NTT Terkini
Bapperida NTT Gandeng ICRAF Indonesia Tawarkan Tiga Skenario Pertumbuhan Ekonomi Hijau di NTT
Ada tiga skenario yang ditawarkan Rencana Induk Pertumbuhan ekonomi hijau untuk NTT.
POS-KUPANG.COM, KUPANG- Pemerintah Provinsi NTT melalui Bapperida NTT bekerja sama dengan ICRAF Indonesia mengadakan konsultasi publik Rencana Induk Pertumbuhan Ekonomi Hijau atau Green Growth Plan (GGP) di Kupang, Rabu (7/5/2025).
Rencana induk ini menjabarkan berbagai skenario dan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang bersumber dari sumber daya terbarukan berbasis lahan di NTT tanpa mengorbankan lingkungan hidup, sehingga menjaga ketahanan wilayah terhadap dampak-dampak perubahan iklim.
Ada tiga skenario yang ditawarkan Rencana Induk Pertumbuhan ekonomi hijau untuk NTT.
Pertama, melindungi ekosistem penting dan menyesuaikan tata guna lahan dengan tata ruang.
Kedua, melaksanakan tawaran pertama serta meningkatkan produktivitas sektor kopi, jagung, kelapa, kemiri, jambu mete, kakao dan padi melalui penerapan cara bertani baik (GAP).
Ketiga, memadukan tawaran pertama dan kedua dengan hilirisasi kopi, kelapa, kemiri, panili, jambu mete, dan perikanan.
Baca juga: ICRAF Indonesia Bangun Kemitraan dengan Pemprov NTT Susun RPDAS Terpadu Tahun 2025-2040
Melansir dari rilis yang dikirim ke POS-KUPANG.COM, Kamis (8/5/2025), Plt. Kepala Bapperida NTT Alfonsus Theodorus, ketika membuka konsultasi publik, menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi di NTT bisa berjalan sambil menjaga ekosistem.
“Misalnya, kita mau tingkatkan produktivitas kopi, bukan berarti kita babat itu hutan kemudian kita tanam kopi semua, tapi kopi yang sudah ada kita optimalkan. Kita usahakan supaya kopi ini keluar dari NTT sudah dalam bentuk produk,” ujarnya.
“Sehingga kita hilirisasi, ekosistem kita terjaga, pertumbuhan kita dorong, rakyat kita makmur,” dia menambahkan.
Merencanakan pembangunan hijau jadi urusan mendesak bagi NTT, yang telah merasakan dampak perubahan iklim.
Fenomena global itu memperburuk kekeringan dan krisis air yang menjadi masalah tahunan, serta meningkatkan intensitas dan frekuensi cuaca ekstrem.
Dampak perubahan iklim meluas ke sektor pertanian, dengan penurunan produksi komoditas unggulan seperti padi, jagung, dan kopi.
Baca juga: ICRAF Indonesia Bersama Bapperida NTT dan Bappeda TTS Adakan Ekspose Land4Lives di Kupang
Kelompok masyarakat yang paling terdampak adalah mereka yang bergantung pada sumber daya alam, termasuk perempuan, yang mengalami tekanan ganda akibat faktor sosial dan budaya dalam menghadapi perubahan pola cuaca.
Kerugian akibat perubahan iklim dapat diperparah oleh praktik pengelolaan lahan dan pembangunan yang mengabaikan daya dukung lingkungan.
Lingkungan memiliki kapasitas terbatas untuk menopang aktivitas manusia, dan jika batas ini dilampaui, risiko bencana akan meningkat, membawa dampak jangka panjang yang membebani generasi mendatang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.