Opini

Opini: Memahami Deep Learning

Deep learning mendorong penguatan pengaruh positif, substantif dan berkelanjutan pada cara murid bertindak, berpikir dan merasa. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Adrianus Ngongo 

Oleh: Adrianus Ngongo
Guru SMK Negeri 2 Kupang

POS-KUPANG.COM -  Menteri Abdul Mu’ti baru saja memperkenalkan sebuah pendekatan pembelajaran baru yang dikenal dengan nama deep learning. 

Sebagai sebuah pendekatan yang baru diperkenalkan, tentu akan bermunculan beragam pertanyaan terkait pendekatan ini.

Secara teoritis, deep learning berakar dari teori konstuksivisme sosial yang diperkenalkan pertama kali oleh Lev Vygotsky pada pertengahan abad ke-20 (Brenya, 2024). 

Teori ini menekankan peran penting interaksi sosial dan kolaborasi dalam pembelajaran, dan beranggapan bahwa pengetahuan dikonstruksi melalui komunikasi dan pengalaman yang dibagikan dalam konteks budaya tertentu.

Deep learning adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menguji fakta dan ide secara kritis, dan menghubungkannya dengan pengetahuan yang sudah ada serta membuat kaitan di antara berbagai ide tersebut. 

Ahli yang lain mendefinisikan deep learning sebagai sebuah pendekatan dan
perilaku pembelajaran dimana murid memanfaatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi untuk menganalisa, menyimpulkan, memecahkan masalah, dan berpikir secara meta kognitif untuk membentuk pemahaman jangka Panjang (http://www.julianhermida.com). 

Pendekatan ini mencakup analisa kritis terhadap ide baru, menghubungkannya dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang telah dipahami sehingga pemahaman tersebut dapat digunakan untuk memecahkan persoalan dalam konteks yang baru dan tidak familiar. 

Deep learning mendorong penguatan pengaruh positif, substantif dan berkelanjutan pada cara murid bertindak, berpikir dan merasa. 

Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan dasar dan Menengah (2025) mengartikan deep learning sebagai pendekatan yang fokus pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran yang berkesadaran (mindful), bermakna (meaningful) dan menggembirakan (joyful) melalui olah pikir (intelektual), olah hati (etika), olah rasa (estetika) dan olah raga (kinestetik).

Mindful, Meaningful dan Joyful

Pendekatan Deep Learning memiliki tiga prinsip pembelajaran. Pertama, prinsip mindful (berkesadaran). 

Dalam prinsip ini, siswa didorong untuk sungguh menyadari pentingnya belajar sehingga ia secara sadar dan atas motivasi diri sendiri mampu menemukan cara belajar yang paling efektif untuk dirinya sendiri. 

Langer (dalam Suhartono, 2025) mengartikan mindful/berkesadaran sebagai suatu kondisi dimana seorang indvidu bersikap terbuka terhadap semua kemungkinan baru, informasi baru serta menyadari lebih dari satu sudut pandang. 

Ciri utama pembelajaran mindful adalah meningkatkan motivasi dan kepemilikan anak didik akan pembelajaran, menyadarkan anak didik tentang dampak baik sehingga makin termotivasi untuk berprestasi dan meningkatkan kreativitas dan keterampilan berpikir kritis anak didik.

Kedua, meaningful (bermakna). Prinsip ini mendorong anak didik untuk mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya dalam kehidupan nyata. 

Anak didik tidak hanya mengetahui dan memahami suatu informasi/konten, tetapi didukung untuk mampu mengaplikasikannya dalam situasi riil. 

Konstruksi pembelajaran yang sesuai adalah penelitian dan pemecahan masalah yang melahirkan kemampuan mengeidentifikasi dan menganalisis struktur-struktur yang melatari dan menghubungkan konsep yang sudah ada dengan konsep-konsep baru. 

Guru menciptakan pembelajaran yang dicirikan oleh atribut-atribut aktif, konstruktif, disengaja, autentik, kooperatif dan relasional.

Ketiga, joyful (menyenangkan). Prinsip ini mendorong terciptanya pembelajaran yang memberikan suasana sukacita. 

Suasana gembira dalam pembelajaran akan membantu anak didik lebih mudah memahami, mengingat dan mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya. 

Karena itu, guru diharapkan mampu menciptakan skenario pembelajaran yang memasukkan unsur menyenangkan. 

Dalam praktiknya, pembelajaran yang menyenangkan dapat dilaksanakan dengan menciptakan kelas yang aman dan menyenangkan, menyajikan konten yang menarik, menyiapkan kejutan dalam pembelajaran, menciptakan pengalaman belajar yang relevan dengan minat dan bakat anak didik serta membangun kolaborasi dan kerja sama.

Selain ketiga prinsip di atas, pendekatan deep learning memiliki enam karakteristik dalam implementasinya (Suhartono, 2025). 

Keenam karakteristik tersebut adalah: (1) berfokus pada siswa dan memenuhi kebutuhan belajar individual siswa; (2) menekankan pemahaman mendalam atas suatu konten dan melibatkan proses kognitif tingkat tinggi (HOTS); 

(3) menghubungkan materi pembelajaran dengan keseharian seraya berupaya menerapkan pengetahuan ke situasi baru, mengevaluasi dan memberikan umpan balik tentang perkembangan siswa; 

(4) merancang pembelajaran yang bermakna, menantang dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki serta mengembangkan kemampuan berdiskusi dan menjelaskan konsep-konsep; 

(5) mengintegrasikan kompetensi akademik dan kepribadian/sosial serta memberikan prioritas pada kompetensi pembelajaran dan kehidupan Abad 21; dan (6) menggunakan semua kompetensi dan teknologi pendukung untuk memecahkan berbagai isu/masalah dalam berbagai latar.

Peran Murid dan Guru

Keberhasilan implementasi deep learning tergantung pada peran murid dan guru.

 Pendekatan deep learning menuntut murid untuk memiliki minat pada materi yang dipelajari, terlibat secara mental pada kerja akademik, memiliki basis pengetahuan yang memadai, meluangkan waktu untuk melaksanakan pembelajaran serta pengalaman pendidikan positif yang berujung pada lahirnya kepercayaan diri akan kemampuan dan kesuksesan pribadi. 

Pembelajaran mendalam menuntut keterlibatan aktif siswa dalam mengonstruksi makna baru dengan menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya (Suhartono, 2025).

Sementara bagi guru, pembelajaran deep learning menuntutnya untuk memiliki minat yang besar pada materi yang diajarkan, memahami struktur program, meluangkan waktu yang cukup untuk memahami konsep kunci;

Menantang miskonsepsi murid lewat pertanyaan-pertanyaan terbuka, melibatkan murid dalam pembelajaran aktif, menggunakan penilaian yang membutuhkan penalaran dan kolaborasi ide;

Menghubungkan materi dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan dipahami oleh murid, tidak mempersoalkan kesalahan yang dilakukan murid dan memberikan penghargaan atas usahanya serta konsisten dan adil dalam menilai hasil pembelajaran sehingga melahirkan kepercayaan.

Mulai dari guru 

Implementasi deep learning perlu dimulai dengan berfokus pada penyiapan guru. 

Sebagus apapun kurikulum dan pendekatan yang ingin dilaksanakan, namun jika gurunya gagap dan tidak memiliki pemahaman dan pengetahuan yang memadai maka sia-sialah kurikulum dan pendekatan tersebut.

Ikhsan (2025) menyebutkan setidaknya 6 (enam) alas an mengapa guru menjadi kunci kesuksesan implementasi deep learning. Pertama, keterampilan mengajar guru tak dapat digantikan oleh apapun. 

Dengan keterampilan yang dimilikinya guru mampu mengeksekusi deep learning dalam praktek pembelajaran di kelas. 

Seorang guru yang terampil mampu menyesuaikan metode dan pendekatan pembelajaran dengan karakteristik anak didik, suasana kelas, dan konteks pembelajaran yang berbeda-beda.

Kedua, hubungan emosional dengan siswa. Guru tidak hanya sekedar menyampaikan materi kepada anak didiknya. 

Guru selalu membangun relasi emosional dengan anak didiknya terutama dalam memotivasi anak didiknya untuk bersemangat dalam belajar. Kemampuan guru ini juga berguna untuk menetralkan emosi anak didik agar selalu siap untuk belajar.

Ketiga, guru memiliki kemampuan manajerial dan pengelolaan kelas yang baik. Setiap proses pembelajaran dapat saja terganggu oleh masalah ketidakdisiplinan atau kemalasan siswa. 

Hanya guru yang profesional yang mampu menjaga dinamika kelas, fokus dan konsentrasi siswa serta menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif.

Keempat, personalisasi pembelajaran. Setiap anak didik memiliki gaya belajar yang berbeda- beda (visual, auditori dan kinestetik). 

Guru memiliki kompetensi untuk mempersonalisasikan metode belajar yang disesuaikan dengan karakter dan gaya belajar anak didik. 

Guru yang kompeten tidak sekedar menyampaikan materi pembelajaran secara umum berdasarkan pendekatan, strategi dan metode yang ada tetapi mampu menyesuaikan dengan gaya belajar dari setiap anak didik.

Kelima, keterampilan sosial dan karakter. Relasi guru dan anak didik melibatkan juga transfer karakter dan kecakapan sosial anak didik. 

Dalam konteks ini, guru memberikan contoh dan teladan yang layak ditiru dengan menghidupi dan menunjukkan karakter baik seperti kedisiplinan, tanggung jawab, ketekunan, kerja sama dan integritas diri.

Keenam, kemampuan menilai dan memberikan umpan balik. Kemampuan ini sangat berguna untuk membangun interaksi dengan anak didik. 

Kemampuan ini tidak didapatkan dari pendekatan, metode dan strategi pembelajaran tetapi harus langsung dari guru. 

Umpan balik yang tepat akan menolong anak didik memahami kelebihan, kekurangan serta area diri yang perlu diperbaiki. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved