Opini

Opini: Merancang Christian Center di Kabupaten Rote Ndao

Maka Christian Center di Kabupaten Rote Ndao bukan hanya harus indah dan modern, tetapi berakar pada alam dan budaya lokal.

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-CICILIA MBUIK
MAKET - Maket Christian Center di Kabupaten Rote Ndao. 

Oleh: Cicilia Mbuik, S.Ars
Alumni Program Studi Arsitektur Universitas Katolik Widya Mandira Kupang - NTT

POS-KUPANG.COM - Di tengah gempuran globalisasi dan homogenisasi budaya, banyak komunitas Kristen lokal mulai kehilangan ruang untuk mengekspresikan imannya secara kontekstual. 

Di Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur,  daerah yang secara historis dan sosiokultural sangat religius kerinduan akan hadirnya sebuah Christian Center kian kuat terdengar. 

Sebuah pusat kegiatan rohani yang tidak hanya menampung aktivitas ibadah, tetapi juga membina karakter, melestarikan budaya lokal, dan memperkuat daya tahan spiritual umat Kristen di tengah perubahan zaman.

Sebagai alumni arsitektur yang juga bagian dari masyarakat Rote, saya meyakini bahwa Christian Center bukan sekadar proyek fisik, tetapi suatu manifestasi iman dan identitas kolektif. Di sinilah arsitektur, teologi, dan budaya harus bersinergi.

Arsitektur Kontekstual: Iman yang Membumi

Dalam arsitektur, konsep kontekstualitas menekankan pentingnya merancang bangunan yang relevan dengan karakter lokal baik dari sisi iklim, budaya, maupun spiritualitas. 

Seperti dikemukakan arsitek senior Paul Salura (2022), "arsitektur yang berhasil bukan hanya yang efisien secara fungsional, tetapi juga yang menghidupkan makna dan nilai-nilai komunitasnya." 

Hal ini sangat relevan bagi Rote, di mana nilai-nilai seperti hus (kerendahan hati), ndé’o (kesatuan), dan dalek (ketahanan) menjadi bagian integral dari kehidupan sosial dan religius.

Dalam penelitian Widyowati dkk. (2020), bangunan-bangunan religius di daerah tropis kering seperti NTT cenderung lebih tahan lama dan spiritual ketika dibangun menggunakan bahan lokal (batu, kayu, ilalang), serta memperhatikan sirkulasi udara dan pencahayaan alami. 

Maka Christian Center di Rote bukan hanya harus indah dan modern, tetapi berakar pada alam dan budaya lokal.

Teologi Kontekstual: Iman yang Relevan dengan Tanah Air

Dari sisi teologi, pembangunan Christian Center adalah bentuk inkarnasi iman dalam ruang. 

CHRISTIAN CENTER - Maket Christian Center di Kabupaten Rote Ndao.
CHRISTIAN CENTER - Maket Christian Center di Kabupaten Rote Ndao. (POS-KUPANG.COM/HO-CICILIA MBUIK)

Menurut teolog Stephen Bevans (2002), dalam bukunya Models of Contextual Theology, gereja masa kini dituntut untuk “tidak hanya menerjemahkan Injil, tetapi mewujudkannya dalam kehidupan, simbol, dan budaya masyarakat setempat.” 

Maka pembangunan Christian Center sejatinya adalah mewujudkan kekristenan dalam idiom lokal Rote, bukan menyalin format pusat rohani dari luar daerah atau luar konteks.

Lebih lanjut, dalam riset terbaru Kleden (2023) tentang teologi kontekstual di NTT, disebutkan bahwa banyak gereja lokal kehilangan daya transformasi karena tidak memiliki ruang pembinaan yang mengakar secara budaya dan spiritual. 

Inilah tantangan yang bisa dijawab melalui perancangan pusat Kristen terpadu.

Fungsi Holistik: Spiritualitas, Pendidikan, dan Budaya

Christian Center yang dirancang secara baik dan terintegrasi bisa menjalankan fungsi:

  1. Spiritual – ruang ibadah terbuka dan kapel yang adaptif, tempat retret, serta taman doa kontemplatif.
  2. Pendidikan – ruang pelatihan guru agama, sekolah kepemimpinan Kristen, pelatihan karakter pemuda.
  3. Budaya – galeri seni Kristen Rote, museum perkembangan gereja lokal, teater mini untuk drama liturgis.
  4. Sosial-Komunitas – pusat pengembangan ekonomi gereja, ruang pertemuan lintas denominasi, pelatihan kewirausahaan rohani.

Ini sejalan dengan pandangan Donna Zohar & Ian Marshall (2020) dalam Spiritual Capital, bahwa bangunan religius tidak boleh hanya menjadi tempat ritual, tetapi juga pusat pengembangan nilai, karakter, dan komunitas yang berkelanjutan.

Mewujudkan Iman Melalui Ruang

Perencanaan Christian Center bukan semata proyek desain, tetapi tindakan iman yang konkret. 

Menurut penelitian Widodo (2023) dalam Jurnal Arsitektur dan Ruang Spiritualitas, tempat ibadah yang menyatu dengan budaya lokal menciptakan efek psikologis yang mendalam: rasa memiliki, kedekatan rohani, dan keintiman spiritual.

Hal ini penting di tengah meningkatnya jarak psikologis antara umat dan gereja karena bangunan gereja yang seringkali terasa asing, monumental, dan tidak menyentuh sisi emosional lokal. Maka, Christian Center di Rote harus menjadi “rumah iman” yang ramah, terbuka, dan penuh makna.

Tantangan dan Jalan ke Depan

Tentu saja, tantangan utama meliputi pendanaan, manajemen pasca-pembangunan, serta harmonisasi lintas gereja. 

Namun, sebagaimana dicatat dalam laporan UNESCO (2021) tentang culture-based community development, proyek yang dirancang dengan melibatkan masyarakat lokal, tokoh gereja, akademisi, dan pemerintah, memiliki daya tahan dan keberlanjutan tinggi. 

Rancang bangun yang partisipatif bukan hanya lebih inklusif, tetapi juga lebih memiliki.

Penutup: Sebuah Panggilan Iman

Merancang Christian Center di Rote Ndao adalah sebuah panggilan spiritual dan arsitektural. 

Ia bukan sekadar bangunan, melainkan tindakan kolektif untuk mewariskan iman dan budaya secara utuh. 

Kita tidak sedang membangun batu bata dan semen, tetapi membangun pengharapan dan pengaruh. 

Sebagaimana tertulis dalam Mazmur 127:1, “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.”

Maka mari kita jadikan Christian Center ini sebagai buah karya iman yang  membumi dan melayani, rumah bersama bagi semua umat Kristen Rote tempat di mana iman, budaya, dan arsitektur bersatu dalam harmoni. (*)

Referensi

  • Bevans, S.B. (2002). Models of Contextual Theology. Orbis Books.
  • Zohar, D. & Marshall, I. (2020). Spiritual Capital: Wealth We Can Live By. Bloomsbury.
  • Salura, P. (2022). Arsitektur sebagai Medium Sosial Budaya. ITB Press.
  • Widyowati, L. et al. (2020). “Green Architecture in Arid Climates.” Indonesian Journal of Architecture, 12(1).
  • Kleden, Y. (2023). “Teologi Kontekstual dan Budaya Lokal di NTT.” Jurnal Teologi Kontekstual Indonesia, 5(2).
  • Widodo, P. (2023). “Relasi Iman dan Identitas Arsitektural.” Ars: Jurnal Arsitektur dan Ruang Spiritual, 7(1).
  • UNESCO. (2021). Culture in Crisis: Policy Guide for Building Back Better. Paris: UNESCO.

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News

 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved