Opini

Opini - Menggugat Negara Soal Kematian Rosalia Rerek Sogen di Distrik Anggruk Yahukimo

Rosalia Sogen perempuan tangguh yang berani memutuskan untuk mengabdi di pelosok Papua Pegunungan.

|
Editor: Alfons Nedabang
POS-KUPANG.COM/HO
PENULIS OPINI - Melky Weruin, bekerja di Komnas HAM RI Perwakilan Papua sejak 2009. 

Oleh: Melky Weruin 
(Bekerja di Komnas HAM RI Perwakilan Papua sejak 2009)

POS-KUPANG.COM - Saya tidak mengenal dia secara dekat, meskipun sama-sama dari Lewolema, Flores Timur. Saya juga sama sekali tidak tahu bahwa dia mengabdi di distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo

Walaupun sama-sama di Papua, tetapi saya menetap di Kota Jayapura. Jarak antara Jayapura dan Yahukimo cukup jauh, hanya bisa ditempuh dengan pesawat. 

Pasca pemekaran DOB pada 2022 Yahukimo resmi masuk menjadi bagian dari wilayah Provinsi Papua Pegunungan

Pilihan untuk berkarya dan mengabdi di pelosok atau pedalaman Papua adalah keputusan yang tidak mudah. Banyak orang pasti berpikir dua kali dan bahkan ada pula yang mundur sebelum bertugas karena dianggap terlalu beresiko.

Tetapi itu tidak berlaku bagi Rosalia Sogen, ia perempuan tangguh yang berani memutuskan untuk datang dan mengabdi di pelosok Papua Pegunungan, Kabupaten Yahukimo.

Saya tidak tahu apa motivasinya untuk mengabdi di sana, apakah karena faktor ekonomi ataukah karena dorongan pengabdian, hanya dia sendiri yang tahu. Tetapi satu hal yang saya yakini bahwa keputusan itu adalah panggilannya, panggilan untuk mengabdi karena predikatnya sebagai seorang guru.

Ia memutuskan datang ke Anggruk dan mendedikasikan hidupnya bagi masa depan anak-anak di sana. Statusnya adalah guru kontrak Pemda Yahukimo yang direkrut melalui Yayasan Serafim Care.

Tiga tahun lebih ia mengajar dan mendidik anak-anak di Sekolah Dasar Yayasan Persekolahan Kristen (SD YPK) Anggruk, Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan.

Bermain dan tertawa bersama mereka, menemani hari-hari mereka, bahkan mungkin bermimpi bersama mereka bahwa suatu hari nanti anak-anak ini akan tumbuh menjadi orang-orang hebat untuk membangun masa depannya yang lebih baik.

Sebagai guru, mungkin dia tidak pernah ragu tentang keselamatan dirinya, kalkulasinya sederhana: Ia telah memberikan segalanya, tidak mungkin menuai tuba. 

Dalam suatu perjumpaan, Wakil Bupati Yahukimo, Esau Miram, S. IP menyatakan kepada saya bahwa wilayah Anggruk adalah distrik yang paling aman. Sejak Yahukimo dimekarkan dari kabupaten Jayawijaya pada 2002, tidak pernah terjadi konflik atau kekerasan.

Ia juga mengklaim bahwa di distrik Anggruk tidak ada warga sipil yang terlibat atau berafiliasi sebagai anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat - Organisasi Papua Merdeka (TPNPB- OPM).

Namun semuanya berubah seketika. Dan perubahan itu bukan sesuatu yang aneh bagi saya. Toh situasi Papua selama ini memperlihatkan bahwa warga sipil sulit mendapatkan kepastian jaminan keamanan terutama bagi para pekerja, apa pun itu, bahkan aparat keamanan sekalipun. Wilayah yang diklaim sebagai daerah paling aman pun ternyata menyimpan bom waktu yang dapat meledak kapan saja.

Rosalia Sogen dan 9 orang teman lainnya yang mengabdi di distrik Anggruk barangkali tidak membuat analisa yang lebih jauh tentang kondisi keamanan di sana.

Bagi mereka pengabdian adalah jaminan keamanan paling ampuh. Siapa yang menabur kebaikan pasti menuai kebaikan pula. Mungkin begitu logikanya.

Namun ternyata logika itu terbalik, kalkulasinya meleset. Pada 21 dan 22 Maret 2025 Rosalia dan teman-temannya diserang oleh sekelompok orang menggunakan senjata tajam. Nyawa mereka terancam.

Dalam kondisi ini, mereka seperti bermain api, hanya ada dua kemungkinan, jika beruntung kamu berhasil memadamkan api, jika tidak, kamu akan hangus bersama kobaran api! Dan ternyata Rosalia Sogen tidak beruntung, dia pergi menghadap Sang Khalik akibat mengalami sejumlah luka mengerikan di sekujur tubuhnya. 

23 Maret 2025 jenazah Rosalia dan para korban selamat lainnya dievakuasi Tim Gabungan Keamanan ke Jayapura.

Bersamaan dengan itu, sekitar 40 orang guru kontrak di beberapa distrik lainnya di Yahukimo juga ikut dipulangkan karena alasan keamanan.

Dua hari kemudian, Selasa, 25 Maret 2025 jenazah Rosalia diterbangkan ke kampung halamannya di Lewotala, Kecamatan Lewolema, Kabupaten Flores Timur, NTT untuk dimakamkan.

Kasus yang menimpa para guru dan nakes di wilayah Papua bukan baru terjadi. Setidaknya beberapa kali pernah terjadi, misalnya pada Desember 2024 seorang guru diduga kuat dibunuh TPNPB- OPM di Kabupaten Puncak.

Sebelumnya pada Oktober 2023 diduga kuat terjadi serangan terhadap para nakes di Distrik Amuma, Kabupaten Yahukimo.

Selain itu, kita juga bisa berkaca dari kasus yang terjadi di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, dimana para tenaga kesehatan (nakes) mengalami kekerasan brutal pada 13 September 2021.

Polanya kekerasannya hampir serupa, mereka mengalami perlakuan paling keji, bahkan ada nakes perempuan yang diperkosa. Satu diantaranya meninggal dunia, Gabriela Meilani.

Saya masih ingat baik bagaimana cerita Marselinus Ola, Kristina Tonapa dan Katrianti Tandila serta teman-teman lainnya yang berupaya meloloskan diri dari kepungan kematian. Sungguh tragis!

Setelah episode pilu ini berlalu, saya mulai bertanya-tanya, setidaknya terdapat beberapa pertanyaan pokok yang mesti dicari jalan keluarnya.

Pertama, bagaimana akses pendidikan bagi anak-anak di Yahukimo pasca kasus ini? Mesti harus disadari bahwa pendidikan adalah jendela dunia. Pendidikan tidak boleh mati suri. 

Siapa yang bertanggung jawab memastikan bahwa anak-anak di Yahukimo tetap bisa belajar meskipun tanpa kehadiran dan dukungan dari guru-guru?

Kedua, kematian Rosalia Sogen telah menarik perhatian publik secara luas. Banyak pihak menyatakan duka dan simpati, termasuk pula para penyelenggara negara, diantaranya DPR RI, Kementerian HAM, Kementerian Pendidikan termasuk Pemda Yahukimo dan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan

Dalam konteks penyelenggara negara, langkah-langkah apa yang harus dilakukan para penyelenggara negara untuk memastikan bahwa tidak ada lagi peristiwa serupa di kemudian hari? Simpati penyelenggara negara tanpa solusi atau perbaikan tata kelola keamanan sama lakunya seperti pembunuh berdarah dingin. 

Ketiga, bagaimana memastikan bahwa keluarga korban mendapatkan akses atas keadilan? Apa pun alasannya penegakan hukum harus ditegakkan setegak-tegaknya. Para pelaku harus ditangkap dan diproses sesuai mekanisme hukum yang berlaku. 

Keempat, pada level yang lebih tinggi saya juga mengajukan pertanyaan, siapa sebenarnya yang memberikan jaminan keamanan bagi para guru, nakes dan pekerja lainnya yang mengabdi di pelosok-pelosok Papua? Jika pada akhirnya garis hidup mereka hanya ditentukan oleh keberuntungan, lalu untuk apa kita bernegara?

Selamat jalan Rosalia Rerek Sogen, Beristirahatlah Dalam Damai. Engkau adalah pahlawan bagi kami terutama bagi anak-anak didikmu di SD YPK Anggruk. Semoga kelak anak-anak didikmu menjadi manusia-manusia sejati yang tidak hanya pintar tetapi juga beradab. (*)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

 

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved