Kredit Usaha Rakyat

KUR Perumahan PKP Dituding Salah Sasaran, Ini Respon Pemerintah

Program itu merndapat kritik keras karena dianggap "salah sasaran" dan "salah konsep." 

Editor: Ryan Nong
KONTAN
Ilustrasi aktivitas pembangunan perumahan di Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. KUR Perumahan yang digagas PKP dikritik pengamat. 

POS-KUPANG.COM - Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan dituding salah sasaran. Adapun Program KUR Perumahan itu digagas Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). 

Program itu merndapat kritik keras karena dianggap "salah sasaran" dan "salah konsep." 

Meski, awalnya oleh pemerintah dimaksudkan untuk menggairahkan ekosistem perumahan dan mendukung pertumbuhan ekonomi. 

Dirjen Perumahan Perkotaan Kementerian PKP Sri Haryati dan Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho membantah dengan tegas kritik tersebut. 

Menurut keduanya, KUR Perumahan adalah inisiatif yang telah lama dinantikan oleh para pelaku industri properti.

Skema pembiayaan ini dirancang sebagai program sisi suplai, yang berarti bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi pengembang.

"Program tersebut dalam rangka untuk mendukung agar ekosistem perumahan bisa lebih bergairah dan berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi," jelas Sri dan Heru dikutip dari Kompas.com, Senin (21/7/2025). 

Keduanya memandang KUR Perumahan sebagai cara untuk menciptakan stimulus agar sektor perumahan lebih aktif.

Namun, pandangan ini ditentang keras Lektor sekaligus Anggota Kelompok Kahlian Perumahan dan Pemukiman Institut Teknologi Bandung (ITB) Mohammad Jehansyah Siregar

Jehansyah mengatakan, keduanya menunjukkan pandangan yang mereduksi masalah perumahan rakyat hanya sebagai persoalan bisnis properti dan stimulus industri konstruksi.

Jehansyah juga menilai bahwa akibat pandangan ini, selalu terjadi bias pasar dalam formulasi kebijakan perumahan rakyat.

Baca juga: Kebijakan KUR Perumahan Pemerintahan Prabowo Salah Kaprah?

"Ironisnya, pada saat yang sama pemerintah tetap bermimpi menyediakan rumah terjangkau bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)," ujar Jehansyah kepada Kompas.com, Minggu (20/7/2025).

Ia menuding Kementerian PKP dan BP Tapera didominasi oleh ekonom neoliberal yang cenderung menepikan warga miskin perkotaan.

"KPR dan KUR dianggap solusi ajaib, padahal tidak relevan bagi warga permukiman kumuh dan sangat tergantung pada subsidi yang membebani APBN," tegasnya.

Menurutnya, Kementerian PKP dan BP Tapera tidak memahami tantangan urbanisasi yang seharusnya bertumpu pada pelayanan publik terbaik, bukan asumsi sesat bahwa pasar akan menyerap permukiman kumuh secara otomatis.

"Padahal yang dihasilkan hanyalah segregasi spasial dan sosial," tambahnya, merujuk pada ketimpangan yang semakin lebar.

Ia melihat program ini sebagai warisan paradigma neoliberal yang masih dipertahankan, dengan orientasi market-led housing finance yang mendorong kepemilikan rumah dan bisnis properti.

Paradoks Kebijakan dan Ketiadaan Lembaga Kuat Jehansyah juga menyoroti pemerintah tetap memaksakan program kredit bank, meskipun sudah terbukti tidak mengurangi housing backlog (kekurangan pasokan rumah).

Alasannya adalah karena para pejabat malas membangun delivery system dan tidak punya lembaga pelaksana yang kuat.

Padahal, tugas membina usaha (seperti toko bangunan atau UMKM pengembang) itu seharusnya adalah tugas sektor perdagangan dan UMKM.

Dia memproyeksikan, Program KUR dan KPR perumahan ini hanya memperparah paradoks kebijakan perumahan rakyat, karena tidak akan bisa menjangkau pekerja informal dan gagal menangani realitas sosial perkotaan yang timpang. 

Hal ini karena pemerintah selalu memandang public housing (perumahan publik) dan self-help housing (perumahan berbasis swadaya masyarakat) sebagai skema yang tidak efisien dan sulit.

Akibatnya, Indonesia tidak kunjung memiliki lembaga perumahan rakyat yang kuat, seperti HousinG Development Board (HDB) di Singapura atau Community Organizations Development Institute (CODI) di Thailand.

Banyak negara telah berhasil menjalankan kedua skema tersebut melalui kapasitas dan kelembagaan negara dalam penyediaan tanah, prasarana, dan tata ruang, termasuk dalam mengembangkan skema pembiayaan perumahan publik maupun pembiayaan komunitas.

"Ini persoalan political will yang membutuhkan perhatian seorang Presiden RI," pungkas Jehansyah. (*)

 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved