Opini
Opini: Di Balik Hilangnya Jersey Persebata
Ia perlu dikelola lewat pembinaan, pendampingan, dan pembentukan melalui keluarga maupun keterlibatan psikolog.
Oleh: Robert Bala
Pendiri SMA Sekolah Keberbakatan Olahraga (SKO) San Bernardino (SMARD) Lewoleba Lembata
POS-KUPANG.COM - Persebata diterima di Lembata 30 Mei 2025 bak juara dan memang demikian.
Sebelumnya diarak di Kupang pada 26 Mei 2025, dijamu oleh petinggi di sana. Tentu saja sambutan di kampung ‘Sembur Ikan Paus’ lebih ‘ngeri’, hal mana wajarnya karena merekalah klub pertama yang akan membawa NTT di liga Nusantara, liga profesional.
Tanpa mengurangi euforia, kita bertanya, apa yang terjadi dengan hilangnya jersey beberapa pemain persebata dalam pertandingan puncak?
Apakah kasus ini perlu diselidiki tim hukum demi mendapatkan ‘kejelasan? Ataukah sebuah alarm yang mengharuskan adanya penanganan psikologis terutama menghadapi pertandingan yang kian ketat nanti?
Jawaban atas pertanyaan ini tentu tidak mudah. Kubu pro-kontra yang berjuang untuk ‘diselidiki habis-habisnya’ dan evaluasi kritis tentu memiliki pendasaran yang sama kuat.
Tetapi menguarainya sebagai benang kusut sebagai pembelajaran jauh lebih penting.
Untuk jawab pertanyaan ini, penulis ingat sebuah pengalaman berharga. Tanggal 23-24 Juni 2019, penulis berkesempatan mendampingi pemain legendaris Bayern Munchen, Martin Demichelis.
Ia merumput selama 7 musim (2003-2011) di klub terbesar Jerman dan salah satu klub terbaik dunia.
Dari sana ia kemudian melewati periode berharga di berbagai klub di Spanyol (Malaga, Atletico de Madrid, Espanyol) dan juga Manchester City) hingga pensiun 2017.
Pada periode yang sama ia juga menjadi penjaga pertahanan Timnas Argentina agar bisa membiarkan Lionel Messi bisa nyaman bermain di bagian depan.
Pertanyaannya, mengapa Demichelis yang dianggap paling pas mewakili pemain top pada masanya untuk bisa berbicara dengan para remaja di Persija yang tengah disiapkan untuk belajar sepak bola ke Eropa khususnya di Allianz Arena, stadiun Bayern Munchen?
Jawabannya karena di usianya yang sangat dini (13 tahun) ia sudah dikontrak Bayern Munchen.
Ia tinggalkan River Plate dan mengalami masa-masa yang sangat penting dan penuh ketegangan sebagai remaja awal di sebuah kota yang tentu asing.
Yang menarik, saat berada di Jakarta, Demichelis tidak banyak berbicara atau sharing tentang cara bermain sepak bola.
Yang ia sharingkan kepada remaja yang akan melewati beberapa bulan di Allianz Arena Jerman dan punya impian untuk bisa suatu saat benar-benar bermain di Eropa adalah pentingnya penanganan psikologis.
Bagi pria kelahiran 20 Desember 1980, mimpi mencetak prestasi, baik ilmu pengetahuan maupun olahraga, tidak mesti mengambil jalan pintas.
Ia perlu dikelola lewat pembinaan, pendampingan, dan pembentukan melalui keluarga maupun keterlibatan psikolog.
Ketegaran Mental
Sharing berharga yang penulis dapatkan dari pemain didikan River Plate Argentina sejak usia 10-13 tahun) ini bisa jadi rujukan untuk menjawab pertanyaan tentang Persebata.
Pertama, persoalan hilangnya Jersey pemain, meski ada indikasi pelanggaran hukum, tetapi di dasarnya bukan pertama-tama sebuah kasus hukum.
Ada pelanggaran yang bisa dideteksi di permukaan mesti digali untuk mencari penyebabnya. Sebaliknya bersikap gegabah bisa berakibat pada salah diagnosis yang berakibat pada solusi yang tidak tepat.
Pada titik ini, maka penanganan ‘hukum’ dengan terbentuknya tim hukum tentu untuk kasus tertentu tepat tetapi dalam kaitan dengan olahraga, hal itu masih bersifat ‘debatable’ atau masih dapat diperdepatkan.
Kedua, sharing dengan Demichelis sebagaimana dikisahkan di awal hanya mengingatkan bahwa tim-tim sekaliber Bayern Munchen dari awal sudah memahami bahwa sepak bola bukan sekadar tendang bola dan ‘kelincahan’ (dengan sedikit kelicikan) tetapi yang paling utama adalah penanganan psikologis akibat tingginya beban psikologis dan stress.
Dalam konteks liga profesional Indonesia, para pemain Persebata ibarat berangkat dari ‘kampung kecil’ (maaf gunakan kata ini) Lembata dan kemudian bertarung di ‘kampung besar’ NTT.
Kini mereka harus merumput di liga pro dengan tingkatan stres dan ketegangan besar. Karena itu pemahaman dan pengendalian emosi menjadi sangat penting.
Bila hal ini dikelola dengan komunikasi yang baik, maka akan muncul kepercayaan diri yang semakin baik. Hal ini sangat diperhatikan oleh klub raksasa dunia seperti: Barcelona, Real Madrid, Bayern Munchen.
Di Indonesia, Persija, Persebaya, Persib, Persema, sekadar menyebut tiga contoh sangat memperhatikan pendampingan psikologis pemain.
Ketiga, hal penting yang patut dikelola dan diperjuangkan adalah mencapai ketegaran mental (mental toughness).
Dalam arti yang paling sederhana, ketegaran mental adalah upaya menguasai dan mengalahkan diri sendiri terlebih dahulu sebelum menguasai dan mengalahkan orang lain.
Agar dapat menguasai diri sendiri maka diperlukan pemeliharaan kepercayaan diri, kemampuan beradaptasi, dan pengendalian emosi terutama ketika berada di bawah tekanan.
Kasus ‘penghilangan’ Jersey adalah indikasi masih jauhnya para pemain dari ketegaran mental hal mana patut diperhatikan dalam menghadapi kompeteisi profesional.
Solusi terhadap kevakuman ini adalah menghadirkan peran psikolog terutama dalam menghadapi liga pro.
Kehilangan jersey bukan menjadi ranah kasus hukum meski ada indikasi ke sana. Ia hanyalah sintom atau gejala yang menandakan perlunya pendampingan psikologis.
Yang terakhir dan mestinya jauh lebih penting. Sepak bola (dan olahraga pada umumnya) bukan sekadar kegiatan fisik (kaki) tetapi merupakan sarana untuk mencapai nilai yang lebih tinggi.
Negara terhebat dalam pendidikan, Finlandia, ternyata menggunakan olahraga untuk meningkatkan prestasi pendidikan hal mana menempatkan mereka di tempat teratas dunia.
Hal ini sekaligus menunjukkan keterkaitan olahraga dan prestasi dalam pendidikan.
Olahraga (sepak bola) berperan memperlancar sirkulasi oksigen di otak yang menjadi elemen penentu dalam meningkatkan pemahaman dalam pembelajaran.
Kalau demikian maka kemajuan olahraga di Lembata dan NTT mesti dikemas dalam kesatuan dengan pendidikan.
Melalui pendidikan yang baik yang dirancang menyatu dengan bidang psikologi dan olahraga, akan memungkinkan terbentuknya ketegaran mental.
Mental yang tegas akan menjauhkan dari tendensi jalan pintas seperti dilakukan dengan ‘menghilangkan’ Jersey tetapi secara produktif dakan menjadikan olahraga sebagai jalan mencetak pribadi cerdas dan beretika dengan kepribadian menawan. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.