Paus Fransiskus Wafat

Mengenang Paus Fransiskus: Agama dalam Pelayanan Kemanusiaan

Salah satu warisan paling berarti dari Paus Fransiskus adalah komitmennya dalam memperkuat dialog antaragama. 

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Sr. Herlina Hadia,SSpS 

Ketika agama dijalankan dalam semangat pelayanan, bukan penghakiman; dalam semangat kerendahan hati, bukan klaim kebenaran tunggal—di sanalah agama menemukan kekuatannya yang paling luhur: memperkuat tenun kebangsaan, memelihara perdamaian, dan memperjuangkan martabat manusia tanpa syarat.

Mengenang beliau bukan hanya soal menundukkan kepala dalam duka, tetapi juga menegakkan kembali komitmen terhadap nilai-nilai yang beliau perjuangkan. 

Penghormatan sejati terhadap warisan Paus Fransiskus terwujud bukan dalam seremonial semata, melainkan dalam keberanian kita untuk melanjutkan jalan yang telah ia tapaki—jalan yang mengutamakan dialog, membela mereka yang terpinggirkan, merawat bumi, dan menjadikan agama sebagai sumber kasih, bukan konflik. 

Dalam kehidupan sosial, politik, dan keagamaan kita, terutama di negara seperti Indonesia yang plural dan rentan terhadap perpecahan, pesan beliau menjadi kompas moral yang amat kita butuhkan: bahwa kebaikan bersama harus mengatasi ego kelompok, dan bahwa iman yang sejati selalu berbuah dalam tindakan nyata yang memanusiakan sesama.

Semoga ritus-ritus keagamaan kita tidak hanya mendekatkan kita kepada Tuhan, tetapi juga membawa kita untuk menjumpai sesama yang berbeda. 

Dalam banyak tradisi agama, kita diajak untuk menjalani kehidupan yang lebih mendalam melalui doa dan ibadah, yang bertujuan untuk mempererat hubungan dengan Tuhan. 

Namun, jika ritus-ritus tersebut hanya terfokus pada pencapaian hubungan pribadi dengan Tuhan tanpa memperhatikan relasi dengan sesama, maka kita bisa kehilangan inti sejati dari ajaran agama itu sendiri. 

Kekudusan yang sejati bukan hanya terletak pada seberapa banyak doa yang kita persembahkan atau ibadah yang kita lakukan, tetapi juga pada seberapa sering kita menjumpai dan menghargai perbedaan di sekitar kita.

Kekudusan agama seharusnya tercermin dalam tindakan kita terhadap orang lain—terutama mereka yang berbeda dengan kita. 

Seperti yang sering diajarkan oleh banyak pemimpin spiritual, termasuk Paus Fransiskus, agama bukan hanya tentang memperdalam pengalaman rohani pribadi, tetapi juga tentang memperluas cinta kasih kita kepada orang lain dan menentang isu-isu ketidakadilan. 

Kekudusan yang sejati tidak hanya ditemukan dalam kesendirian kita berdoa, tetapi juga dalam keberanian kita untuk hidup berdampingan dengan mereka yang berbeda keyakinan, budaya, atau latar belakang sosial.

Melalui perjumpaan dengan sesama yang berbeda, kita belajar untuk lebih rendah hati dan menghargai keberagaman sebagai anugerah. 

Di dunia yang sering kali terpecah oleh perbedaan, kita diingatkan bahwa kekudusan terwujud ketika kita bisa melihat Tuhan dalam setiap wajah manusia, terlepas dari latar belakang atau pandangan mereka. 

Dengan berjalan bersama—dalam dialog, pengertian, dan solidaritas—kita memperkuat dasar dari kehidupan beragama yang tidak hanya mengarah pada penyatuan dengan Tuhan, tetapi juga penyatuan umat manusia dalam kedamaian dan keharmonisan.

Semoga warisan kasih, empati, dan perdamaian yang ditinggalkannya terus hidup dalam tindakan nyata kita sehari-hari. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved