Opini
Opini: Paus Fransiskus dan Orang Muda Katolik, Iman Tak Lagi Diam Harapan Tak Lagi Gagap
Orang Muda Katolik bukan figuran dalam drama Gereja. Mereka adalah tokoh utama di babak baru sejarah iman.
Di sini ada pesan teologis yang tajam: iman tidak bisa hanya diwariskan, ia harus dikonversi secara eksistensial, menjadi milik pribadi, bukan saja tradisi keluarga.
Ini menggemakan seruan Paulus: “Bukan lagi aku yang hidup, tetapi Kristus yang hidup dalam aku” (Gal 2:20).
Data menunjukkan bahwa banyak orang muda Katolik saat ini merasa jauh dari institusi Gereja.
Survei Pew Research Center (2022) menyebutkan bahwa lebih dari 50 persen orang muda Katolik di Amerika Latin merasa “kurang relevan” dengan pengajaran resmi Gereja. Tapi anehnya, mereka tetap tertarik pada Yesus.
Mereka mungkin kecewa pada institusi, tapi tidak pada Injil. Maka, tugas Gereja bukan membuat mereka kembali pada “aturan,” tapi menemani mereka kembali pada “relasi.”
Cor ad cor loquitur: Hati Bicara Kepada Hati
Paus Fransiskus sangat memahami adagium ini. Ia tahu, orang muda tidak sedang mencari Gereja yang “benar,” tapi Gereja yang “tulus.”
Mereka tidak lapar doktrin, mereka haus otentisitas. Mereka ingin didengar sebelum diajari.
Maka dalam banyak homilinya, Paus lebih suka berbicara sebagai teman, bukan hakim.
Dalam dunia yang letih oleh kebisingan, suara keheningan yang empatik justru lebih didengar.
Dalam hal ini, gaya Fransiskus sangat Augustinian: In necessariis unitas, in dubiis libertas, in omnibus caritas.
Dalam hal-hal yang esensial: kesatuan. Dalam hal-hal yang meragukan: kebebasan. Dalam semua hal: kasih.
Orang Muda Jangan Hanya Duduk di Bangku
Proses Sinode tentang Sinodalitas (2021–2024) yang digagas Fransiskus adalah momen emas untuk mendobrak hierarki satu arah.
Ini bukan reformasi kecil-kecilan. Ini revolusi spiritual. Paus Fransiskus ingin agar Gereja bukan lagi seperti menara gading yang turun perintah, tapi seperti tenda Abraham yang terbuka, menampung suara dari pinggiran, termasuk suara orang muda yang sering hanya dijadikan objek, bukan subjek.
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.