Nasional Terkini

Suara untuk Aksi Iklim yang Berkeadilan: Diskusi Publik untuk Masa Depan Berkelanjutan di Indonesia

Mereka berbagi pengalaman terkait hambatan dan peluang pelibatan komunitas dalam pengambilan keputusan terkait pendanaan dan kebijakan iklim.

Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM/HO
PEMBICARA - Para pembicara dalam acara “Suara untuk Aksi Iklim yang Berkeadilan” yang diselenggarakan oleh aliansi Voices for Just Climate Action (VCA) pada Kamis (26/6/2025) di Artotel Thamrin, Jakarta. 

 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA -  Saat ini, Indonesia berada di peringkat tiga negara paling berisiko dari perubahan iklim, setelah India dan Nigeria, sebagaimana disorot dalam laporan The
Asian Development Bank (ADB) dan jurnal Nature Sustainability (2023).

Ancaman banjir, kekeringan panjang, kenaikan air laut, dan kebakaran hutan yang kian intens dapat membuat biaya kerusakan terkait iklim di negara berkembang melonjak dari US$116–435 miliar (2020) hingga US$1–1,8 triliun pertengahan abad ini.

Ironisnya, dari total US$10 pendanaan iklim global, hanya US$1 yang mengalir ke tingkat lokal. Hal ini membuat kebutuhan akan mobilisasi pendanaan yang adil bagi daerah dan kelompok rentan kian mendesak.

Berada di titik kritis dari krisis iklim global, Indonesia sebagai salah satu negara yang paling rentan terdampak perubahan iklim memanggil para pemangku kebijakan, pemimpin
komunitas, dan pelaku perubahan dari berbagai daerah untuk berdialog dan merumuskan langkah nyata.

Berlangsung di Artotel Thamrin, Jakarta, acara “Suara untuk Aksi Iklim yang Berkeadilan” yang diselenggarakan oleh aliansi Voices for Just Climate Action (VCA) pada 26
Juni 2025 lalu mempertemukan berbagai pihak guna menjembatani kesenjangan dalam mobilisasi dan implementasi pendanaan iklim bagi kelompok yang paling terdampak.

Acara ini menghadirkan para pembicara dari berbagai daerah dan latar belakang, mulai dari perwakilan komunitas Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, hingga perwakilan Federasi
Perempuan dan koalisi-koalisi dibawah naungan VCA Indonesia seperti Koalisi Kelompok Orang Muda Untuk Perubahaan Iklim (Koalisi KOPI), Koalisi ADAPTASI, Koalisi Pangan Baik,
Koalisi Sipil, serta Konsorsium C4Ledger, aliansi pengelola pengetahuan yang dikoordinasikan oleh KONSEPSI NTB.

Mereka berbagi pengalaman terkait hambatan dan peluang pelibatan komunitas dalam pengambilan keputusan terkait pendanaan dan kebijakan iklim. Mereka juga memaparkan contoh-contoh aksi nyata yang telah dilakukan bersama masyarakat, mulai dari sistem energi terdesentralisasi dan pertanian cerdas iklim hingga praktik pelestarian ekosistem adat dan pengelolaan sampah berbasis komunitas.

Pelibatan komunitas yang terdampak merupakan salah satu langkah penting yang harus diambil dan diperhatikan oleh para pemangku kebijakan.

Foto bersama usai acara Suara untuk Aksi Iklim yang Berkeadilan oleh VCA
PESERTA - Foto bersama usai acara “Suara untuk Aksi Iklim yang Berkeadilan” yang diselenggarakan oleh aliansi Voices for Just Climate Action (VCA) pada 26 Juni 2025 di Artotel Thamrin, Jakarta.

Seperti yang dikatakan oleh David Rahawarin, Community Development Officer untuk WWF Tanah Papua, “Menurut kami, bentuk ideal pelibatan komunitas adalah pelibatan yang setara, berkelanjutan, dan berbasis hak, yang berarti komunitas dilibatkan sejak tahap perencanaan, implementasi hingga monitoring dan evaluasi, ada pengakuan atas hak atas tanah, wilayah, dan budaya mereka; dan proses pelibatan harusnya dilakukan dengan cara yang sesuai dengan konteks lokal, bukan sekadar formalitas. Pelibatan yang ideal bukan hanya soal hadir di meja diskusi, tapi soal siapa yang menentukan arah kebijakan.”

Selain itu, pelibatan komunitas juga perlu disesuaikan dengan cara yang cocok dan sesuai dengan konteks.

Seperti yang dikatakan oleh Magdalena Oa Eda Tukan, Ketua Komite Eksekutif Flobamoratas Koalisi KOPI, “Mengajak generasi muda untuk gerakan aksi iklim perlu dilakukan dengan cara yang kreatif. Kami memiliki prinsip yaitu kemurnian niat, imajinasi yang luas, lakukan dengan riang gembira, dan buat teman kita hebat. Hal ini dilakukan untuk mendorong gerakan aksi iklim yang lebih luas untuk orang muda.”

Pada Dialog Publik ini, hadir pula para perwakilan dari Kementerian terkait, termasuk Badan Pangan Nasional, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, serta Direktorat Adaptasi
Kementerian Lingkungan Hidup, yang juga berdialog bersama para perwakilan masyarakat adat dan Organisasi Masyarakat Sipil guna membahas sinergi antar kementerian dan
pelibatan komunitas yang bermakna dalam proses adaptasi perubahan iklim.

Mereka juga menjajaki langkah mempercepat pengakuan dan perlindungan wilayah adat, serta mendorong sistem pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan dan lestari.
Aliansi VCA di Indonesia yang terdiri dari Slum Dwellers International bersama SPEAK Indonesia, South South North bersama konsorsium C4Ledger, WWF, dan Yayasan Humanis
bersama para mitra lokal telah aktif bekerja di berbagai daerah termasuk DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Selatan, Papua Barat, dan Papua Barat
Daya.

Selama empat tahun pelaksanaan program hingga fase akhir di tahun 2025 ini, berbagai pembelajaran dan contoh praktik baik telah dikumpulkan untuk didokumentasikan, diakui, dan direplikasi sebagai bentuk kerja bersama dalam memperluas ruang bagi suara masyarakat sipil dan komunitas marginal.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved