NTT Terkini
Rudi Kabunang Serukan Penggunaan Amicus Curiae untuk Keadilan di Sidang Mantan Kapolres Ngada
Rudi Kabunang Serukan Penggunaan Amicus Curiae untuk Keadilan di Sidang Mantan Kapolres Ngada, Fajar Lukman, yang akan segera disidangkan.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Apolonia Matilde
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sidang perdana kasus kekerasan seksual terhadap anak yang diduga melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, segera digelar di Pengadilan Negeri Kupang.
Para tokoh masyarakat, akademisi, aktivis perempuan dan anak, bahkan lembaga-lembaga negara ikut menyusun argumen, bukan untuk menggugat atau membela, tetapi untuk memberi terang.
Artinya, saat persidangan tidak saja jaksa, pengacara, dan hakim yang akan bicara. Tapi, orang-orang bisa menyampaikan pendapatnya.
Penulis disertasi pertama di Indonesia, Dr. Umbu Rudi Kabunang sudah membicarakan penggunaan Amicus Curiae. Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Golkar itu membahas khusus pola penerapan Amicus Curiae.
Amicus Curiae merupakan konsep hukum yang memungkinkan pihak-pihak yang memiliki kepedulian terhadap sebuah perkara untuk menyampaikan opini hukum kepada majelis hakim.
“Saya mengajak para akademisi, dosen hukum, tokoh adat, tokoh agama, dan siapa saja yang peduli, untuk menyampaikan legal opinion sebagai Amicus Curiae dalam perkara ini,” kata Umbu Rudi, Selasa (24/6/2025).
Dia menegaskan bahwa pendapat hukum, moral, etika, bahkan perspektif adat bisa disampaikan selama proses sidang berlangsung.
“Tokoh adat bisa menulis dari perspektif budaya kita di NTT. Tokoh agama dari sisi moral dan etika. Akademisi hukum menulis tentang unsur-unsur pidana dan penerapan pasal. Semua akan sangat membantu hakim membongkar perkara ini dengan utuh dan adil,” ujarnya.
Amicus Curiae, yang dalam bahasa Latin berarti sahabat pengadilan, adalah instrumen hukum yang lazim digunakan dalam peradilan di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Afrika Selatan.
Menurut Umbu Rudi, di Indonesia, konsep ini mulai dikenal sebagai bagian dari reformasi sistem peradilan, khususnya untuk perkara-perkara yang menyangkut kepentingan publik.
“Dalam kasus ini, kami ingin membangun momentum: bahwa masyarakat sipil tidak boleh diam. Kita bisa bicara melalui jalur hukum, dengan mengajukan pendapat resmi kepada hakim. Ini bukan intervensi, tetapi kontribusi intelektual dan moral,” kata Umbu Rudi.
Ia menyebut, semakin banyak Amicus Curiae yang masuk, semakin banyak referensi dan perspektif yang bisa dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim.
“Ini cara kita menjaga marwah hukum, sekaligus menunjukkan keberpihakan pada korban,” katanya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.