Paus Fransiskus Wafat
Mengenang Paus Fransiskus: Agama dalam Pelayanan Kemanusiaan
Salah satu warisan paling berarti dari Paus Fransiskus adalah komitmennya dalam memperkuat dialog antaragama.
Oleh: Sr. Herlina Hadia,SSpS
Mahasiswa S3 di Melbourne, Australia
POS-KUPANG.COM - Kepergian Paus Fransiskus menjadi momen duka tidak hanya bagi umat Katolik, tetapi juga bagi seluruh dunia yang mencintai nilai-nilai kemanusiaan.
Sepanjang masa kepemimpinannya, beliau menunjukkan bahwa agama sejati tidak semata berbicara tentang dogma dan ritual, melainkan tentang kasih, keadilan, dan pengabdian kepada sesama manusia.
Paus Fransiskus hadir sebagai pemimpin yang melampaui batas-batas institusi agama.
Ia menjadikan Vatikan sebagai panggung moral dunia, tempat dari mana suara keberpihakan kepada kaum miskin, pengungsi, korban perang, dan mereka yang terpinggirkan disuarakan dengan tegas.
Dengan gaya hidup yang sederhana, beliau memberi teladan bahwa spiritualitas yang sejati adalah yang mewujud dalam tindakan nyata—mendekatkan diri kepada mereka yang menderita, merangkul yang berbeda, dan membela yang lemah.

Salah satu warisan paling berarti dari Paus Fransiskus adalah komitmennya dalam memperkuat dialog antaragama.
Dalam berbagai kesempatan, beliau menjalin kerja sama erat dengan para pemimpin agama Islam, Yahudi, Buddha, Hindu, dan kepercayaan lainnya.
Bagi beliau, perbedaan iman bukanlah alasan untuk bertikai, melainkan kesempatan untuk membangun jembatan pengertian dan persaudaraan.
Deklarasi bersama yang ditandatangani di Abu Dhabi bersama Imam Besar Al-Azhar adalah salah satu simbol penting dari semangat tersebut.
Melalui dokumen-dokumen penting seperti ensiklik Fratelli Tutti, Paus Fransiskus menyerukan kepada dunia untuk membangun budaya perjumpaan dan solidaritas.
Ia mengingatkan bahwa kita semua adalah satu keluarga manusia, dan bahwa dunia yang lebih adil, damai, dan bersaudara hanya bisa terwujud jika kita menempatkan kemanusiaan di atas segala bentuk kepentingan sempit.
Dalam ensiklik tersebut, beliau menolak budaya pengucilan, ekstremisme, dan ketidakpedulian yang semakin mengakar dalam masyarakat modern.
Ia menegaskan pentingnya dialog yang tulus, keterbukaan lintas batas, dan tanggung jawab kolektif dalam membangun masyarakat yang inklusif.
Paus Fransiskus menantang umat manusia untuk melampaui sekat-sekat identitas—baik agama, bangsa, maupun kelas sosial—dan melihat sesama sebagai “saudara dan saudari” yang harus dirangkul, bukan dicurigai.
Ia percaya bahwa masa depan dunia tidak dapat dibangun di atas kompetisi dan ketakutan, melainkan pada kerja sama, empati, dan penghargaan terhadap martabat setiap pribadi.
Fratelli Tutti bukan hanya seruan spiritual, melainkan juga peta jalan moral bagi dunia yang sedang mencari arah di tengah krisis kemanusiaan dan lingkungan.
Ia juga mengajak umat beragama untuk berperan aktif dalam merawat bumi, rumah bersama kita, sebagaimana tertuang dalam Laudato Si.
Dalam dokumen tersebut, Paus Fransiskus menegaskan bahwa krisis ekologis bukan hanya persoalan ilmiah atau teknis, melainkan krisis moral dan spiritual yang menuntut pertobatan kolektif.
Ia melihat keterkaitan mendalam antara penderitaan manusia dan kerusakan lingkungan—di mana yang paling terdampak justru adalah mereka yang paling miskin dan tak berdaya.
Paus menantang semua komunitas beriman untuk tidak tinggal diam, melainkan menjadi pelopor dalam gerakan perlindungan bumi.
Ia menekankan bahwa tindakan kecil, bila dilakukan secara kolektif dan konsisten, dapat membawa perubahan besar.
Melalui Laudato Si’, ia mengangkat spiritualitas ekologis sebagai bagian tak terpisahkan dari iman, dan menyerukan kepada seluruh umat manusia untuk memulihkan hubungan harmonis dengan alam, sesama, dan Sang Pencipta.
Seruan ini tidak hanya relevan, tetapi semakin mendesak di tengah krisis iklim dan degradasi lingkungan yang kita saksikan hari ini.
Kini, saat dunia kehilangan salah satu suara moral terkuatnya, kita diingatkan akan pentingnya melanjutkan warisan beliau.
Dalam setiap keyakinan dan tradisi, agama memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan yang menyatukan, bukan memecah.
Paus Fransiskus telah menunjukkan bahwa agama, ketika dijalankan dengan cinta dan kerendahan hati, akan menjadi pelayan kemanusiaan yang paling setia.

Penekanan ini menjadi sangat relevan bagi Indonesia—sebuah bangsa yang berdiri di atas keberagaman agama, budaya, dan etnis.
Di tengah kompleksitas masyarakat yang majemuk, semangat inklusif dan dialog antariman yang diwariskan Paus Fransiskus memberikan inspirasi dan arah.
Warisannya menjadi pengingat bahwa perbedaan bukanlah ancaman, melainkan kekayaan yang harus dijaga dengan sikap saling menghormati dan bekerja sama.
Ketika agama dijalankan dalam semangat pelayanan, bukan penghakiman; dalam semangat kerendahan hati, bukan klaim kebenaran tunggal—di sanalah agama menemukan kekuatannya yang paling luhur: memperkuat tenun kebangsaan, memelihara perdamaian, dan memperjuangkan martabat manusia tanpa syarat.
Mengenang beliau bukan hanya soal menundukkan kepala dalam duka, tetapi juga menegakkan kembali komitmen terhadap nilai-nilai yang beliau perjuangkan.
Penghormatan sejati terhadap warisan Paus Fransiskus terwujud bukan dalam seremonial semata, melainkan dalam keberanian kita untuk melanjutkan jalan yang telah ia tapaki—jalan yang mengutamakan dialog, membela mereka yang terpinggirkan, merawat bumi, dan menjadikan agama sebagai sumber kasih, bukan konflik.
Dalam kehidupan sosial, politik, dan keagamaan kita, terutama di negara seperti Indonesia yang plural dan rentan terhadap perpecahan, pesan beliau menjadi kompas moral yang amat kita butuhkan: bahwa kebaikan bersama harus mengatasi ego kelompok, dan bahwa iman yang sejati selalu berbuah dalam tindakan nyata yang memanusiakan sesama.
Semoga ritus-ritus keagamaan kita tidak hanya mendekatkan kita kepada Tuhan, tetapi juga membawa kita untuk menjumpai sesama yang berbeda.
Dalam banyak tradisi agama, kita diajak untuk menjalani kehidupan yang lebih mendalam melalui doa dan ibadah, yang bertujuan untuk mempererat hubungan dengan Tuhan.
Namun, jika ritus-ritus tersebut hanya terfokus pada pencapaian hubungan pribadi dengan Tuhan tanpa memperhatikan relasi dengan sesama, maka kita bisa kehilangan inti sejati dari ajaran agama itu sendiri.
Kekudusan yang sejati bukan hanya terletak pada seberapa banyak doa yang kita persembahkan atau ibadah yang kita lakukan, tetapi juga pada seberapa sering kita menjumpai dan menghargai perbedaan di sekitar kita.
Kekudusan agama seharusnya tercermin dalam tindakan kita terhadap orang lain—terutama mereka yang berbeda dengan kita.
Seperti yang sering diajarkan oleh banyak pemimpin spiritual, termasuk Paus Fransiskus, agama bukan hanya tentang memperdalam pengalaman rohani pribadi, tetapi juga tentang memperluas cinta kasih kita kepada orang lain dan menentang isu-isu ketidakadilan.
Kekudusan yang sejati tidak hanya ditemukan dalam kesendirian kita berdoa, tetapi juga dalam keberanian kita untuk hidup berdampingan dengan mereka yang berbeda keyakinan, budaya, atau latar belakang sosial.
Melalui perjumpaan dengan sesama yang berbeda, kita belajar untuk lebih rendah hati dan menghargai keberagaman sebagai anugerah.
Di dunia yang sering kali terpecah oleh perbedaan, kita diingatkan bahwa kekudusan terwujud ketika kita bisa melihat Tuhan dalam setiap wajah manusia, terlepas dari latar belakang atau pandangan mereka.
Dengan berjalan bersama—dalam dialog, pengertian, dan solidaritas—kita memperkuat dasar dari kehidupan beragama yang tidak hanya mengarah pada penyatuan dengan Tuhan, tetapi juga penyatuan umat manusia dalam kedamaian dan keharmonisan.
Semoga warisan kasih, empati, dan perdamaian yang ditinggalkannya terus hidup dalam tindakan nyata kita sehari-hari. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
La Repubblica Menuding Donald Trump Menderita Megalomania Patologis |
![]() |
---|
Para Kardinal Bahas Tantangan Besar yang Akan Dihadapi Paus Baru |
![]() |
---|
Cerobong Asap Sudah Terpasang di Atap Kapel Sistina Vatikan |
![]() |
---|
Proses Pemilihan Paus Pernah Berlangsung Lebih dari 2 Tahun |
![]() |
---|
Jokowi Sederet dengan Donald Trump Saat Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus di Roma |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.