NTT Terkini

Lembata untuk NTT: dari Tradisi Muro ke Perda Konservasi Kawasan Pesisir

Kearifan lokal ditetapkan melalui kesepakatan bersama dalam pertemuan yang dihadiri perwakilan suku, tetua adat, masyarakat, dan pemerintah setempat.

Editor: Ryan Nong
ISTIMEWA
Tradisi tangkap ikan di Desa Dikesare Lembata Nusa Tenggara Timur, setelah muro dibuka. LSM Barakat bersama tokoh adat, pemdes, akademisi dan Pokja Iklim mendorong diterbitkannya payung hukum untuk melindungi kearifan lokal konservasi laut dan pesisir di Lembata dan NTT. 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Masyarakat lokal di wilayah Kabupaten Lembata Nusa Tenggara Timur (NTT) turun temurun telah menghidupi praktik baik konservasi laut dan kawasan pesisir melalui tradisi Muro

Tradisi Muro secara harfiah yang diartikan sebagai larangan menangkap ikan di wilayah yang “dikeramatkan”, melingkupi seperangkat tata kelola yang memastikan aturan, perangkat adat, ritual, perencanaan, pengawasan hingga penegakan aturan dan sanksinya oleh masyarakat adat setempat berdasarkan kesepakatan sosial.

Kearifan lokal itu ditetapkan melalui kesepakatan bersama dalam pertemuan yang dihadiri perwakilan suku, tetua adat, masyarakat, dan pemerintah setempat. 

Adapun praktek itu dapat dijumpai di Desa Kolontobo Kecamatan Ile Ape, Lamawolo dan Lamatokan Kecamatan Ile Ape Timur serta Tapobaran dan Dikesare di Kecamatan Lebatukan.

Direktur LSM Barakat, Benediktus Bedil mengatakan, tradisi Muro yang masih dilaksanakan di enam desa di Lembata itu menjadi upaya konservasi laut dan pesisir oleh masyarakat berbasis budaya dan kearifan lokal setempat. 

Tradisi Muro juga, disebutnya, sebagai upaya konservasi sumberdaya alam oleh masyarakat untuk menjaga keberlanjutan pangan yang seimbang, sekaligus metode adaptasi perubahan iklim yang mutakhir.

Sejak 2016 lalu, LSM Barakat bersama berbagai pihak telah melakukan pendampingan dan advokasi untuk memperkuat upaya konservasi berbasis kearifan lokal tersebut, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat dalam upaya menghadapi perubahan iklim. 

Dalam tentang waktu tersebut pula, telah lahir beberapa peraturan desa (Perdes) yang memayungi tradisi Muro di wilayah itu. 

Suara dari Lembata 

"Perjuangan kami sudah lama sejak 2016 lalu, mulai dari menghidupkan dan memperkuat muro di tingkat kabupaten," ungkap Benediktus kepada POS-KUPANG.COM, Rabu.

"Kemudian karena regulasi yakni UU 23 tahun 2014 yang mengindikasikan bahwa urusan laut mulai dari 0 hingga 12 mil itu ada di provinsi, maka itu yang mendorong kami datang kesini, mengadvokasi pihak pemerintah baik DPRD maupun gubernur, mendukung kalau boleh ada Perda provinsi melindungi Muro itu sehingga perdes yang susah dibuat diperkuat dengan Perda," tambah Benediktus. 

Foto bersama Tim Lembata usai  RDP dengan Komisi II DPRD NTT di Ruang Komisi pada Rabu
DIALOG DI DPRD NTT - Foto bersama Tim Lembata usai dialog (RDP) dengan anggota DPRD di Ruang Komisi II DPRD NTT, Rabu (5/6/2025).

Benediktus bersama tim LSM Barakat, tokoh adat, perwakilan kepala desa, BPD, perwakilan bagian Hukum Setda Lembata, dan akademisi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pun bertemu dan berdialog dengan Komisi II DPRD NTT pada Rabu (4/6/2025) siang. 

Dialog (RDP) itu juga dihadiri Kepala Dinas Kelautan Perikanan NTT Sulastri Rasyid dan jajaran, Tim Pokja Perubahan Iklim Provinsi NTT seperti Sherly Huki Wila dan Vincent Bureni serta media. 

Dalam forum dialog yang dipimpin oleh Leo Lelo selaku Ketua Komisi II, mereka membawa asa agar praktik baik konservasi laut dan kawasan pesisir berbasis kearifan lokal di Lembata itu dapat dilindungi melalui payung hukum yang lebih tinggi, tidak sekedar peraturan desa atu Perdes. 

Benediktus Bedil bersama Viktor Diri (67), salah satu tokoh adat sekaligus lokal champion memaparkan harapan agar dewan merespon perjuangan mereka sehingga ada peraturan daerah yang dapat memayungi kearifan lokal itu. 

Sementara Yoseph Yapi Taum, akademisi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dalam telaah akademiknya menyebut bahwa kearifan lokal yang mengikat skala lokalitas tertentu rentan terhadap perubahan zaman yang terbuka dan pragmatis.

Karena itu, perlu ada upaya melindungi kearifal lokal seperti tradisi Muro dengan payung hukum yang mengikat.

“Kearifan lokal saja tidak cukup sehingga musti ada campur tangan semua pihak pemerintah, akademisi, politisi dan lainnya untuk mendukung kelestarian lingkungan dengan membuat peraturan yang mengikat,” ungkap Yapi Taum yang menjadi bagian Tim Lembata.

Dalam paparannya, Yapi Taum juga menyebut bahwa masyarakat adat di berbagai wilayah NTT pun memiliki tradisi yang sama atau mirip dengan Muro, seperti di Ende, Sumba Barat, Kabupaten Kupand dan beberapa wilayah lain. 

"Kita ingin ada Perda, bukan keputusan gubernur saja," ujar Yapi Taum merujuk pada SK Gubernur NTT tahun 2019 tentang konservasi. 

Dia menyebut, peraturan daerah di tingkat provinsi akan menjadi instrumen kunci pengelolaan kawasan laut dan pesisir sebagai mitigasi terhadap ancaman perubahan iklim dan pemanasan global.

Ranperda Inisiatif DPRD 

Dewan pun menyambut positif 'suara dari Lembata'. Di ujung dialog yang berlangsung selama tiga jam, disepakati usulan itu ditindaklanjuti. 

Kesimpulannya, Komisi II DPRD NTT akan memproses usulan itu menjadi Rancangam Peraturan Daerah (Ranperda) inisiatif DPRD sesuai mekanisme internal dewan; mulai dari usulan Bapemperda, penyampaian ke pimpinan dewan, sikap fraksi partai, paripurna hingga konsultasi ke pusat.

Leo Lelo menegaskan agar usulan itu segera berproses di internal komisi dan Bappemperda untuk masuk dalam Propemperda Perubahan Tahun 2025.

“Kita akan segera memproses ini masuk dalam Propemperda Perubahan tahun 2025,” tegas Leo Lelo yang juga ketua DPD Demokrat NTT itu.

Adapun selama dialog, tujuh anggota DPRD lintas komisi yang hadir, yakni Paulus Lobo, Yohanes Oematan, Simprosa Ganggut (Komisi II), Alexander Take Ofong, Yohanes de Rosari dan Viktor Mado Watun (Komisi III), serta Ana Waha Kolin (Komisi IV) memberi dukungan dan respon positif. 

Gubernur NTT Melki Laka Lena berbincang dengan Tim Lembata usai audiensi
BINCANG - Gubernur NTT Melki Laka Lena berbincang bersama Direktur Barakat Benediktus Bedil, akademisi Universitas Sanata Dharma Yapi Taum, akademisi Unika Kupang Urbanus Ola Hurek, tokoh adat Viktor Diri, anggota DPRD NTT Viktor Madodan Yohanes De Rosary serta Kadis Kelautan dan Perikanan NTT Sulastri Rasyid usai audiensi di Rumaj Jabatan Gubernur NTT, Rabu (5/6/2025) malam.

Dukungan Penuh Gubernur Laka Lena

Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena juga memberi dukungan penuh terhadap inisiatif dan upaya tersebut. 

Saat menerima audiensi Tim Lembata di Rumah Jabatan Gubernur NTT pada Rabu (5/6/2025) malam, Gubernur Melki Laka Lena menyampaikan ucapan terima kasih untuk 'masukan' itu. 

Mantan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI itu menyebut bahwa saat ini dunia tidak lagi bicara sebatas perubahan iklim tetapi keadilan iklim. 

Karena itu, praktik baik yang telah dilakukan masyarakat lokal di daerah seperti Muro di Lembata harus didukung sehingga dapat direplikasi di wilayah lain di Provinsi NTT

"Bicara bukan lagi perubahan iklim tapi keadilan iklim. Kita harus belajar dari berbagai komunitas lokal yang sudah melaksanakan dan berhasil," kata Gubernur Melki Laka Lena

Dia mengatakan, pemerintah siap bersama DPRD mendorong agar konservasi laut dan pesisir berbasis kearifan lokal menjadi sebuah Peraturan Daerah. 

Dia sampaikan, "Kalau mau buat jadi Perda sejauh melewati tahapan, bisa dijahit berbagai kearifan lokal untuk menjadi satu Perda."

Adapun kata dia, isu perubahan iklim juga telah telah menjadi bahasan di tingkatan Bappeda atau Bapperida kabupaten kota seluruh NTT untuk ditingkatkan menjadi rencana aksi sekaligus masuk dalam RPJMD. 

"Ke depan kami bersama dengan DPRD provinsi akan memulai prosesnya, bagaimana ini bisa menjadi sebuah Perda yang memastikan bahwa semua kearifan lokal ini bisa menjadi bagian yang dijaga dan dilindungi," ungkap Gubernur Melki Laka Lena

Dia berpesan agar semua masyarakat dapat menjaga alam tetap lestari sembari mendukung pembangunan untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat NTT

Siap kawal rancangan Perda

Usai pertemuan audiensi dengan Gubernur Melki Laka Lena, Benediktus Bedil mengaku senang karena hasil positif yang didapat selama berada di Kupang. 

"Hari ini sangat positif, tetapi kami tetap mengagendakan untuk datang lagi kawal lebih lanjut (proses perda)," sebut Benediktus. 

Dia juga mengapresiasi rencana Perda akan dibuat dengan cakupan yang lebih luas. Dia menyebut, pihaknya siap mendukung. 

"Itu lebih bagus, karena draft akademis sudah disusun oleh Pak Yapi. Itu sudah melingkup semua kearifan lokal, kita sudah siap juga," ungkap Benediktus. 

Dia menyebut upaya itu sebagai persembahan "dari Lembata untuk NTT". (Ian) 

Foto bersama usai audiensi Tim Lembata dengan Gubernur NTT Melki Laka Lena
AUDIENSI GUBERNUR NTT - Foto bersama usai audiensi Tim Lembata dengan Gubernur NTT Melki Laka Lena di Rumah Jabatan Gubernur, Rabu (5/6/2025) malam.

 

 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved