Provinsi NTT
Polairud Polda NTT Ungkap Kasus Penangkapan Ikan Ilegal di Tahun 2025
"Kalau ini terus dibiarkan, kerugiannya bisa mencapai miliaran rupiah dan akan sangat merugikan generasi mendatang,” tutup Irwan.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Budiman
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Polairud) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) mengungkap sejumlah kasus penangkapan ikan ilegal. Selama tahun 2025 polisi berhasil menangani dua kasus. al itu disampaikan Direktur Polairud Polda NTT, Kombes Pol. Irwan Deffi Nasution terkait hasil pelaksanaan kegiatan rutin yang ditingkatkan (KRYD) penanganan praktik destructive fishing atau penangkapan ikan secara ilegal dan merusak.
Polairud NTT memetakan enam wilayah rawan praktik bom ikan yaitu di Flores Timur, Sikka, Ende, Kupang, Manggarai Barat dan Rote Ndao. Berdasarkan data, tercatat 6 kasus pada tahun 2023, meningkat menjadi 7 kasus pada 2024, dan menurun 2 kasus pada 2025.
"Ini adalah hasil dari kerja keras gabungan dan strategi pencegahan yang kita perkuat, termasuk edukasi masyarakat pesisir," ujar Kombes Pol. Irwan di Mako Ditpolairud Polda NTT, Jumat (25/4/2025).
Dari dua kasus selama 2025, kasus terbesar terjadi pada bulan Maret ketika tim gabungan dari Baharkam Polri, Ditpolairud Polda NTT dan Satpolair Polres Manggarai Barat berhasil menggagalkan penyelundupan 100 detonator di Labuan Bajo.
Tersangka penyelundupan berinisial M diketahui berasal dari Sulawesi Selatan. M mencoba membawa detonator menggunakan kapal kayu. Penggunaan detonator ini dapat merusak terumbu karang yang luar biasa.
"Dari 100 detonator ini bisa dirakit kembali menjadi 700 hingga 800 detonator kecil. Bayangkan dampaknya bagi laut dan terumbu karang kita," kata Dirpolairud Polda NTT.
Saat ini, kasus tersebut dalam proses pelimpahan berkas ke Kejaksaan. Tersangka dijerat dengan Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara hingga seumur hidup.
Selain itu, Ditpolairud juga berhasil mengungkap kasus penangkapan ikan ilegal di wilayah Sikka. Dua pelaku diamankan bersama barang bukti 156 ikan campuran, kapal, dan kompresor. Modusnya, satu perahu digunakan untuk melakukan pengeboman. Sementara perahu lain datang untuk mengangkut hasilnya.
"Keduanya dijerat dengan Pasal 84 jo Pasal 8 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009," jelas Irwan.
Dalam pencegahan penangkapan ikan ilegal, Ditpolairud telah membentuk Bhabinkamtibmas Polair untuk bertugas memberikan edukasi ke masyarakat pesisir. "Saat ini sudah ada 10 anggota yang ditempatkan di desa-desa pesisir untuk melakukan sosialisasi,” tambahnya.
Irwan menyebutkan dampak dari penangkapan ilegal ini bukan hanya merugikan ekonomi, tetapi juga ekologis. Terutama terumbu karang. Jika rusak, membutuhkan waktu hingga 20 tahun untuk pulih kembali.
"Kalau ini terus dibiarkan, kerugiannya bisa mencapai miliaran rupiah dan akan sangat merugikan generasi mendatang,” tutup Irwan.
Polairud Polda NTT berharap masyarakat tidak lagi melakukan praktik-praktik perusakan laut dan ikut menjaga ekosistem perairan demi keberlanjutan laut. (dim)
Baca berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE.NEWS
Menteri Trenggono Dijuluki Pangeran Laut oleh Orang Rote |
![]() |
---|
Seleksi PPAN dan PPAP NTT 2025, Peluang Pemuda untuk Go Internasional |
![]() |
---|
Dompet Dhuafa NTT Luncurkan Promo Spesial Jelang Idul Adha |
![]() |
---|
Jadi Tuan Rumah PeSONas 2026: Gubernur Dukung Penuh, SOIna NTT Matangkan Persiapan Laporan |
![]() |
---|
OJK Umumkan Hasil SNLIK Tahun 2025 Meningkat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.