Opini
Opini: Gerakan Beli NTT, Menggerakkan Ekonomi Daerah dari Produk Lokal
Gerakan Beli NTT merupakan salah satu dari enam program prioritas Gubernur NTT periode 2025–2030, Bapak Melki Lakalena.
Oleh: Vita Christiani
BPS Provinsi NTT
POS-KUPANG.COM - Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah provinsi yang kaya akan potensi alam, budaya, dan pariwisata.
Namun, di balik keindahan alam dan keramahtamahan masyarakatnya, tantangan ekonomi masih menjadi pekerjaan besar yang perlu ditangani bersama.
Dalam upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah, lahirlah sebuah inisiatif yang layak diapresiasi dan diperkuat: Gerakan Beli NTT.
Gerakan Beli NTT merupakan salah satu dari enam program prioritas Gubernur NTT periode 2025–2030, Bapak Melki Lakalena.
Gerakan ini bertujuan mendorong konsumsi dan pemasaran produk lokal melalui kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
Gerakan bertumpu pada gagasan sederhana namun strategis: ketika masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah lebih memilih produk lokal dibandingkan produk luar daerah, maka efek berantainya terhadap ekonomi sangat signifikan.
Produksi lokal yang meningkat akan membuka lapangan kerja baru. Ketika masyarakat bekerja dan berpenghasilan, daya beli ikut naik.
Jika uang tersebut kembali dibelanjakan untuk produk lokal, maka terbentuklah siklus ekonomi yang sehat dan berkelanjutan.
Pertanian sebagai Penggerak Utama
Jika melihat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) triwulan I tahun 2025, sekitar 29 persen perekonomian NTT digerakkan oleh sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan.
Sektor ini juga menyerap sekitar 53 persen tenaga kerja (Sakernas Februari 2025). Artinya, ketika produksi di sektor ini meningkat secara kualitas dan kuantitas, maka akan terjadi dorongan besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Produk-produk pertanian tidak hanya dikonsumsi oleh rumah tangga, tetapi juga berpotensi besar diserap oleh sektor industri makanan dan minuman, serta sektor akomodasi dan konsumsi. Sayangnya, potensi ini belum sepenuhnya dimaksimalkan.
Hal ini dapat kita ketahui melalui analisis input-output untuk melihat dampak pengeluaran wisatawan terhadap sektor pertanian (Rizki & Mekita, 2023).
Hasil kajian tersebut menyatakan bahwa kontribusi pengeluaran wisatawan baik wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke NTT terhadap subsektor peternakan hanya sekitar 38 persen, subsektor perikanan 28 persen, subsektor tanaman pangan 26 persen, dan subsektor hortikultura hanya 3 persen.
Angka ini mengindikasikan bahwa kebutuhan konsumsi wisatawan seperti buah dan sayuran masih sangat bergantung pada pasokan dari luar daerah.
Ini menjadi tantangan sekaligus peluang. Pemerintah perlu mendorong peningkatan kapasitas produksi pertanian lokal—baik dari sisi kuantitas maupun kualitas—serta menjalin kemitraan dengan sektor pariwisata dan akomodasi untuk mengutamakan penggunaan produk lokal dalam penyediaan makanan dan minuman.
Kemandirian Pangan
Beras merupakan salah satu komoditas utama dalam konsumsi rumah tangga di NTT. Berdasarkan data tahun 2024, sekitar 26 persen dari total pengeluaran rumah tangga digunakan untuk membeli beras.
Ini menunjukkan betapa sentralnya peran beras dalam struktur konsumsi masyarakat.
Namun, jika kita membandingkan antara produksi dan konsumsi beras di NTT pada tahun 2024, terjadi defisit yang cukup besar.
Produksi beras lokal tercatat sebesar 414,06 ribu ton, sedangkan konsumsi masyarakat mencapai 663,66 ribu ton. Artinya, sekitar 37 persen kebutuhan beras NTT masih dipenuhi dari pasokan luar daerah.
Kondisi ini menjadi tantangan sekaligus peluang dalam semangat Gerakan Beli NTT. Konsumsi beras masyarakat NTT idealnya dipenuhi dari produksi pertanian lokal demi mewujudkan kemandirian pangan lokal.
Hal ini tidak hanya akan memperkuat ketahanan pangan, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi petani lokal.
Kopi NTT
Salah satu produk unggulan sektor pertanian NTT lainnya adalah kopi. Wilayah seperti Flores, Bajawa, Manggarai, dan Lembata dikenal sebagai penghasil kopi arabika dan robusta berkualitas tinggi.
Kopi saat ini bukan sekadar minuman, tapi telah menjadi bagian dari gaya hidup, simbol kualitas, dan interaksi sosial.
Berdasarkan hasil Survei Perkebunan Tahun 2023, NTT termasuk dalam 10 besar provinsi dengan produksi kopi tertinggi, yaitu mencapai 25.637 ton.
Dengan jumlah produksi sebesar ini, mendorong penggunaan kopi lokal dalam konsumsi harian, di hotel dan restoran, serta di gerai minuman modern, akan memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
Gerakan Beli NTT menjadi momentum penting untuk mengubah pola konsumsi masyarakat.
Kopi lokal harus menjadi pilihan utama di berbagai lini—mulai dari rumah tangga, kafe kecil, restoran, hotel, hingga acara resmi pemerintahan.
Tenun Ikat
Selain dari sektor pangan, NTT juga memiliki kekayaan non-pangan yang bernilai tinggi: tenun ikat. Tenun ikat bukan sekadar produk tekstil, melainkan warisan budaya yang sarat makna—mencerminkan identitas etnis, nilai spiritual, dan sejarah masyarakat NTT.
Menurut data Profil Industri Mikro dan Kecil Tahun 2022, sekitar 53 persen usaha mikro dan kecil di NTT bergerak di sektor tekstil, termasuk di dalamnya produksi tenun ikat.
Ini menunjukkan bahwa industri tenun memiliki peran besar dalam perekonomian masyarakat.
Dengan persentase pelaku usaha yang besar, pemanfaatan tenun ikat tidak hanya untuk dijual sebagai cendera mata, tetapi juga perlu digalakkan penggunaannya dalam berbagai kegiatan formal dan keseharian, termasuk dalam busana ASN, acara adat, seremonial pemerintahan, dan promosi pariwisata.
Memperkuat Gerakan Beli NTT
Untuk menyukseskan Gerakan Beli NTT, diperlukan langkah-langkah strategis, antara lain peningkatan kapasitas pelaku usaha lokal melalui pelatihan, fasilitasi modal, dan pendampingan.
Kebijakan afirmatif bagi hotel, restoran, dan gerai makanan/minuman untuk menyerap produk lokal.
Digitalisasi dan branding produk NTT agar lebih dikenal dan kompetitif di pasar lokal maupun nasional. Kampanye masif bahwa Gerakan Beli NTT bukan sekadar ajakan konsumsi, melainkan bentuk nyata membangun masa depan ekonomi NTT.
Gerakan Beli NTT bukan hanya tentang membeli, tapi tentang meneguhkan keberpihakan kepada daerah sendiri. Dari secangkir kopi lokal hingga sehelai tenun ikat, dari sepiring sayur lokal hingga buah hasil kebun petani.
Semua bisa menjadi penggerak ekonomi, simbol identitas, dan wujud solidaritas masyarakat NTT menuju masa depan yang mandiri dan sejahtera. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.