Kapolres Ngada Cabuli Anak

Ketua LPA NTT dan Pendamping Korban Kasus Eks Kapolres Ngada Ungkap Kondisi Korban 

Lalu W juga ketika kami mendampingi, waktu ketemu dia juga masih sangat ketakutan dan minder, tidak mau bicara, masih malu. 

Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/MICHAELLA UZURASI
PODCAST - Ketua LPA NTT, Veronika Ata dan pendamping korban kasus eks Kapolres Ngada, Puput Joan Riwu Kaho bersama host jurnalis Pos Kupang, Novemy Leo dalam Podcast Pos Kupang, Jumat, 11/07/2025. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Ketua Lembaga Perlindungan Anak LPA Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Veronika Ata dan pendamping korban kasus eks Kapolres Ngada, Puput Joan Riwu Kaho mengungkapkan kondisi korban dalam Podcast Pos Kupang, Jumat (11/7/2025). 

Veronika mengatakan, pihaknya sudah melakukan pendampingan terhadap korban, menjumpai dan memberikan konseling awal, melakukan rujukan, kemudian membangun komunikasi dengan pihak-pihak yang terkait misalnya untuk bantuan hukum dalam hal ini dari LBH APIK dan juga paralegal yang terlibat untuk koordinasi bersama. 

Berikut cuplikan wawancara eksklusif bersama Pos Kupang. 

Bagaimana kondisi korban saat ini? 

V : Kondisi anak yang berusia lima tahun ketika melihat orang yang menggunakan pakaian berwarna coklat dia ketakutan, tidak mau melihat dan mengatakan bahwa ganti baju dulu. Jangan gunakan pakaian warna coklat. 
Jadi memang anak mengalami trauma jadi ketika melihat seperti itu dia takut, tidak mau ketemu. 

Kalau W dan M bagaimana kondisinya? 

V : W sangat ketakutan dan merasa malu karena diketahui oleh keluarga dan teman kemudian juga dia merasa takut karena baru mengetahui bahwa pelakunya itu adalah seorang oknum polisi dalam hal ini Kapolres ketika melakukan ini. 

Lalu W juga ketika kami mendampingi, waktu ketemu dia juga masih sangat ketakutan dan minder, tidak mau bicara, masih malu. 

Kalau M, yang berusia 16 tahun dia melarikan diri waktu awal karena ketika dia lihat di media bahwa pelakunya adalah oknum polisi, dia takut lalu lari karena saat kejadian kita tahu bersama bahwa pelaku ini menyamarkan nama jadi dia menggunakan nama yang lain jadi orang pikir dia adalah orang biasa. 


W dan M ini berkenalan di aplikasi Michat kan? 


V : W dan M itu melalui aplikasi Michat sedangkan kalau F itu melalui perantara V. 

Soal pendampingan anak korban I yang saat kejadian baru berusia lima tahun. Apa yang anda temui selama pendampingan? 


P : Saya bersyukur ketika menjadi bagian atau tim advokasi kasus ini di LBH APIK, saya juga bersyukur karena sudah punya pengalaman di LBH APIK sebagai pendamping korban dan sebagainya dari tahun 2011 jadi memang pengalaman-pengalaman yang saya dapatkan menemui berbagai karakter korban atau masyarakat yang minta pendampingan dari kami itu menjadi bekal bagi saya untuk bagaimana saya memaksimalkan pendampingan dalam kasus ini. Dalam kerja-kerja kita kan memang tidak semua korban yang kita dampingi itu ada dalam kasus-kasus yang viral, ada yang tidak viral. Nah ini pas kebagian kasus yang viral jadi memang itu ada catatan atau perhatian khusus yang memang harus kita pegang sebagaimana pun korban terutama kalau kita berhadapan dengan korban yang dalam proses advokasinya itu tidak mau untuk diketahui oleh banyak orang. Keluarga, orang tuanya menitipkan pesan bahwa tolong kalau misalnya mau datang ke rumah juga pastikan tidak ada yang mengikuti, atau misalnya kalau mau datang di rumah kami, kalau ada orang yang duduk-duduk di sebelah kiri kanan itu jangan berlagak yang mencurigakan, itu juga pintar-pintar kita sebagai pendamping untuk melihat kebutuhan-kebutuhan korban yang harus kita pegang dan kita ikuti supaya dia tetap percaya kepada kita sebagai pendamping dan bersyukur untuk Nona I, memang ketika kita mengunjungi rumahnya kita juga tidak selalu bertemu dengan anak ini karena anak ini kan memang ada di sekitar rumah misalnya bermain atau apa, memang komunikasi yang kita bangun itu lebih banyak dengan orang tuanya. 


Tapi ketika berinteraksi dengan anak ini pola pendekatannya seperti apa? Apakah dia mengingat kejadian itu sementara dia masih lima tahun? 


P : Jadi yang saya katakan tadi, bekal dari pengalaman pendampingan itu akhirnya kita tahu bahwa kalau berinteraksi dengan anak korban apalagi usia I yang lima tahun tentu kita mesti pakai pendekatan seperti jadi teman buat dia jadi bagaimana dia berinteraksi dengan kita, cara dia berbicara seperti apa itu harus kita sesuaikan, sikap kita, gestur tubuh kita berbicara dengan dia, karena dia masih anak kita misalnya harus tunduk tidak boleh berdiri ketika berkomunikasi dengan dia, harus sama, setara dan sejajar. Kita berbicara juga seperti teman buat dia jadi memang kalau untuk dia mengingat kejadian atau tidak memang paling banyak digali itu untuk diambil keterangan di kepolisian. 


Didampingi? 


P : Kita dampingi. Memang ada satu kali I dan orang tuanya diminta datang ke Polda, ke PPA untuk diambil keterangannya karena ada petunjuk dari jaksa. Nah kita dampingi terus memang di momen itu agak susah karena peristiwanya sudah agak lama di Juni 2024 kemudian masih ditanya lagi di tahun 2025. Memang dia agak lupa, nah tantangannya di situ bagaimana kita sebagai pendamping itu berkomunikasi dengan dia via orang tuanya, memancing dia supaya dia ingat lagi kejadiannya seperti apa, walaupun itu kita juga agak dilema karena kalau kita kembali mendorong korban untuk mengingat kembali atau menceritakan, di satu sisi itu bisa membuat dia trauma kembali. Tapi kita juga mengikuti proses hukum yang ada, memang karena mau dicari tahu perbuatan dari si pelaku ini apa, apa yang dialami sebagai korban, kita berusaha sebisa mungkin apa yang dia ingat itu yang disampaikan. Kalau memang tidak bisa kita juga tidak memaksakan dia harus sedetail mungkin menceritakan apa yang dialami karena mempertimbangkan traumatis bagi dia dan sebagainya. 


Menurut orang tuanya, trauma apa yang dia tunjukkan dalam keseharian? 


P : Salah satunya yang disampaikan mama Tori tadi, dia sangat takut kalau melihat ada laki-laki dewasa berbaju coklat dengan perawakan gagah, pokoknya melihat bayangan-bayangan seperti polisi dia seperti terdiam, berlari ke kamarnya dan kemudian cerita ke mamanya, meringkuk dibalik orang tuanya kalau melihat ada sosok-sosok yang membuat dia trauma. 

M dan W siapa pendampingnya? 

P : Kita juga, LBH APIK termasuk mama Tori juga bagian dari tim kuasa hukum, jadi kita di tim pendamping yang mendapatkan kuasa dari orang tua, tiga orang korban itu ada sepuluh orang (pendamping). 

Sekarang mereka ditangani oleh siapa? LBH APIK di Rumah Harapan GMIT atau di Dinas P3AP2KB? 


P : Tiga orang korban ini, kalau korban berusia lima tahun, (I) dia memang bersama dengan orang tuanya. Support system dari keluarganya juga sangat mendukung sekali jadi dalam proses ini dia di-backup penuh oleh keluarganya. 

Kalau korban W(13) ini dia di Rumah Harapan salah satu shelter. M juga di shelter. 


Kebutuhan mereka terlayani dengan baik? 


V : Karena memang di shelter yang berbeda, W di salah satu shelter lain itu terpenuhi dari sisi psikologinya ada Psikolog, kemudian mereka juga melakukan pemeriksaan rutin di rumah sakit, layanan rohani juga didapatkan, kemudian pendampingan hukum sebagaimana yang selama ini memang dilakukan, untuk makan minum, sesuai dengan apa yang tersedia di shelter sedangkan di shelter lain, itu beberapa aspek terpenuhi tapi harus lebih ditingkatkan lagi karena misalnya untuk konseling, dampingan oleh Psikolog perlu ditingkatkan lagi. Informasi yang kami dapatkan bahwa masih minim. Dia butuh untuk didampingi secara psikologis. Kenapa tidak digabungkan? Karena memang kebutuhannya tentu berbeda. Setiap orang punya karakter berbeda, dibesarkan dalam lingkungan kekerasan, itu mereka terpaksa harus menjadi korban seperti itu sehingga mereka ada juga yang mau privasi, sementara di rumah aman itu ada banyak anak dan kita juga di satu sisi harus memahami latar belakang dia jadi jangan sampai kita mempersalahkan dia lagi. (uzu)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved