Opini
Opini: Suka Menyusahkan Orang Lain, Biasanya Ada Luka Lama yang Belum Sembuh
Kalau seorang anak tumbuh dengan penuh kasih sayang, biasanya ia tumbuh menjadi pribadi yang stabil secara emosional.
Oleh: Reinheart Damanik
Bekerja di RS Mamami Kupang, dan mahasiswa tahap akhir S3 Administrasi Publik
POS-KUPANG.COM - Apa kita pernah bertemu seseorang yang sepertinya hobi banget bikin masalah atau mengusahkan orang lain?
Mereka bisa saja sering mempersulit situasi, menciptakan drama, atau bahkan sengaja membuat orang lain repot. Kita mungkin berkata, “Kok bisa ya orang kayak gitu tega banget?”
Nah, ternyata psikologi punya jawabannya. Banyak penelitian dan teori psikologi menjelaskan bahwa perilaku negatif seseorang sering kali berasal dari luka masa kecil yang belum sembuh, terutama dari pengalaman buruk di lingkungan keluarga.
Menurut John Bowlby dalam teori kelekatan (Attachment Theory), hubungan anak dengan orang tuanya di awal kehidupan sangat menentukan cara dia berinteraksi dengan orang lain di masa dewasa.
Kalau seorang anak tumbuh dengan penuh kasih sayang, biasanya ia tumbuh menjadi pribadi yang stabil secara emosional.
Sebaliknya, anak yang mengalami pengabaian atau kekerasan dari keluarga cenderung mengembangkan ketidakpercayaan pada orang lain, sulit mengatur emosi, dan akhirnya punya kecenderungan berperilaku negatif atau menyulitkan orang lain.
Erik Erikson, seorang ahli perkembangan psikososial, juga mengatakan bahwa pada tahun-tahun pertama kehidupan, seorang anak membangun rasa percaya atau tidak percaya pada lingkungan sekitarnya.
Jika lingkungannya buruk, penuh kekacauan atau kekerasan, anak tumbuh menjadi pribadi yang penuh rasa curiga dan sulit percaya pada orang lain, yang pada akhirnya bisa muncul dalam bentuk agresi atau perilaku menyulitkan di masa dewasa.
Albert Bandura dalam teori pembelajaran sosial (Social Learning Theory) menambahkan bahwa anak-anak belajar banyak dari meniru perilaku orang dewasa di sekitarnya, terutama dari keluarga.
Kalau seorang anak sering melihat kekerasan atau perilaku negatif di rumahnya, kemungkinan besar ia akan meniru dan membawa kebiasaan buruk tersebut ke kehidupannya saat dewasa.
Penelitian tentang Adverse Childhood Experiences (ACEs) atau pengalaman masa kecil yang buruk juga membuktikan bahwa semakin banyak pengalaman negatif yang dialami seseorang di masa kecil, semakin tinggi risiko orang tersebut berperilaku negatif di kemudian hari.
Misalnya, kekerasan di rumah, pengabaian, atau perceraian orang tua bisa meningkatkan risiko perilaku agresif atau menyakiti orang lain saat dewasa.
Dari semua ini, kita bisa belajar bahwa orang yang suka menyusahkan orang lain sebenarnya mungkin sedang mengekspresikan luka batinnya yang belum sembuh.
Tentu bukan berarti perilaku negatif ini bisa dibenarkan, tetapi dengan memahami alasan di baliknya, kita bisa lebih berempati dan mencari cara membantu mereka memutus siklus luka ini.
Jadi, lain kali ketemu orang yang sulit banget, ingat, mungkin ada cerita sedih di balik sikapnya, dan sedikit pengertian dari kita bisa jadi langkah awal untuk membantu mereka sembuh. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Opini: Saatnya Keuangan Syariah Jadi Motor Penggerak Ekonomi Nasional |
![]() |
---|
Opini: Membangun Literasi, Membangun Manusia, Membangun Ekonomi |
![]() |
---|
Opini: Temuan BPK 2024, Alarm Sistemik Korupsi Struktural Indonesia |
![]() |
---|
Opini: Nusa Tenggara Timur Menuju Swasembada Pangan |
![]() |
---|
Opini: Seni Berkarakter di Ujung Tanduk, Bakat Muda NTT Tenggelam dalam Arus Globalisasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.