Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Minggu 10 Agustus 2025: Maria Diangkat ke Surga dan Hidup dalam Terang Allah

Maria memberi teladan bahwa Ia tidak memisahkan doa dari tindakan. Ia memuliakan Allah, dan sekaligus melayani sesama.

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRIBADI ROMO LEO MALI
Romo Leo Mali 

Oleh: RD. Leo Mali
Rohaniwan dan Dosen Filsafat pada Fakultas Filsafat Unwira Kupang - NTT

POS-KUPANG.COM - Setiap tanggal 15 Agustus, kita merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. 

Perayaan ini menegaskan bahwa setelah menyelesaikan hidupnya di dunia, Maria diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya. 

Paus Pius XII dalam Munificentissimus Deus (1 November 1950)  menyatakan: “Perawan Maria yang tetap murni, setelah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, diangkat ke dalam kemuliaan surga dengan tubuh dan jiwanya.”

Perayaan hari ini menjadi tanda harapan bagi kita bahwa hidup manusia bukan hanya ditentukan oleh kesuksesan di dunia, tetapi juga diarahkan oleh persatuan abadi dengan Allah. 

Kitab Wahyu 11:19a-12:1-10 menggambarkan Maria sebagai “perempuan berselubungkan matahari, bulan di bawah kakinya, dan mahkota dua belas bintang di atas kepalanya.” 

Selubung matahari melambangkan hidup Maria yang dilingkupi oleh cahaya terang Allah; bulan di bawah kakinya meneranginya sebagai tanda bahwa ia tidak dikuasai oleh kegelapan dunia. 

Meski terancam hidupnya, Maria tetap percaya dan berlindung pada pertolongan Tuhan. 

Injil Lukas 1:39-56 berkisah tentang kunjungan Maria kepada Elisabeth saudaranya menyusul berita malaikat yang mengguncang dunianya. 

Maria tampaknya bingung di hadapan berita malaikat. Maka ia bergegas menemui Elisabeth. Mungkin untuk curhat atau bahkan ingin membuktikan benarkah saudaranya sudah mengandung pada usia tuanya sesuai kabar malaikat yang ia terima? 

Maria kemudian disambut dengan sukacita. Sambutan penuh sukacita itu diakhiri dengan Magnificat, di mana Maria bersyukur atas perbuatan dahsyat Tuhan terhadap hidupnya. 

Meski tidak tahu, apa yang akan terjadi dalam hidupnya, Maria tetap merasa pasti dan percaya. Karena itu ia bersyukur. 

Kisah dari Kitab Wahyu dan Injil Lukas 1:39-56 menunjukkan dua hal penting: pertama, Maria hidup sepenuhnya dalam Allah, dan kedua, imannya terwujud dalam pelayanan nyata.

Pesan ini sangat relevan di zaman kita yang sering terjebak dalam sekularisme ekstrem—cara hidup yang menyingkirkan Allah dari pusat kehidupan. 

Banyak orang mengukur nilai hidup hanya dari uang, jabatan, dan popularitas. Keputusan dibuat hanya demi keuntungan, tanpa peduli kebenaran dan keadilan. 

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved