, sebanyak 79,50 persen telah menggunakan internet. 

Data dari survei yang dilaksanakan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) ini menunjukkan bahwa tingkat penetrasi internet di Indonesia terus mengalami peningkatan secara konsisten dari tahun 2018 yang hanya sebesar 64,80 persen.

Internet kini memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai dari bidang komunikasi, akses informasi, pendidikan, hiburan, hingga perdagangan. 

Baca juga: Oyan Kristian Sebut Pengaruh Digitalisasi Sangat Luar Biasa bagi ASITA

Internet memberikan kemudahan, meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Jika dulu komunikasi harus dilakukan melalui surat dengan perantara kantor pos, kini dengan menggunakan internet, kita dapat dengan mudah dan cepat bertukar pesan melalui media sosial maupun mengirim email satu sama lain. 

Jika dulu akses informasi dan pendidikan terbatas melalui buku-buku bacaan maupun pendidikan di sekolah-sekolah formal, kini dengan menggunakan internet, kita dapat mengakses informasi maupun mengikuti kursus dan pendidikan informal lain secara online. 

Di bidang hiburan, kini kita dapat dengan mudah dan cepat mengakses berbagai jenis hiburan seperti bermain game dan menonton film maupun serial drama melalui berbagai platform video yang ada di smartphone. 

Berdagang dan membeli barang juga jadi lebih mudah dilakukan dari mana pun dan kapan pun dengan munculnya berbagai aplikasi layanan belanja online. 

Internet memungkinkan keterhubungan antara orang-orang dari berbagai belahan dunia, membuka ruang-ruang digital yang mempersempit jarak dan waktu dalam era globalisasi saat ini.

Sesuai istilah pedang bermata dua, kehadiran internet bukan hanya membawa dampak positif, namun juga dampak negatif. 

Meskipun memberi kemudahan dalam mengakses begitu banyak informasi positif, tidak dapat dipungkiri begitu banyak pula informasi negatif yang dapat dengan mudah diakses. 

Munculnya sosial media memungkinkan komunikasi dan pertukaran informasi yang cepat dan mudah dari berbagai negara, namun juga memberikan peluang akan terpaparnya konten yang tidak pantas, penyebaran hoaks dan misinformasi, cyberbullying, hingga ancaman pencurian data pribadi dan penipuan online. 

Menurut survei Penetrasi Internet Indonesia Tahun 2024 yang dilakukan APJII, dari total 8.720 responden dari 38 provinsi di Indonesia, sebanyak 32,50 persen mengalami penipuan online pada tahun 2024. 

Angka ini meningkat signifikan dari 10,30 persen di tahun 2023. Selain itu, game online yang semakin banyak digandrungi anak muda saat ini dapat dengan mudah menggantikan interaksi sosial di dunia nyata, menimbulkan kecanduan, stres, hingga depresi. 

Menurut jurnal dengan judul The Development of Indonesian Online Game Addiction Questionnaire yang ditulis oleh Jap, Tiatri, Jaya, dan Suteja pada tahun 2013, sebanyak 10,15 persen dari pelajar yang bermain online memiliki indikasi kecanduan game online. 

Angka ini bisa saja meningkat dari tahun ke tahun dengan semakin meningkatnya tingkat penetrasi internet di Indonesia, jika tidak ada kebijakan atau tindakan yang diambil sedini mungkin.

Pada awal tahun 2024, berita mengenai permintaan maaf Mark Zuckerberg, CEO dari Meta, kepada keluarga yang anaknya mengalami luka diri atau bunuh diri terkait konten media sosial menjadi trending topic. 

Sidang Senat Amerika Serikat yang menghadirkan para CEO raksasa teknologi seperti Mark Zuckerberg (Meta), Shou Zi Chew (TikTok), dan lainnya tersebut menitikberatkan pada perlindungan anak dari konten berbahaya dan eksploitasi seksual online. 

Meskipun belum menghasilkan undang-undang terkait regulasi perlindungan anak di dunia maya secara langsung, sidang senat ini cukup menarik perhatian global terhadap keamanan di dunia digital, khususnya terhadap anak. 

Sidang ini juga berhasil memberikan tekanan politik terhadap perusahaan teknologi yang dianggap “memiliki darah di tangan mereka” karena gagal mencegah kasus bunuh diri, pelecehan, dan pemerasan anak. 

Hal ini berdampak pada langkah reaktif dari perusahaan teknologi dengan meningkatkan kebijakan keamanan internal, parental control, dan algoritma penyaringan konten. 

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo, kini Kemkomdigi), telah meluncurkan berbagai kebijakan, program, dan kolaborasi untuk melindungi masyarakat dari bahaya internet, khususnya anak-anak dan remaja.

Program itu antara lain pemblokiran konten ilegal, penerapan PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) dan regulasi platform, pelaksanaan Siberkreasi dan literasi digital, pengesahan UU Perlindungan Data Pribadi, kolaborasi internasional, serta penyediaan platform pelaporan konten negatif online oleh masyarakat. 

Selain itu, Kemkomdigi juga telah mengembangkan Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN) yang diterapkan mulai Februari 2025. 

Sistem ini dirancang untuk mendeteksi, memverifikasi, dan menindak konten digital yang dianggap melanggar hukum atau norma sosial dengan tujuan utama untuk melindungi masyarakat, khususnya anak-anak, dari konten ilegal seperti pornografi, perjudian, dan pinjaman online ilegal di ruang digital

Namun, apakah langkah-langkah yang telah diambil pemerintah ini sudah cukup untuk melindungi masyarakat (khususnya remaja dan anak-anak) dari bahaya internet?

Pemerintah Indonesia dinilai belum cukup mampu untuk mengatasi berbagai kasus keamanan online, seperti penipuan online, eksploitasi seksual anak, konten kekerasan, dan judi online. 

Meskipun sudah diblokir berkali-kali, banyak situs sejenis terus bermunculan dan tumbuh lebih cepat dari kemampuan pemerintah untuk mengatasinya. 

Proses pemblokiran atau penghapusan konten sering lambat atau tidak merata, serta masih kurangnya sanksi tegas terhadap pelaku. 

Selain itu, regulasi yang ada masih sering tertinggal dibandingkan dengan perkembangan teknologi yang pesat. 

Peraturan yang ada masih bersifat reaktif, bukan proaktif, sehingga terkadang tidak dapat mencakup keseluruhan permasalahan yang dapat terjadi akibat dampak internet. 

Bahkan, sudah beberapa kali terjadi kasus peretasan dan kebocoran data pemerintah Indonesia yang menunjukkan bahwa infrastruktur dan keamanan data pemerintah Indonesia masih rentan terhadap serangan cyber. 

Di sisi lain, literasi digital masih belum menyentuh semua kalangan, terutama yang tinggal di pedesaan atau daerah terpencil. 

Secara keseluruhan, pemerintah Indonesia masih perlu berbenah diri dalam menghadapi bahaya digital yang terus berkembang. Lalu apa yang dapat kita dilakukan sebagai masyarakat umum?

Diperlukan kesadaran bahwa internet tidak hanya hadir dengan berbagai manfaat, di baliknya juga terdapat bayangan dampak negatif yang perlu diwaspadai. 

Masyarakat diharapkan dapat terus memperkaya diri dengan literasi digital, terutama yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, agar dapat mewaspadai resiko keamanan yang dapat timbul. 

Selain itu, pengawasan penggunaan internet, terutama bagi anak-anak dan remaja, sangat diperlukan. 

Tidak semua konten pantas ditonton oleh anak-anak sehingga orang tua perlu mengawasi sekaligus memberikan pemahaman seiring bertambahnya usia anak. 

Literasi digital juga penting dilakukan di sekolah-sekolah agar para remaja dapat menggunakan dan memanfaatkan internet dengan bertanggung jawab. 

Patut disadari bahwa perkembangan internet merupakan hal yang tidak dapat dihindari, namun harus disikapi dengan bijak dan kritis. 

Setiap individu, keluarga, institusi pendidikan, dan pemerintah dituntut untuk terus beradaptasi dengan perkembangan zaman, agar internet dapat dimanfaatkan secara optimal, sembari meminimalisir dan mengantisipasi dampak negatif yang dapat ditimbulkan. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved