Ngada Terkini

Pemkab Ngada Gandeng Landesa Dorong Pengakuan Tanah Ulayat, Suku Karo Jadi Perintis

Ia mengakui bahwa proses pengakuan ini memakan waktu. Proses itu menjadi cerminan bahwa legalisasi tidak mudah.

|
Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/CHARLES ABAR
TEKEN -Bupati Ngada Raymundus Bena, Ketua Yayasan Landesa Bumi Indonesia Mardha Dillah, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngada Eduward Tuka, saat menandatangani MoU di Aula Setda Ngada, Senin (23/6/2025). 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM,Charles Abar

POS-KUPANG.COM,BAJAWA - Pemerintah Kabupaten Ngada resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Yayasan Landesa Bumi Indonesia  dan Kantor Pertanahan Kabupaten Ngada untuk mendorong pengakuan tanah ulayat masyarakat adat.

Kegiatan yang berlangsung di Aula Setda Ngada Senin (23/6/2025) ini diinisiasi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Ngada, dengan melibatkan berbagai pihak termasuk masyarakat adat Suku Karo dari Desa Were 1, Kecamatan Golewa.

Penandatanganan MoU dilakukan langsung oleh Bupati Ngada Raymundus Bena dan Direktur Landesa Indonesia Mardha Tillah, disaksikan oleh  Ketua DPRD Ngada Romi Juji, Forkompimda, perwakilan ATR/BPN Ngada, CEO Landesa, dan jajaran instansi terkait lainnya.

Dalam sambutannya, Bupati Raymundus menegaskan bahwa kerja sama ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah daerah dalam melindungi hak masyarakat adat atas tanah ulayat mereka.

Setelah ini, suku-suku lain juga harus mulai terlibat. Keberadaan Landesa ini luar biasa. Mereka tidak hanya mengakui suku, tapi juga struktur kesukuan dan kepemilikan lahan secara kolektif, ujar Raymundus.

Baca juga: Lima Warga Desa Wogo, Ngada Bertemu Uskup Agung Ende di Ndona, Ini Tujuannya

Menurutnya, jika proses ini diikuti secara menyeluruh, maka suku-suku yang selama ini terlibat konflik bisa terdorong untuk berdamai melalui kesadaran kolektif akan asal-usul dan struktur adat masing-masing.

Proses ini bukan hanya soal legalitas, tapi membuka wawasan. Mengapa Landesa hadir? Karena ada kebutuhan akan pengakuan, yang akan membawa dampak berkelanjutan—dari perlindungan hak marjinal hingga potensi pariwisata berbasis tanah adat, lanjut Raymundus.

Ia mengakui bahwa proses pengakuan ini memakan waktu. Proses itu menjadi cerminan bahwa legalisasi tidak mudah.

Oleh sebab itu, Pemda akan mendorong lima hingga sepuluh suku terlebih dahulu untuk mengikuti skema partisipatif ini.

Legalitas ini tidak menciptakan sesuatu yang baru, melainkan mengakui apa yang sudah hidup dalam praktik masyarakat adat. Legalitas ini juga akan memberi kepastian bagi investor di masa depan, tanpa menghilangkan hak-hak penggarap tradisional.

Landesa: Model Partisipatif Ini Pertama Kali Dilakukan oleh Masyarakat Sendiri

Baca juga: Dihadapan Wamen PPPA Veronika Tan, Ketua PKK Blandina Mamo: Perempuan Ngada Pejuang!

Direktur Yayasan Landesa Bumi Indonesia, Mardha Tillah, menyebut kolaborasi di Ngada sebagai momentum penting karena merupakan pengakuan tanah ulayat pertama di Indonesia yang sepenuhnya berbasis inisiatif masyarakat adat, bukan dari pihak ketiga seperti Universitas atau konsultan.

Suku Karo hari ini menunjukkan bahwa masyarakat bisa sendiri memetakan, mengidentifikasi, dan bermusyawarah. Ini proses partisipatif yang kuat dan menjadi model yang patut dicontoh suku lain di Ngada dan daerah lain, kata Mardha.

Ia menjelaskan bahwa dari empat juta hektare tanah ulayat yang berada di luar kawasan hutan di Indonesia, baru puluhan ribu hektare yang berhasil disertifikasi. Proses panjang terjadi bukan karena hambatan teknis, melainkan karena butuh kesepakatan internal dalam komunitas adat.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved