Opini
Opini: Evaluasi Otonomi Daerah dan Momok Kemiskinan NTT
Tidak dapat dipungkiri bahwa pesta demokrasi hampir satu dekade belakangan ini dihiasi buah hasil otonomi daerah.
Calon DOB ini merasa yakin dengan adanya pemekaran otonomi daerah lebih mampu mendekatkan pelayanan dan pembangunan kepada masyarakat, yang pada akhirnya kemiskinan pun berkurang.
Namun jika kita melihat data kemiskinan, kualitas pelayanan publik serta demokrasi di atas, serasa tertampar dengan realitas 26 tahun otonomi berjalan.
Evaluasi menyeluruh terhadap perjalanan otonomi daerah selama lebih dari 2 dekade ini menjadi kunci penting, alih-alih melakukan pemekaran dimana-mana.
Perlu penerapan sanksi yang diberikan kepada daerah yang gagal menurunkan angka kemiskinannya.
Evaluasi otonomi daerah perlu dilakukan secara represif, dalam arti harus ada ketegasan target penurunan angka kemiskinan bagi tiap daerah otonom.
Tentu saja perlu ada target dan sanksi yang tegas diberikan kepada pemimpin daerah bila tidak tercapai target tersebut, bila perlu dilakukan merger bahkan penghapusan keotonomiannya bagi daerah yang gagal mencapai target.
Evaluasi dan sanksi ini membuat daerah memikir ulang untuk mengajukan pemekaran baru dan mulai menyadari pemekaran bukan hanya sekedar membagi kue kekuasaan pada daerah tetapi ada amanah, titipan mimpi-mimpi otonomi daerah itu sendiri.
Evaluasi pada tahap perencanaan juga perlu dilakukan kepada calon DOB, misalnya dengan tidak langsung memberikan ijin otonomi tetapi dilakukan peninjauan sementara dalam status wilayah administratif daerah tersebut dengan jangka waktu tertentu, sehingga daerah tidak langsung mengelolah daerahnya tanpa adanya kesiapan fiskal, sumber daya dan birokrasi, tetapi daerah juga berusaha memantaskan diri sebelum menjadi menjadi daerah otonom baru.
Namun lebih dari itu, penulis menilai bahwa perlu perketat moratorium izin pemekaran daerah mengingat tingkat kemiskinan yang belum selesai.
Persoalan aspirasi daerah sekiranya perlu komitmen dari pemerintah pusat memberikan ruang bagi daerah bersuara sesuai kebutuhan pembangunan dan pelayanan publik diinginkan.
Dalam hal ini pemerintah harus memiliki komitmen yang kuat dan transparansi dalam mengawal tuntutan pembangunan yang berbasis masyarakat (community development based) dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) yang telah ada, alih-alih memberikan pemekaranan otonomi daerah baru atau melakukan resentralisasi. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.