Opini
Opini: Tantangan, Peluang dan Arah Baru Transformasi Sekolah
Tanpa pemimpin yang visioner, tangguh, dan transformatif, reformasi hanya akan menjadi agenda rutin tanpa arah perubahan yang jelas.
Oleh: Heryon Bernard Mbuik
Dosen Manajemen Pendidikan, Universitas Citra Bangsa Kupang, Nusa Tenggara Timur
POS-KUPANG.COM - Pendidikan Indonesia tengah berada dalam pusaran perubahan besar di tengah era Revolusi Industri 4.0, percepatan digitalisasi, dan krisis multidimensional dari moralitas hingga ketimpangan sosial.
Di tengah tantangan kompleks ini, reformasi pendidikan menjadi sebuah keniscayaan.
Namun, sebagaimana sejarah menunjukkan, reformasi yang hanya berfokus pada kebijakan, kurikulum, atau infrastruktur tanpa didukung kepemimpinan yang kuat, sering kali berakhir sebagai jargon tanpa daya ubah.
Baca juga: Dosen UCB Bernad Mbuik Diundang sebagai Pemateri Nasional oleh Penerbit Buku Indonesia
Kepemimpinan pendidikan adalah titik pusat sekaligus kunci pembuka perubahan.
Reformasi yang berdampak hanya bisa dimulai dari pemimpin yang mampu menerjemahkan visi menjadi aksi, nilai menjadi budaya, dan masalah menjadi peluang.
Tanpa pemimpin yang visioner, tangguh, dan transformatif, reformasi hanya akan menjadi agenda rutin tanpa arah perubahan yang jelas.
Krisis Kepemimpinan dalam Sistem Pendidikan Indonesia
Realitas di lapangan menunjukkan gejala krisis yang cukup serius dalam ranah kepemimpinan pendidikan.
Berdasarkan data Kemendikbudristek (2023), hanya 34 persen kepala sekolah yang memahami prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS) secara utuh, dan kurang dari 40 persen yang menjalankan supervisi pembelajaran secara rutin.
Sebagian besar kepala sekolah masih tenggelam dalam urusan administratif yang menjauhkan mereka dari peran sejatinya sebagai pemimpin pembelajaran.
Lebih parah lagi, tantangan kualifikasi akademik turut memperlemah ekosistem kepemimpinan.
Data UNESCO (2021) mencatat bahwa hanya 0,02–0,04 persen populasi Indonesia yang bergelar doktor, kontras dengan 2 persen di Amerika Serikat.
Ketimpangan ini mencerminkan belum adanya investasi serius dalam membentuk pemimpin-pemimpin pendidikan dengan kapasitas keilmuan tinggi dan kepemimpinan yang reflektif.
Kebijakan Reformasi dan Realitas Implementasi
Program-program seperti Merdeka Belajar, digitalisasi Rapor Pendidikan, hingga desentralisasi pendidikan merupakan langkah positif.
Namun, implementasinya belum menjangkau esensi perubahan karena seringkali tidak diiringi dengan kesiapan dan keberdayaan kepemimpinan di tingkat akar rumput.
Laporan World Bank (2021) menyoroti tiga tantangan mendasar yang menghambat transformasi pendidikan di Indonesia yaitu:
a. Rendahnya kualitas guru dan pembelajaran.
b. Lemahnya kemampuan literasi dan numerasi siswa.
c. Ketimpangan akses dan mutu antarwilayah.
Dalam kondisi ini, pemimpin sekolah semestinya menjadi agen perubahan, bukan sekadar pelaksana administratif. Sayangnya, banyak di antara mereka justru menjadi bagian dari kebekuan sistemik.
Penguatan Kepemimpinan Sekolah: Pilar Reformasi yang Terabaikan
Leithwood, Harris, dan Hopkins (2020) menegaskan bahwa kepemimpinan adalah faktor kedua terpenting dalam meningkatkan prestasi siswa setelah kualitas guru.
Artinya, sekolah hanya akan bertumbuh apabila kepala sekolah memiliki visi, nilai, dan kapasitas untuk mentransformasi budaya sekolah.
Maka reformasi pendidikan harus memberi tempat utama bagi pengembangan kepemimpinan dengan strategi-strategi berikut.
a. Mentoring dan coaching dari kepala sekolah berprestasi kepada pemimpin baru.
b. Pemberdayaan inovasi melalui ruang eksperimentasi dan otonomi terbimbing.
c. Pengambilan keputusan berbasis data, termasuk pemanfaatan riset tindakan di level sekolah.
Investasi pada kepemimpinan sekolah bukanlah kemewahan, melainkan fondasi utama reformasi pendidikan.
Cermin Praktik Baik: Belajar dari Sistem Kepemimpinan di Amerika Serikat
Amerika Serikat menyediakan contoh konkret bagaimana membentuk ekosistem kepemimpinan yang terstruktur dan berkelanjutan.
Di tingkat sekolah:
- Kurikulum memuat mata pelajaran dan proyek kepemimpinan.
- Aktivitas ekstrakurikuler didesain untuk melatih kepemimpinan kolaboratif.
- Lembaga seperti National Honor Society memberikan pelatihan, pengakuan, dan beasiswa kepemimpinan.
Di level perguruan tinggi:
- Proses seleksi rektor yang berbasis merit dan transparansi.
- Sistem suksesi kepemimpinan yang professional.
- Tata kelola kampus berbasis teknologi dan akuntabilitas.
Pengalaman ini menunjukkan bahwa kepemimpinan yang efektif dibangun sejak dini dan secara sistemik bukan sekadar hasil dari pelatihan sesaat.
Arah Baru: Membangun Ekosistem Kepemimpinan Pendidikan yang Berkelanjutan
Transformasi kepemimpinan tidak bisa dilakukan secara sporadis. Ia membutuhkan ekosistem yang menopang proses belajar, bertumbuh, dan berkolaborasi bagi para pemimpin.
Beberapa arah strategis yang perlu dikembangkan meliputi:
a. Rekrutmen kepala sekolah berbasis kompetensi dan integritas.
b. Continuous Professional Development (CPD) yang kontekstual.
c. Jejaring kepemimpinan sekolah berbasis komunitas belajar.
d. Desentralisasi yang bertanggung jawab dengan pengawasan multi-aktor.
e. Pemanfaatan teknologi dan AI dalam manajemen dan monitoring sekolah.
Inisiatif seperti school leadership incubators, innovation grants, dan partnership internasional perlu didorong agar kepemimpinan pendidikan Indonesia tidak tertinggal dalam lanskap global.
Dimensi Spiritualitas: Jiwa Kepemimpinan yang Tak Boleh Hilang
Dalam konteks Indonesia yang plural dan religius, kepemimpinan pendidikan yang hanya mengandalkan kompetensi tanpa integritas spiritual akan kehilangan arah.
Pemimpin pendidikan sejati adalah penjaga moralitas publik yang menghadirkan nilai-nilai keadilan, kasih, dan keteladanan dalam praksis pendidikan.
Kepemimpinan yang spiritual bukan sekadar etalase religiusitas, melainkan kekuatan moral yang menjiwai setiap aspek pengambilan keputusan dan tata kelola sekolah.
Ia membentuk budaya organisasi yang anti-manipulasi, bebas dari korupsi, dan menjauhkan pendidikan dari jebakan formalitas tanpa makna.
Kepemimpinan semacam ini menghadirkan integritas sebagai identitas dan kejujuran sebagai fondasi.
Sebagaimana dikatakan oleh John C. Maxwell, “Everything rises and falls on leadership.” Artinya, mutu pendidikan tidak akan melampaui mutu karakter pemimpinnya.
Maka, jika kita sungguh mendambakan pendidikan yang unggul dan memanusiakan, kita harus mulai dari membentuk pemimpin yang unggul secara moral, tangguh secara spiritual, dan berani berdiri tegak di tengah arus kompromi.
Penutup: Menempatkan Kepemimpinan di Jantung Reformasi
Reformasi pendidikan tidak akan pernah berdaya ubah jika hanya disandarkan pada kurikulum baru, regulasi teknokratis, atau infrastruktur fisik semata.
Reformasi sejati menuntut kepemimpinan yang hidup pemimpin yang memiliki visi jauh ke depan, integritas yang tak tergoyahkan, dan keteguhan hati dalam menghadapi kompleksitas perubahan.
Inilah saatnya negara, gereja, akademisi, masyarakat sipil, sekolah, dan universitas tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi bergandengan tangan membangun ekosistem kepemimpinan pendidikan yang transformatif, berbasis meritokrasi, dan berakar pada nilai-nilai spiritualitas yang autentik.
Karena pada akhirnya, masa depan pendidikan Indonesia tidak akan ditentukan oleh teknologi, algoritma, atau sistem administrasi, melainkan oleh manusia para pemimpin pendidikan yang memimpinnya dengan hati, keberanian moral, dan komitmen untuk melayani.
Reformasi yang bermakna selalu dimulai dari pemimpin yang bermakna. (*)
Referensi
- Kemendikbudristek. (2023). Rapor Pendidikan Indonesia.
- World Bank. (2021). Indonesia Education Flagship Report.
- Leithwood, K., Harris, A., & Hopkins, D. (2020). Seven Strong Claims About Successful School Leadership.
- Suyatno et al. (2022). Cultural-Based Leadership and Its Impact on School Community Engagement.
- Maxwell, J.C. (2007). The 21 Irrefutable Laws of Leadership.
- UNESCO. (2021). Doctoral Attainment Data.
- City University of New York. (2022). Leadership Training and CUNY Education Systems.
- National Honor Society. (2021). Leadership Development in U.S. Schools.
- Darling-Hammond, L. (2017). Empowered Educators: How High-Performing Systems Shape Teaching Quality.
- Fullan, M. (2020). The New Meaning of Educational Change.
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Heryon Bernard Mbuik
Opini Pos Kupang
Universitas Citra Bangsa Kupang
transformasi
Nusa Tenggara Timur
sekolah unggul
POS-KUPANG.COM
Pemimpin Ideal
Ketimpangan Sosial
Opini: Pemilihan Rektor Undana, Politik Primordial vs Politik Gagasan |
![]() |
---|
Opini: Urgensi Perda NTT Tentang Pengelolaan Muro dan Kearifan Lokal Lainnya |
![]() |
---|
Opini: Mengobati Luka Menata Harapan, Perdagangan Orang dalam Geliat Pembangunan NTT |
![]() |
---|
Opini: Jangan Takut pada One Piece, Rayakan Kreativitas dalam Semangat Kemerdekaan |
![]() |
---|
Opini: Wabah Rabies dan Tumpulnya Nurani terhadap Sesama |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.