Nasional Terkini
Jika Syaratnya Vasektomi, MUI Minta Umat Muslim Tolak Pemberian Bansos dari Dedi Mulyadi
MUI meminta umat Islam menolak pemberian bantuan sosial (bansos) dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta umat Islam menolak pemberian bantuan sosial (bansos) dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Hal tersebut lantaran salah satu syarat penerima bansos harus menjalani vasektomi sebagai syarat utamanya.
"Islam melarang pemandulan permanen. Yang dibolehkan mengatur jarak kelahiran. Pertumbuhan penduduk kita stabil dan malah cenderung minus," tulis Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis dikutip dari X (twitter), Minggu (4/5/2025).
Kiai Cholil menilai, harusnya pemerintah membuka lapangan kerja seluas-luasnya demi mengatasi pengangguran dan kemiskinan. "Menghentikan kemiskinan itu dengan membuka lapangan kerja bukan menyetop orang miskin lahir. Inilah pentingnya dana sosial," katanya.
Dia pun menyarankan kepada umat Muslim agar sebaiknya tidak mengambil jatah bansos apabila syarat yang diwajibkan harus vasektomi
"Saya sarankan kepada yang muslim kalau syarat ambil bansos adalah vasektomi maka tak usah daftar bansos. Insya Allah saudara-saudara ada jalan lain rezekinya," ungkapnya
Dedi Mulyadi mengeluarkan kebijakan ini sebagai upaya mengurangi angka kemiskinan dan mengendalikan jumlah penduduk di Jawa Barat. Dedi Mulyadi pun mengiming-imingi akan memberi intensif Rp500 ribu bagi suami yang siap melakukan vasektomi.
Namun iming-iming insentif itu seolah ada pemaksaan untuk para suami yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Diketahui, vasektomi adalah prosedur kontrasepsi pada pria yang dilakukan dengan cara memutus saluran sperma dari buah zakar. Dengan demikian, air mani tak akan mengandung sperma, sehingga kehamilan dapat dicegah.
Tidak Beretika
Kritikan terhadap kebijakan itu juga datang dari Pengamat Kebijakan Publik Universitas Padjajaran (Unpad), Yogi Suprayogi. Menurutnya wacana kebijakan vasektomi jadi syarat bagi penerima bansos tersebut dinilai tidak beretika.
"Tidak ada etika kebijakan, tapi boleh saja itu rasional, namun tidak ada etikanya. Apalagi dengan kultur kita Indonesia," katanya.
Yogi mengatakan bahwa prosedur melakukan vasektomi tidak bisa dilakukan sembarangan. Karena, lanjut dia, jika terjadi kesalahan prosedural, tidak ada jaminan bagi suami yang menjalani vasektomi.
"Prosedur ini kan gak bisa seenaknya saja, karena kalau nanti terjadi kesalahan hanya dapat uang Rp500 ribu dan nggak ada asuransinya Harus ada prosedur kontrak dulu, jadi kebijakannya buat saya tidak beretika, kalau tepat ya tepat saja untuk mengendalikan penduduk," terangnya.
Yogi pun meminta agar Dedi Mulyadi mengkaji ulang untuk menerapkan kebijakan vasektomi tersebut. Ia juga menyarankan untuk dilakukan koordinasi dengan kedokteran, apakah memungkinkan atau tidak untuk menerapkan kebijakan ini.
"Nah saya pikir Kang Dedi harus meninjau ulang lah kebijakan ini, karena dalam kebijakan itu ada etika ya. Dan etika itu harus dijaga dan diperhatikan jangan sampai ada masalah," ujar Yogi.
Yogi menambahkan, terkait kebijakan tersebut, jangan sampai terjadi kontra produktif terhadap pertumbuhan penduduk. Sebab, menurutnya, masih ada cara lain yang bisa digunakan untuk mengendalikan jumlah penduduk dan menekan angka kemiskinan di Jawa Barat.
PLN Luncurkan Home Charging Services Versi Terbaru |
![]() |
---|
Prabowo Bertemu Keluarga Affan Kurniawan: Saya Turut Belasungkawa, Saya Sangat Menyesali |
![]() |
---|
Kenaikan Tunjangan DPR Tidak Tepat Begini Alasan Pengamat Politik Amir Kiwang |
![]() |
---|
CEO Tribun Network Dahlan Dahi Dinobatkan sebagai Tokoh Media Berpengaruh 2025 |
![]() |
---|
Kemenkes Sebut 46 Daerah KLB Campak, Sumenep Terbanyak Kasus |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.